JAKARTA – Pemerintah begitu menggebu-gebu mendorong agar kerja sama antara PT Freeport Indonesia (PTFI) dan Tsingshan untuk membangun smelter bisa terjalin. Dalam waktu dekat kedua perusahaan dijadwalkan melakukan finalisasi rencana kerja sama tersebut.

Septian Hario Seto, Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves, menyatakan akhir Maret nanti ada keputusan seperti apa kerjasama kedua perusahaan ini.

“Memang ada rencana PTFI bekerjasama dengan Tsinsang. Saat ini mereka masih melakukan pembahasan. Akhir maret ditargetkan akan ada konsklusi seperti apa kerjasama ini,” ujar Seto.

Kemenko Marves menilai kerjasama PTFI dengan Tshingshan membuat biaya investasi besar yang digelontorkan Freeport tidak perlu terjadi. Menurut Seto PTFI paling tidak hanya perlu berkontribusi paling tidak 7,5% dari share saham pembentukan pabrik ini.

“Ini atraktif ya sebenarnya. PTFI cuman butuh pendanaan 7,5 persen dari total investasi. Ini dibandingkan bangun di gresik lebih attractive ini. Tapi ini balik lagi, masih nego dan mencari win win solutionnya,” ujar Seto.

Dengan adanya kerjasama ini berarti PTFI sudah diberikan lampu hijau oleh pemerintah untuk bisa memenuhi kewajibannya membangun smelter namun dengan cara membagi kapasitas smelter melalui beberapa pembangunan smelter. Langkah ini memang diambil Freeport untuk mengurangi beban investasi PTFI dalam membangun smelter.

Awalnya PTFI musti membangun pabrik smelter baru di Gresik sebesar 2 juta ton. Namun, PTFI menilai rencana ini tidak ekonomis sehingga perusahaan akan membagi kewajiban kapasitas pabrik dengan melakukan pengembangan kapasitas di PT Smelting sebesar 700 ribu ton dan 1,3 juta ton di kapasitas pabrik baru. Dengan bergabungnya PTFI dengan smelter yang dibangun bersama Tshingshang.

“Iya, boleh dibagi kapasitasnya. Yang penting tetap utuh 2 juta ton kapasitasnya. Dan wajib membuat pabrik pemurnian,” kata Seto. (RI)