JAKARTA – Pemerintah diminta untuk memprioritaskan alokasi pasokan gas serta harga khusus untuk industri pupuk yang bakal berpengaruh langsung terhadap harga pangan dan ketersediaan pangan nasional.

Bambang Hermanto, Anggota Komisi VII DPR RI, menegaskan kebijakan pemerintah terhadap kepastian pasokan maupun harga pupuk sangat wajar, apalagi jika dikaitkan dengan ketahanan pangan nasional. Keberpihakan pemerintah untuk menetapkan pasokan gas serta harganya untuk pupuk kata dia tidak bisa ditawar karena dari sisi produk yang dihasilkan juga langsung menjadi produk utama yang dibutuhkan masyarakat yaitu pangan.

Industri pupuk, kata Bambang,  tidak bisa disamakan dengan enam industri lain yang mendapatkan fasilitas harga gas khusus. “Ini perlu juga mengevaluasi, evaluasi dari tingkat kepentingan dan kebutuhannya. Jadi kalau pupuk, gelas kaca, jangan dan tidak boleh disamakan karena tingkat kebutuhannya berbeda,” ungkap Bambang disela rapat dengan Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM dan industri pupuk, Rabu (3/4).

Lebih lanjut Bambang menilai jika terjadi gangguan terhadap alokasi gas atau harganya tinggi maka dampak dominonya ke masyarakat akan lebih besar dan terasa.

“Kami mendorong agar pupuk dapat porsi yang paling murah, karena tinggi kebutuhannya dan produk strategis. Kalau pasokannya kurang dampaknya akan lebih banyak ke masyarakat,” kata Bambang.

Sementara itu, Moreno Suprapto, Anggota Komisi VII DPR RI lainnya menyatakan, industri pupuk harus didorong untuk meningkatkan kerjasama dengan para kontraktor atau produsen gas. Kenaikan harga gas sebesar US$1 dinilai bebannya akan menambah beban bagi Pupuk Indonesia.

“Kita mendorong Pupuk Indonesia bisa bekerja sama dengan KKKS, Pupuk Indonesia membayar US$5 . Distribusi gas tetap terjamin. Pemerintah untuk mengalokasikan profit sharing tersebut untuk menutup selisihnya. Pupuk sangat vital bagi kesejahteraan bangsa Indonesia dan pertumbuhan ekonomi,” kata Moreno.

Pada kesempatan yang sama Rahmad Hardadi, Direktur Utama PT Pupuk Indonesia (Persero), mengatakan kebutuhan gas sangat penting dalam menentukan produksitifitas pupuk. Sebab, gas merupakan komponen utama dalam memproduksi urea dan NPK.

“Komponen gas pada produksi Urea mencapai 71% sedangkan NPK 5%. Maka ketersediaan gas dan akses harga gas yang murah menjadi pendukung utama untuk produktifitas pertanian kita,” kata Rahmat.

Tutuka Ariadji, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, menjelaskan pada tahun ini saja kebutuhan gas untuk industri pupuk mencapai 820 MMSCFD. Pada tahun 2027, naik menjadi 850 MMCSFD dan akan naik sampai 1.076 MMSCFD pada tahun 2030.

“Hal ini memerlukan koordinasi dan keseriusan segala pihak agar dapat memastikan kebutuhan gas industri dapat dipenuhi industri gas nasional,” kata Tutuka.(RI)