JAKARTA – Setelah batal mempercepat mandatory biodiesel 30% atau B30 pada 2019, penerapan B20 atau kewajiban mencampur bahan bakar minyak (BBM) jenis solar dengan biodiesel sebesar atau campuran solar dengan minyak kelapa sawit 20% ternyata juga tidak mulus.

Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) sebagai salah satu konsumen biodiesel mengeluhkan permasalahan yang kerap timbul dari penggunaan biodiesel. “Posisi kami menolak, kecuali ada solusi dari pemerintah untuk implementasi tersebut,” kata Kyatmaja Lookman, Wakil Ketua Aptrindo di Kantor Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jakarta, Rabu (25/7).

Kyatmaja mengatakan jika benar-benar diterapkan maka akan ada dampak terhadap sekitar 6,2 juta truk di Indonesia. Aptrindo sendiri sudah beberapa kali melakukan tes terhadap penggunaan B20, namun hasilnya masih belum sesuai harapan karena masih ditemukan permasalahan yang dapat menghambat kerja mesin.

“Kalau trial-nya 40 ribu kita sudah tahu karakteristiknya seperti apa. Di perhubungan kan pakai KIR, ini uji coba perlu dicek ke mobil-mobil lama. Kami sudah melakukan trial, masalah di engine dan endapan,” ungkapnya.

Biosolar merupakan produk BBM yang telah dicampur dengan biodiesel. 

Pemerintah sebelumnya memutuskan menunda percepatan program mandatory biodiesel. Pencampuran biodiesel, bahan bakar nabati yang berasal dari minyak kelapa sawit, dengan bahan bakar minyak hingga 30% atau B30 pada 2019 ditunda.Hal ini terjadi lantaran industri belum siap untuk meningkatkan penggunaan biodiesel 30%. “Biodiesel B20 kan sudah ditegaskan. Untuk B30 belum,” kata Airlangga Hartarto, Menteri Perindustrian saat ditemui di Kantor Kementerian Koordinator Maritim Jakarta, Selasa (24/7).

Menurut Airlangga, kemampuan industri saat ini masih terbatas pada B20. Untuk itu pemerintah akan memaksimalkan kemampuan tersebut terlebih dulu, baik untuk BBM yang disubsidi (Public Service Obligation/PSO) maupun non-PSO.

Andriah Feby Misna, Direktur Bioenergi Ditjen EBTKE Kementerian ESDM, mengungkapkan sesuai aturan yang ada B20 seharusnya sudah diimplementasikan ke seluruh sektor tidak hanya PSO, tapi juga Non-PSO. Presiden Joko Widodo baru-baru ini meminta jajarannya untuk segera merealisasikan aturan tersebut.

Andriah mengakui hingga sekarang penyerapan B20 untuk Non-PSO masih kurang maksimal. Pada 2017 hanya 8% Non-PSO yang menggunakan biodiesel. Sebesar 92% di PSO dan pembangkit listrik. “Tahun berjalan 2018 Non-PSO baru 6%,34% di PSO,” tukas dia.

Pemerintah mengklaim campuran biodiesel saat ini sudah berbeda setelah melalui berbagai kajian. Pada 2014-2015 Kementerian ESDM menjalin kerja sama dengan sektor terkait untuk melakukan kajian, termasuk mengajak perusahaan seperti Mitsubishi, Toyota, dan perusahaan manufaktur.

“Kami juga sudah meningkatkan parameter SNI biodieselnya,” kata Andriah.

Selanjutnya di sektor pertambangan, kerja sama pernah dilakukan dengan Trakindo sejak 2013. Hasilnya memang terdapat sedikit gejala gangguan, namun itu hanya dalam kondisi awal.

“Tahap awal akan ada plak, tapi setelah itu akan bersih dan berjalan dengan baik. Dari hasil uji coba, tidak ada penurunan kalori dan tidak ada penggantian injector dan aman untuk digunakan” papar Andria.

Pemerintah, kata dia berharap ada masukan dari industri sehingga bisa dilakukan berbagai upaya untuk perbaikan sehingga B20 bisa optimal implementasinya.

“Kita berharap dapat rekomendasi dari industri. Kalau manufacture minta pembenahan,” kata Andria.(RI)