JAKARTA – PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGE/PGEO) menjalin kemitraan strategis dengan PT PLN Indonesia Power (PLN IP) untuk mendorong percepatan pengembangan potensi panas bumi di Indonesia. Kemitraan ini menandai langkah progresif dalam mencapai target transisi energi.

Kemitraan ini ditandai dengan dilakukannya penandatanganan Joint Development Study Agreement (JDSA) oleh Direktur Utama PGE Julfi Hadi dan Direktur Pengembangan Bisnis Dan Niaga PLN IP Bernadus Sudarmanta di Bali, Kamis (22/2).

Julfi menyampaikan PGE dan PLN IP mengadopsi skema baru untuk meningkatkan komersialisasi proyek panas bumi dengan menambah kapasitas produksi listrik melalui utilisasi brine (air panas hasil pemisahan uap).

Kerja sama kedua perusahaan, kata dia, merupakan salah satu terobosan yang dinantikan untuk pengembangan bisnis panas bumi. Melalui JDSA ini, kata dia, terdapat juga sejumlah target Feasibility Study (FS), di antaranya adalah proyek co-generation yang attractive dan bankable dengan kajian yang dilakukan secara komprehensif dan prudent sehingga mampu mencapai tingkat komersialitas yang optimal.

“Target berikutnya adalah proyek IRR attractive dengan penyelesaian Power Purchase Agreement (PPA) secara cepat sesuai koridor harga dalam Perpres 112/2022. Dalam hal ini,  pemanfaatan teknologi yang terbukti dan mature sehingga dapat menghasilkan peningkatan efisiensi, Commercial Operation Date (COD) yang lebih cepat, serta capex yang lebih rendah,” ungkap Julfi.

Kerja sama ini merupakan bentuk kolaborasi dua group BUMN energi di Indonesia dimana PLN sebagai pembeli tunggal (sole off-taker) dan PGE sebagai pemimpin di sektor energi panas bumi untuk memaksimalkan pemanfaatan potensi panas bumi Indonesia. Hal ini juga sekaligus untuk meningkatkan komersialisasi bisnis ini sebagai upaya strategis meraih target 1 GW kapasitas terpasang dalam 2 hingga 3 tahun ke depan.

Potensi penambahan kapasitas terpasang melalui imlementasi co-generation ini sampai dengan 230 MW. Untuk saat ini lokasi yang menjadi prioritas untuk dari dilakukannya FS adalah Ulubelu bottoming unit (BU) 30 MW dan Lahendong BU 15 MW.

Sementara itu, Bernadus menilai dengan diwujudkannya JDSA ini sesungguhnya menjadi bentuk pencapaian penting. Ia juga menyebut kemitraan ini sebagai langkah awal yang tepat untuk mewujudkan transisi energi dan upaya tinggal landas menuju pertumbuhan bisnis panas bumi yang lebih baik ke depan. “PGE dan PLN IP berkomitmen untuk mengupayakan percepatan penyelesaian PPA sehingga target operasi juga dapat diraih lebih cepat,” ujarnya.

Kedua pihak bersepakat untuk mempercepat proyek ini dan menjadikannya sebagai model bisnis untuk pengembangan panas bumi ke depan dan mengharapkan JDSA ini dapat mempercepat pengembangan PLTP untuk mendukung transisi energi terutama dengan karakteristik panas bumi sebagai beban listrik dasar (baseload).

“Kolaborasi dan sinergi menjadi kunci untuk mempercepat pertumbuhan potensi panas bumi Indonesia. Kami optimistis JDSA ini akan berkontribusi secara signifikan dalam mencapai aspirasi PGE untuk menjadi 1 GW company,” kata Julfi.(RA)