JAKARTA – Kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) akan berakhir pada akhir 2024. Pemerintah sampai saat ini belum memutuskan kelanjutan kebijakan tersebut.

Sejumlah industri sudah bersuara agar kebijakan HGBT tersebut dilanjutkan. Salah satu industri yang paling berharap kebijakan harga gas maksimal US$6 per MMBTU tersebut adalah industri pupuk.

Rahmad Pribadi, Direktur Utama PT Pupuk Indonesia, menegaskan bahwa kebijakan harga gas sangat krusial bagi target ketahanan pangan nasional.

Dia menjelaskan jika kebijakan HGBT tidak dilanjutkan naka harga gas naik dampak ke harga pupuk naik. Sementara jika harga pupuk naik dari sisi pupuk subsisi tagihan pemerintah akan meningkat, kemudian untuk non subsidi harga pupuk yang dibeli petani naik, otomatis orang akan kurangi konsumsi pupuk pasti produktifitas turun. “Ini kaitannya panjang, HGBT ada dampak langsung ke pencapaian ketahanan pangan nasional. Kebijakan ini berakhir 31 des 2024. Kami harap kebijakan HGBT diteruskan,” kata Rahmad dalam gathering bersama media, Senin (18/3).

Kementerian Keuangan cukup selektif dalam penerapan kebijakan HGBT pasalnya konsekuensi dari kebijakan ini adalah menggerus penerimaan negara.

Kementerian ESDM dan Kementerian Perindustrian menjadi pihak yang mau melanjutkan kebijakan ini. Namun di sisi lain, kedua kementerian tersebut juga tidak selalu berada di jalan yang sama. Kementerian ESDM menegaskan industri yang menikmati harga gas khusus harus selektif dan yang terbukti benar-benar memberikan multiplier effect serta mampu mengcover menurunnya penerimaan negara dengan peningkatan lapangan kerja maupun pendapatan negara dari pajak.

Lain hal dengan Kementerian Perindustrian yang diketahui terus meminta adanya perluasan kebijakan HGBT atau memperluas sektor industri yang menerima kebijakan HGBT.

Pemerintah sebelumnya memang sudah berikan signal untuk melanjutkan kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) sebesar US$ 6 per MMBTU untuk tujuh sektor industri. Namun kali ini pengawasannya dijanjikam akan lebih ketat hal ini lantaran realisasi konsumsi gas yang sudah dialokasikan justru sering tidak mencapai target.

Rizal Fajar Muttaqien, Koordinator Penyiapan Program Migas Kementerian ESDM, menyatakan evaluasi terhadap pengguna HGBT masih berlangsung. Kementerian ESDM tidak sendiri karena berkoordinasi dengan Kementerian Perindustrian.

Kepmen ESDM No 134 Tahun 2020 tentang kebijakan HGBT sendiri akan berakhir pada tahun 2024. Kementerian Perindustrian sendiri kabarnya telah menyampaikan usulan untuk melanjutkan kebijakan tersebut.

“Hanya memang kami dari ESDM masih menunggu evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan HGBT yang sudah berjalan selama ini dan tentunya ketika HGBT itu diputuskan untuk diteruskan tentunya juga memperhatikan ketersediaan bagian negara yang digunakan untuk penyesuaian harga gas,” kata Rizal.

Apa yang dilakukan oleh pemerintah memang wajar, karena negara pada dasarnya sudah dirugikan akibat adanya penurunan penerimaan negara.

Berdasarkan catatan SKK Migas pada tahun 2023, akibat menerapkan kebijakan harga gas tersebut penerimaan negara dari hulu migas sudah turun hingga lebih dari US$ 1 miliar. Ini tentu bukan indikator yang baik. Kini pemerintah tengah mengevaluasi juga multiplier effect yang benar-benar dihasilkan dari kebijakan harga gas. (RI)