JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merilis potensi penyimpanan karbon di Indonesia berdasarkan kajian yang dilakukan oleh LEMIGAS. Dari hasil kajian tersebut total kapasitas karbon di Indonesia berasal dari 20 cekungan atau basin mencapai 572,77 giga ton.

Tutuka Ariadji, Dirjen Migas Kementerian ESDM, mengatakan perhitungan potensi kapasitas penyimpanan karbon tersebut berasal dari 20 cekungan yang statusnya merupakan cekungan yang sudah berproduksi yang paling besar itu cekungan North East Jawa dan yang paling kecil cekungan Bawean.

“Saat ini ada 128 cekungan migas, yang terdiri dari 20 cekungan berproduksi, yang kita hitung 20 cekungan berproduksi, dari 128 itu masih ada 27 cekungan dengan discovery dan selebihnya cuman prospektif yang belum dieksplorasi,” kata Tutuka disela penutupan puncak bulan K3 Nasional di subsektor migas, Selasa (20/2).

Informasi kapasitas saline aquifer dari LEMIGAS ini tentu jauh lebih besar dari yang pernah dirilis oleh ExxonMobil yang menyebutkan kapasitas penyimpanan antara 80 – 200 giga ton.

Ariana Soemanto, Kepala LEMIGAS, menjelaskan angka yang dirilis pemerintah merupakan angka basis yang dapat dijadikan modal utama dalam aktifitas selanjutnya yang nantinya bisa dilakukan oleh berbagai pihak termasuk para pelaku usaha.

“Angka 572 itu high level asessment untuk kepentingan studi atau aktifitas selanjutnya. Jadi, kalau kami lihat di berbagai paper, Malaysia punya 140-an giga ton dan kita (Indonesia, red) punya 572 giga ton. Begitu juga dengan Amerika, Kanada, itu mereka punya up to 20 ribuan giga ton. Jadi, ini milestone bahwa di kita  juga ada,” kata Ariana.

Dia menjelaskan angka tersebut berasal dari cekungan sehingga untuk mendapatkan angka pasti memang harus dilakukan kajian jauh lebih komperehensif. “Seperti Pak Dirjen Migas sampaikan ini levelnya basin cekungan. Kalau Tangguh levelnya sudah field,” ujar Ariana.(RI)