Panas bumi, salah satu energi baru terbarukan (EBT) yang siap dikembangkan secara masif di Indonesia, namun membutuhkan biaya investasi yang cukup besar.

JAKARTA – Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Rofi’ Munawar mendesak agar rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi didasarkan pada opsi yang tepat. Salah satunya dengan mengkompensasikan dana subsidi yang bisa dihemat, dalam bentuk pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT).

Hal ini diungkapkan Rofi’ di Jakarta, Rabu, 10 April 2013, menanggapi rencana pemerintah mengurangi subsidi BBM, dengan salah satu opsi utama menaikkan harga. Termasuk yang diungkapkan presiden saat membuka Munas ke-9 Asosiasi Pengusaha Indonesia di Jakarta, Senin, 8 April 2013.

Menurut Rofi’, dalam membahas pengurangan subsidi BBM, pemerintah terlalu mengedepankan opsi menaikkan harga. Padahal masalah utama tingginya subsidi BBM, ada pada struktur produksi yang mengalami penurunan terus menerus setiap tahun.

“Pemerintah harus menjelaskan dan memaparkan berbagai alternatif opsi tersebut kepada masyarakat, sehingga diharapkan adanya pertimbangan yang matang dan dapat diberikan masukan yang efektif,” tutur anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) ini.

Legislator dari Daerah pemilihan (Dapil) Jawa Timur (Jatim) VII ini menambahkan, jika pemerintah tetap bersikeras menaikan harga BBM bersubsidi, maka kompensasi tidak boleh berupa Bantuan Langsung Tunai (BLT) seperti kebijakan pasca kenaikan BBM di masa lalu.

Karena BLT sesungguhnya tidak menyentuh persoalan pokok masyarakat, baik di sektor konsumsi maupun sektor produksi. Maka dari itu, lanjutnya, seharusnya kompensasi BBM bersubsidi diarahkan untuk pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT), pembangunan infrastruktur energi, dan sektor riil di masyarakat.

“Pemerintah harus segera merumuskan kebijakan migas yang lebih strategis dan komprehensif, jangan sampai kita terus terjebak pada persoalan subsidi BBM terus menerus setiap tahun,” tandasnya.

Ia menilai, beberapa pekan terakhir ini, justru yang terlihat ialah inkonsistensi kebijakan pemerintah, yang plin plan terhadap harga BBM bersubsidi. Satu waktu mengatakan naik, namun beberapa waktu kemudian tidak akan naik. “Ini menunjukan bahwa kebijakan harga BBM bersubsidi tidak dirumuskan dengan matang” tegas Rofi.

Dalam APBN tahun anggaran 2013, alokasi anggaran subsidi mencapai Rp316,1 triliun. Alokasi anggaran belanja subsidi dalam APBN tahun anggaran 2013 tersebut akan disalurkan untuk subsidi energi sebesar Rp274,7 triliun, yaitu subsidi BBM sebesar Rp193,8 triliun, dan subsidi listrik sebesar Rp80,9 triliun.

Jika kenaikan BBM terjadi di tahun 2013, kata Rofi’, maka akan mendorong peningkatan inflasi dan menambah beban masyarakat, mengingat belum lama ini kenaikan tarif dasar listrik telah dilakukan oleh pemerintah di awal tahun.

(Iksan Tejo/duniaenergi@yahoo.co.id)