JAKARTA – Salah satu masalah utama tidak tercapainya target produksi migas dalam beberapa tahun kebelakang adalah seringnya terjadi unplanned shutdown. Akibatnya memang cukup signifikan karena lapangan-lapangan migas tidak dapat berproduksi hingga volume ribuan barel per hari (BPH).

Hingga jelang akhir tahun 2023 ini saja Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) mencatat kejadian unplanned shutdown tembus 800 kejadian.

Namun demikian kejadian unplanned shutdown tahun ini sebenarnya turun jika dibandingkan tahun lalu. Berdasarkan data yang dirilis SKK Migas, frekuensi unplanned shutdown turun menjadi 859 kejadian dari 908 kejadian pada tahun 2022. Ini berdampak pada potensi kehilangan produksi minyak di lapangan turun signifikan menjadi 8.157 BPH dari 12.134 BPH tahun sebelumnya.

Dwi Soetjipto, Kepala SKK Migas, menyatakan kesuksesan menurunkan angka unplanned shutdown turut memberikan pengaruh terhadap tingkat penurunan produksi migas yang terjadi pada tahun ini. Angka penurunan produksi minyak yang pada tahun 2022 mencapai 6,9% berhasil ditekan menjadi 1,1% pada tahun ini. “Untuk produksi gas lebih menggembirakan, angka penurunan tahun lalu di 2,5%, untuk tahun ini produksinya berhasil meningkat sebesar 1,3%,” ungkap Dwi di Jakarta, (11/12)

Program kerja secara masif juga berhasil dieksekusi pada tahun ini.Jumlah pengeboran mencapai 849 sumur hingga akhir tahun 2023, melampaui angka tahun sebelumnya yang hanya 790 sumur.

“Tidak hanya itu, kegiatan work over dan well service juga mengalami peningkatan signifikan, mencapai 35.849 kegiatan dari 30.755 kegiatan pada tahun sebelumnya,” kata Dwi.

Dwi juga menyoroti peningkatan keberhasilan dalam melakukan reaktivasi sumur dan penambahan lapangan migas yang aktif. SKK Migas berhasil mereaktivasi 1.142 sumur pada tahun 2023, naik dari 968 sumur di tahun 2022. Sementara lapangan migas yang aktif mencapai 398, meningkat dari 392 lapangan pada tahun sebelumnya.

Menurut dia capaian ini merupakan hasil dari kolaborasi dan kerjasama yang baik antara SKK Migas dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dalam upaya mencapai target jangka panjang pada tahun 2030.

“Meskipun masih terdapat perbedaan antara long term plan dan realisasi saat ini, pencapaian ini diharapkan menjadi entry point yang baik untuk memperkuat optimisme pada tahun 2024,” ujar Dwi.

Target produksi minyak sejauh ini memang terlihat sangat sulit untuk dicapai. Hingga oktober 2023 realisasi lifting minyak hanya 604,3 ribu barel per hari (BPH) atau hanya 91,6% dari target APBN sebesar 660 ribu BPH. Bahkan realisasi itu juga masih dibawah target Work Plan and Budget (WP&B) yang disepakati bersama para pelaku usaha yaitu sebesar 621 ribu BPH. Hingga akhir tahun ini saja SKK Migas memprediksi lifting minyak hanya 606,3 ribu BPH atau 91,9% dari target APBN. (RI)