JAKARTA – Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Founding Father negara Indonesia, Sukarno, dalam sebuah kesempatan pernah berkata, “Indonesia adalah Negara Lautan yang ditaburi oleh Pulau – Pulau.”

Indonesia memiliki 17.499 pulau yang terbentang dari Sabang hingga Merauke, dari Miangas sampai Rote, dengan luas total wilayah Indonesia sekitar 7,81 juta km2. Dari total luas wilayah tersebut 3,25 juta km2 adalah lautan dan hanya sekitar 2,01 juta km2 yang berupa daratan. Oleh karenanya, kedaulatan energi tidak bisa terlepas dari peran penting sektor maritim.

“Kedaulatan energi dikaitkan dengan negara berdaulat adalah penguasaan wilayah secara eksklusif, di mana ada tiga macam kedaulatan yaitu kedaulatan energi, kedaulatan ekonomi, dan kedaulatan pangan. Tidak bisa kita berbicara mengenai kedaulatan energi, ekonomi maupun pangan tanpa berbicara mengenai maritim didalamnya,” kata Capt Marcellus Hakeng Jayawibawa, salah satu Pengurus dari Dewan Pimpinan Pusat Ahli Keselamatan dan Keamanan Maritim Indonesia (AKKMI) di webinar Festival Bisnis dan Investasi (FBI) yang diselenggarakan Dewan Energi Mahasiswa (DEM) Indonesia, di Jakarta, Selasa (21/9).

Capt Hakeng yang juga Assistant Manager Product International Operation di PT Pertamina International Shipping (PIS), menekankan bahwa kedaulatan merupakan hak eksklusif untuk menguasai suatu wilayah pemerintahan dalam tiga tingkatan yaitu kedaulatan, ketahanan, serta kemandirian energi. Selama ini, kata dia, sasaran fokus hanya menciptakan kedaulatan energi dan melupakan kemandirian dalam pemenuhan energi.

Capt Hakeng mengatakan Indonesia adalah bangsa maritim, dimana 67% dari seluruh wilayahnya adalah air. Perlu pemikiran komprehensif untuk mencapai kedaulatan energi. Pola pikir bahwa penciptaan bisnis dengan menyertakan kapal-kapal serta para pelaut di dalamnya,akan mendorong kedaulatan energi.

“Jarak tempuh Wayame ke Saumlaki sejauh 650 km (setara Jakarta ke Surabaya), mau pakai apa untuk menciptakan kedaulatan energi disana? Pakai kabel laut dikirim listriknya dari Wayame? Kedalaman lautnya bisa lebih dari 3.000 meter. Mau diusahakan sendiri saja dengan membuat pembangkit listrik mandiri? Satu-satunya alternatif yang masuk akal saat ini adalah dengan mengirimkannya melalui kapal,” kata Capt Hakeng.

Ia pun mengajak semua lapisan masyarakat untuk mengevaluasi roadmap kedaulatan energi yang sudah terlanjur disusun. “Kita bangsa maritim. Jadikan itu salah satu landasan berpikir, sekali salah langkah maka akan sulit mengejar kembali ketertinggalan,” kata Capt Hakeng.(RA)