JAKARTA – Upaya untuk menambah cadangan migas agar industri hulu migas dapat terus berkelanjutan terus dilakukan dengan memastikan bahwa terdapat penambahan contingent resource (potensi migas yang secara teknis bisa diproduksi, tetapi belum ekonomis).  Pemerintah telah menetapkan target contingent resource  tahun 2025 yang sebesar 650 juta barel setara minyak (million barrels of oil equivalent (/MMBOE).

Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat capaian contingent resource hingga Juni 2025 sudah mencapai 919 MMBOE atau tercapai 151,9%. Adapun outlook capaian contingent resource hingga Desember 2025 akan mencapai sekitar 1.143 MMBOE yang jika bisa direalisasikan maka akan tercapai sebesar 189%.

Keberadaan contingent resource di industri hulu migas sangat menentukan karena semakin besar volume contingent resource yang diperoleh setiap tahun maka semakin besar pula potensi hulu migas yang bisa ditingkatkan menjadi cadangan dan diproduksikan dimasa yang akan datang.

Pada tahun 2024, Pemerintah mulai menetapkan contingent resource sebagai salah satu key performance indicator (KPI) industri hulu migas untuk melengkapi KPI reserve replacement ratio (RRR). Ketika contingent resource berujung pada plan of development (POD), artinya sudah ada kepastian komersialisasi. Selanjutnya contingent resource meningkat menjadi RRR.

Rikky Rahmat Firdaus, Deputi Eksplorasi Pengembangan dan Manajemen Wilayah Kerja SKK Migas mengatakan tingginya capaian contingent resource menunjukkan bahwa secara potensi sumber daya migas di Indonesia masih menjanjikan.

Dia menjelaskan salah satu upaya yang dilakukan oleh SKK Migas mendorong undeveloped discovery statusnya dapat ditingkatkan melalui penetapan status eksplorasi (PSE). Dari total 279 struktur undeveloped discovery, yang sudah PSE mencapai 83 struktur dengan potensi 216 MMBO minyak dan 3,8 TCF gas dengan yang belum PSE mencapai 196 struktur dengan potensi 1125 MMBO minyak dan 8,3 TCF gas.

Tantangan dalam mendorong sumber daya menjadi cadangan adalah komersialisasinya, agar setiap sumber daya dapat masuk pada fase plan of development (POD). Terkait hal tersebut Rikky menjelaskan bahwa ada potensi yang berada di lapangan marginal ataupun stranded area yang belum ada infrastruktur pendukungnya.

“Upaya untuk melakukan komersialiasi melalui trucking, potensi pembangunan mini LNG maupun mini LPG, pemanfaatan aset hulu migas dan lainnya terus didorong. Kami bersyukur Pemerintah telah memberikan dukungan agar lapangan yang kurang ekonomis dapat menjadi ekonomis dengan insentif-insentif fiskal maupun non fiskal” ujar dia.