JAKARTA – Keterlambatan pengembangan dan pembangunan kilang minyak yang dilakukan PT Pertamina (Persero) berpotensi besar memberikan dampak negatif terhadap pengembangan berbagai sektor industri yang memanfaatkan hasil pengolahan minyak. Achmad Widjaja, Wakil Ketua Komite Tetap Kamar Dagang Industri (Kadin) Indonesia Bidang Industri Hulu dan Petrokimia, mengungkapkan apabila kondisi keterlambatan yang membayangi proyek kilang terus dibiarkan maka cita-cita implementasi industri 4.0 tidak akan pernah bisa tercapai.

“Industri sangat kecewa atas keterlambatan revitalisasi proyek-proyek kilang, sehingga perencanaan industri intermediate sampai ke hilir terganggu. Apalagi Kemenperin
terus mendorong industri 4.0 dimana bahan baku terus impor yang saat ini sangat tinggi, pencapaian daya saing tidak akan bisa dicapai,” kata Achmad kepada Dunia Energi, Senin (6/8).

Empat proyek revitalisasi atau pengembangan kilang yang ditugaskan pemerintah adalah Kilang Balikpapan, Cilacap, Balongan dan Dumai. Selain itu, dua kilang baru juga akan dibangun, yakni Kilang Tuban dan Bontang. Selain untuk menambah kapasitas pengolahan yang sekarang hanya 800 ribu barel per hari (bph) menjadi dua juta bph, proyek-proyek kilang tersebut juga diproyeksikan akan meningkatkan kemampuan pengolahan minyak dan petrokimia.

Tiga proyek kilang yang intensif dikerjakan sekarang adalah Balikpapan, Cilacap dan Tuban. Namun perkembangannya terkesan jalan ditempat. Untuk Kilang Balikpapan misalnya, Pertamina merubah strategi dari pembangunan secara mandiri, menjadi harus mencari partner untuk membagi pembiayaan kilang terbilang cukup besar. Apalagi Kilang Balikpapan ditargetkan rampung paling cepat pada 2021.

Untuk Kilang Cilacap sampai sekarang belum ada kejelasan pembentukan perusahaan patungan (Joint Venture/JV) dengan partner Saudi Aramco. Untuk kilang Tuban permasalahan yang dihadapi adalah terkait ketersediaan lahan.

Presiden Joko Widodo bahkan sampai harus memanggil Pertamina pada pekan lalu guna mendapatkan kejelasan tentang pembagunan kilang. Isu adanya permasalahan keuangan Pertamina akibat banyaknya beban penugasan dari pemerintah dinilai sebagai salah satu penyebab lambatnya proyek kilang. Sehingga berbagai strategi pengembangan kilang seperti partnership harus dikaji ulang.

Djoko Siswanto, Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM, mengungkapkan sah-sah saja Pertamina melakukan perubahan strategi, apalagi proyek kilang membutuhkan dana besar.
“Makanya kami persilahkan cari lagi partner. Barangkali dengan ada partner bisa langsung bangun, crude-nya dari mereka (partner). Investasi dari mereka, silahkan,” ungkap Djoko.

Pemerintah, kata Achmad harus mempunyai ketegasan dalam proyek kilang sehingga sang eksekutor dalam hal ini Pertamina juga bisa fokus.  “Hal ini (keterlambatan revitalisasi) akan menghambat semua proses industri nasional ke depan. BUMN melalui Pertamina wajib fokus kembangkan kilang, mari stop impor BBM,” tandas Achmad.(RI)