JAKARTA – PT Pertamina (Persero) hingga kini belum mau membeberkan secara detail alasan pembatalan pembelian LNG milik Anadarko dari Mozambik yang berujung pada tuntutan ganti rugi senilai Rp39,5 triliun.

Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, menyayangkan sikap manajemen Pertamina yang masih bungkam terkait pembatalan tersebut.  Padahal itu bisa berimbas pada image Pertamina sebagai perusahaan migas Indonesia yang bertekad go internasional.

Komaidi pun menyarankan agar manajemen tidak lagi tertutup ke publik mengenai hal itu. Padahal sepanjang hal tersebut merupakan keputusan bisnis biasa maka manajemen tidak perlu khawatir untuk dapat disampaikan kepada publik.

“Saya kira sebaiknya terbuka kepada publik agar diketahui detail masalahnya dan tidak terdapat persepsi yang keliru di publik. Jika tidak tersampaikan secara proporsional dikhawatir justru berpotensi negatif terhadap Pertamina,” kata Komaidi kepada Dunia Energi, Senin (25/1).

Pada 2019, Pertamina menandatangani Sales Purchase Agreement (SPA) dengan Mozambique LNG 1 yang dimiliki Anadarko Petroleum Corporation, perusahaan asal Amerika Serikat. Total volume LNG yang dibeli sebesar 1 juta ton per tahun selama 20 tahun. Pembelian akan dimulai pada 2024. Tapi tiba-tiba Pertamina membatalkan pembelian LNG tersebut dengan alasan yang masih belum diketahui hingga kini.

Menurut Komaidi, jika berdasarkan neraca gas Indonesia ada kekurangan gas saat dimana impor mulai dilakukan. Karena itu salah satu faktor pembatalan perjanjian jual beli ini terletak pada formula harga LNG. Anjloknya harga LNG memicu keinginan untuk ada negosiasi harga LNG.

“Tentu kontraknya harus lebih detail di dalam formulasi harganya, yang jadi masalah saya kira saat ini harga LNG turun signifikan karena sedang oversupply. Ini yang perlu klarifikasi di harga berapa dan bagaimana formulanya,” ungkap Komaidi.

Dia menilai Pertamina menyadari anjloknya harga LNG dan melihat ada peluang mendapatkan LNG dengan harga yang lebih murah. “Saya menduga demikian (terlalu mahal harga LNG Anadarko). Kemungkinan ada opsi lain yang lebih murah,” ujarnya.

Pemerintah juga diminta tidak tinggal diam dalam masalah ini akrena bagaimanapun impor LNG tersebut tentu memiliki pertimbangan terkati pemenuhan energ dalam negeri. “Saya kira negara juga perlu terlibat. Dalam banyak hal aksi korporasi Pertamina tidak hanya murni untuk kepentingan badan usaha murni tetapi juga mengakomodasi kepentingan negara,” kata Komaidi.(RI)