JAKARTA – Domestic Market Obligation (DMO) batubara sudah menjadi kewajiban hukum bagi para pemegang Izin Usaha Produksi (IUP) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B). Tidak ada alasan untuk kesulitan memenuhi DMO, karena ini terkait pemenuhan kebutuhan energi dalam energi. Demikian disampaikan Ahmad Redi, Pakar Hukum Sumber Daya Alam Universitas Tarumanegara.

Redi mengatakan, DMO merupakan salah satu pilar ketahanan energi nasional. Di sinilah kehendak konstitusi Indonesia ada bahwa batubara harus memberikan sebesar-besar kemakmuran rakyat, dalam hal ini sebagai sumber energi untuk elektrifikasi.
“Tantangannya, yaitu perusahaan tambang yang hanya berpikir pada profit perusahaan semata, tanpa memikirkan kepentingan nasional. Padahal, DMO hanyalah sebagian kecil dari produksi mereka,” kata Redi, kepada Dunia Energi, Selasa(4/1).

Menurut dia, perencanaan pasokan batubara yang baik menjadi hal yang penting dilakukan oleh PT PLN (Persero). Apabila perencanaan kebutuhan batubara telah dengan baik dilakukan, tentu krisis pasokan tidak akan terjadi apalagi produksi batubara beberapa waktu terakhir terus meningkat.

Redi mengatakan, soal harga jual beli batubara untuk PLN ini soal harga yang terkait dengan APBN. Artinya tiap dollar kenaikan batubara maka akan berdampak pada pengeluaran PLN yang sangat potensial dengan kenaikan tarif listrik.

Menurut Redi, di tengah harga batubara dunia yang terus naik, intervensi pemerintah yang menjaga harga batubara sesuai dengan kemampuan PLN sudah sangat baik.
“Batubara bukanlah semata sebagai komoditas , tapi sebagai modal dasar pembangunan nasional Indonesia dalam elektrifikasi,” ujarnya.

Ia menekankan agar pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) harus memperketat pengawasan karena pada bulan Agustus 2021 sudah ada pelarangan ekspor bagi yang tidak memenuhi kewajiban DMO. Pada Agustus 2021 sudah ada Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM 139.K/HK.02/MEM.B/2021 tentang Pemenuhan Kebutuhan Batubara, yang isinya memperketat ekspor batubara.
“Namun kenyataannya masih ada krisis stok batubara nasional untuk PLTU. Berarti pengawasan Kementerian ESDM tidak jalan optimal dan tidak diantisipasi sejak bulan Agustus,” ujar Redi.(RA)