JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan tidak ada larangan bagi PT Freeport Indonesia mengajukan tambahan kuota ekspor konsentrat sepanjang memenuhi syarat.

Bambang Gatot Ariyono, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, mengungkapkan telah mendapatkan informasi mengenai rencana permintaan penambahan ekspor konsentrat Freeport.  “Bisa saja (tambah kuota), kan mengacu ke evaluasi progress smelter dan produksi di Rencana Kegiatan dan Anggaran Biaya (RKAB),” kata Bambang ditemui di Kementerian ESDM, Kamis malam (9/5).

Berdasarkan aturan yang ada, salah satu syarat perusahaan untuk mendapatkan izin ekspor adalah progress dalam pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian atau smelter sesuai dengan target yang ditetapkan pemerintah.

Freeport Indonesia sudah secara terbuka menyampaikan rencana permintaan penambahan ekspor. Ini tidak lepas dari digenjotnya produksi dari tambang terbuka (open pit) menjelang transisi atau perpindahan kegiatan penambahan secara penuh ke tambang bawah tanah Grasberg.

Riza Pratama, Juru Bicara Freeport,  mengatakan penambahan kuota ekspor  diajukan karena perusahaan masih mempunyai stok di open pit yang bisa digunakan.

“Ada rencana mengajukan kuota ekspor, tapi belum tahu berapa besarnya dan belum tahu kapan,” katanya.

Menurut Riza, rencana penambahan ekspor masih dievaluasi terutama terkait volume yang akan diajukan. Freeport juga masih membaca pergerakan pasar konsentrat.

Selama ini ada beberapa negara Asia yang jadi tujuan utama ekspor konsentrat Freeport Indonesia yakni China, Jepang, India dan Korea Selatan.

Besaran hitungan tersebut selain dipengaruhi stok yang ada  juga masih menunggu minat pasar ekspor.

“Kalau yang minat atau standby buyer sih pasti ada. Tapi kan makanya besarannya berapa tetap perlu kami hitung,” kata Riza.

Kathleen Quirk, Direktur Keuangan Freeport McMoRan, sebelumnya mengatakan jumlah produksi konsentrat yang bisa bertambah tidak terlalu besar, bahkan tidak sampai 50% dari kuota ekspor yang diberikan pemerintah Indonesia.

“Saya pikir sekitar 40 ribu ton konsentrat (tambahan produksi), Itu bukan jumlah yang besar, tapi kiami menginginkan fleksibilitas,” kata Quirk dalam conference call kinerja Freeport belum lama ini.

Dalam laporan operasi perusahaan kuartal I 2019 produksi bijih harian Freeport Indonesia hanya 150.500 ribu ton per hari, turun dibanding periode yang sama tahun lalu 173.600 ton per hari.

Saat ini, Freeport sudah mengantongi izin ekspor konsentrat dengan volume sebesar 198.282 ton. Kuota tersebut anjlok drastis dibanding dengan kuota sebelumnya yang mencapai 1,25 juta ton. Hal tersebut merupakan dampak dari transisi perpindahan tambang open pit ke bawah tanah.(RI)