Marwan Batubara.

Marwan Batubara.

JAKARTA – Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara kemarin sore mendadak ikut berteriak soal kasus bioremediasi. Teriakan itu tak lama setelah Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat menyatakan sidang pembacaan putusan untuk terdakwa Endah Rumbiyanti ditunda hingga 18 Juli 2013.

Teriakan itu disampaikan Marwan melalui sebuah pers rilis pada Kamis sore, 11 Juli 2013. Yang menarik adalah pernyataan-pernyataan Marwan dalam rilis tersebut, yang cenderung menunjukkan pembelaan terhadap Kejaksaan Agung (Kejagung).

Dalam rilisnya, Marwan menuduh berbagai pihak termasuk Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dan Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) sebagai pihak-pihak yang berusaha mempengaruhi proses hukum dan bersikap tidak obyektif.

Marwan mengaku dalam rilisnya bahwa apa yang diungkapkannya itu, berdasarkan informasi yang diperoleh dari sumber-sumber yang tidak disebutkan olehnya. Sedangkan Dunia Energi mencatat, dalam rentang perjalanan kasus bioremediasi yang sudah satu setengah tahun, tidak sekalipun Marwan berkomentar sebelumnya.

Baru sekali pada kemarin sore itu saja Marwan berkomentar, setelah untuk yang kedua kalinya majelis hakim bioremediasi menunda pembacaan putusan untuk terdakwa Rumbi. Sehari sebelumnya, pembacaan putusan untuk terdakwa Kukuh Kertasafari juga ditunda.  

“IRESS memperoleh informasi dari sebuah sumber di Kementerian Lingkungan Hidup bahwa proses pengerjaan bioremediasi diduga kuat telah dilakukan dengan penggelembungan biaya (mark-up) proyek. Oleh sebab itu, dugaan adanya penggelembungan biaya pekerjaan ini dalam Cost Recovery seperti yang ditemukan oleh Kejaksaan Agung bisa jadi merupakan sebuah kebenaran. Karena itu pula, upaya yang sedang dilakukan oleh Kejagung layak untuk didukung oleh publik,” ujar Marwan dalam rilisnya.

Marwan juga menyebut dalam rilisnya, dalam proses peradilan yang sedang berlangsung, IRESS meminta kepada instansi pemerintah baik Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup, Sekretaris Kabinet maupun UKP4, untuk bersikap netral dan tidak melakukan tekanan terhadap para hakim dan Kejagung.

Diminta tanggapan terkait teriakan Marwan ini, Maqdir Ismail selaku penasehat hukum karyawan PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) justru menilai bahwa pernyataan Marwan dalam rilisnya itu, bisa ditafsirkan sebagai upaya mempengaruhi proses hukum, dan bisa dianggap seperti hasutan karena membahas kasus bioremediasi di publik tanpa menghadirkan fakta-fakta.

“Pertama, kita tidak pernah mendengar dan membaca satupun dakwaan atau tuntutan serta fakta-fakta dalam persidangan seputar penggelembungan biaya dalam proyek bioremediasi. Kedua, pejabat-pejabat KLH telah bersaksi di persidangan bahwa proyek bioremediasi CPI sudah taat hukum. Oleh karena itu kami sangat prihatin dengan cara-cara yang dilakukan oleh yang bersangkutan (Marwan) dalam menyampaikan pendapatnya tanpa data-data ke publik soal kasus ini,” ujar Maqdir, Jumat, 12 Juli 2013.

Tidak Ada Kerugian Negara

Seperti yang telah didengar di persidangan, ujar Maqdir, SKK Migas sebagai wakil pemerintah yang berwenang dalam pengawasan dan persetujuan cost recovery telah menyatakan, tidak ada kerugian negara dalam kasus ini. SKK Migas telah menangguhkan pengembalian biaya proyek menunggu audit sesuai mekanisme PSC, sehingga proyek ini masih dibiayai sepenuhnya oleh CPI,” jelas Maqdir.

Begitu juga soal pernyataan Marwan bahwa dalam rapat koordinasi tentang kasus bioremediasi Chevron yang dihadiri oleh KLH, BPKP, Kejagung, dan lain-lain. Menurut Marwan, Sekretaris Kabinet sebagai pimpinan rapat, ditengarai telah melakukan tekanan dan cenderung mempermasalahkan hasil temuan kerugian negara oleh Kejagung.

Menurut Maqdir Ismail, seharusnya Marwan mengemukakan data dan fakta hukum mengenai hal tersebut. “Saya kira semua pihak harus bijak dalam menilai apa yang layak disampaikan ke publik dan apa yang tidak. Dalam negara hukum dimana pemerintah berkewajiban memastikan kepastian hukum dan koordinasi antar lembaga yang berwenang berjalan baik, maka selayaknya hal tersebut disikapi dengan positif bukan dengan berprasangka buruk,” ungkap Maqdir.

“Bagaimanapun cara-cara penegakan hukum oleh lembaga penegak hukum akan menjadi cerminan suatu pemerintahan dan wajah negara kita sehingga pasti pemerintah secara keseluruhan memiliki kepentingan dalam memastikan penegakan hukum yang benar,” jelasnya.

Menjurus Fitnah

Seperti tertuang dalam rilisnya, Marwan pun menilai bahwa UKP4 dianggap bisa punya konflik kepentingan, terkait dengan kedudukan Mas Achmad Santosa sebagai suami dari salah satu penasehat hukum karyawan CPI. Marwan mengkhawatirkan bahwa UKP4 justru akan membela kepentingan Chevron, padahal Chevron diduga kuat telah melakukan tindak pidana korupsi (tipikor) seperti yang dituduhkan oleh Kejagung,

Menanggapi hal ini, Maqdir hanya tersenyum dan berkata bahwa sebaiknya yang bersangkutan bisa menahan diri untuk tidak mendahului putusan pengadilan yang berkekuatan tetap, atau bahkan terjerumus ke dalam fitnah. Apalagi saat ini kita semua sedang berada di bulan suci Ramadhan.

“Kami tidak ingin berpolemik mengapa Pak Marwan tiba-tiba berbicara mengenai kasus bioremediasi saat ini. Kami percaya bahwa yang bersangkutan memiliki kepedulian terhadap keadilan yang harus ditegakkan dalam kasus ini. Oleh karena itu kami juga akan mengajak siapapun untuk menyampaikan fakta-fakta, bukan prasangka buruk. Sehingga masyarakat bisa mendapatkan pembelajaran yang baik mengenai proses hukum yang sedang berlangsung,” pungkas Maqdir.

(Abraham Lagaligo/abrahamlagaligo@gmail.com)