JAKARTA – Pemerintah secara resmi mulai menerapkan kebijakan campuran solar dengan biodiesel 30% atau B30. Program tersebut lebih cepat dari yang sudah dijadwalkan sebelumnya yakni pada 1 Januari 2020.

Presiden Joko Widodo mengatakan implementasi program B30 sejatinya dimulai awal 2020, namun dipercepat menjadi akhir 2019. Ada tiga alasan pemerintah terus melakukan percepatan implementasi program biodiesel.

Pertama, program tersebut merupakan bentuk ikhtiar untuk mencari sumber-sumber energi baru terbarukan. Indonesia harus melepaskan diri dari ketergantungan pada energi fosil yang suatu saat pasti akan habis.

“Pengembangan energi baru terbarukan juga membuktikan komitmen kita untuk menjaga planet bumi, menjaga energi bersih dengan menurunkan emisi gas karbon, dan untuk meningkatkan kualitas lingkungan. Ini energi bersih,” kata Jokowi disela peresmian B30 di Jakarta, Senin (23/12).

Kemudian ketergantungan Indonesia pada impor bahan bakar minyak (BBM), termasuk solar cukup tinggi. Padahal Indonesia juga merupakan negara penghasil sawit terbesar di dunia. Sawit sendiri bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar nabati.

“Dengan potensi sawit sebesar itu, kita punya banyak sumber bahan bakar nabati sebagai pengganti bahan bakar solar. Potensi itu harus kita manfaatkan untuk mendukung ketahanan dan kemandirian energi nasional,” ungkap Jokowi.

Lebih lanjut Ia meminta berbagai usaha untuk mengurangi impor, khususnya solar, harus terus dilakukan dengan serius. Dari sisi penghematan B30, Jokowi yakin pemerintah bisa menghemat banyak devisa negara.

“Kalkulasinya jika kita konsisten menerapkan B30 itu yang akan dihemat devisa kurang lebih Rp63 triliun. Jumlah yang sangat besar sekali,” ungkapnya.

Ketiga, penerapan B30 juga akan menciptakan permintaan domestik akan minyak sawit mentah (CPO) yang sangat besar. Menurut Presiden, implementasi B30 juga akan menimbulkan efek berganda terhadap 16,5 juta petani dan pekebun kelapa sawit.

“Ini artinya program B30 akan berdampak pada para pekebun kecil maupun menengah, petani rakyat yang selama ini memproduksi sawit, serta para pekerja yang bekerja di pabrik-pabrik kelapa sawit,” jelas Jokowi.

Dia menegaskan bahwa program ini sendiri akan dipantau perkembangannya secara langsung hingga masuk ke B40, B50, dan B100 nantinya, Indonesia tidak akan mudah untuk ditekan oleh negara-negara lain. Seperti diketahui, ekspor CPO Indonesia kerap menghadapi tantangan berupa kampanye negatif, misalnya dari Uni Eropa.

“Bagi saya tidak cukup hanya sampai ke B30, tapi saya sudah perintah lagi kepada Menteri dan Dirut Pertamina untuk masuk nanti tahun depan ke B40 dan awal 2021 juga masuk ke B50,” kata Jokowi.

Nicke Widyawati, Direktur Utama PT Pertamina (Persero), menyatakan Pertamina telah melakukan langkah cepat dengan melakukan uji coba penyaluran B30 sejak November 2019 di beberapa kota besar antara lain Palembang, Sumatera Selatan, Yogyakarta, Jawa Tengah, Balikpapan, Kalimantan Timur hingga Sorong, Papua.

“Pertamina telah menyiapkan 28 TBBM (terminal bahan bakar minyak) sebagai titik simpul pencampuran B30, yang nantinya akan disalurkan ke seluruh SPBU millik Pertamina di seluruh Indonesia. Masyarakat bisa menikmati B30 melalui produk biosolar dan Dexlite,” kata Nicke.(RI)