JAKARTA – Perbaikan regulasi dalam hal ini penerbitan revisi undang-undang migas sangat diharapkan oleh para pelaku usaha bisa terealisasi pada tahun ini. Pasalnya para pelaku usaha menilai momentun gencarnya transisi energi sangat berkaitan dengan pemanfaatan migas khususnya gas dalam beberapa tahun ke depan.

Marjolijn wajong, Direktur Eksekutif Indoenesian Petroleum Association (IPA), menjelaskan ada empat usulan atau tuntutan utama IPA kepada pemerintah maupun DPR agar bisa dimasukkan dalam draf revisi UU Migas. Keempat usulan tersebut meliputi kepastian hukum, perbaikan dari sisi fiskal, manajemen emisi CO2 serta adanya kepastian Institusi serta kemudahan dalam perizinan.

Untuk kepastian hukum, Marjolin menyatakan persyaratan dan ketentuan KKS termasuk kontrak-kontrak pelaksananya agar diakui dan dihormati sampai akhir kontrak.

“Permasalahan dan/atau perbedaan pendapat terkait dengan implementasi KKKS, termasuk temuan audit oleh auditor negara agar diselesaikan sesuai mekanisme penyelesaian perselisihan dalam KKKS, bukan dibawa ke ranah pidana,” kata Marjolijn beberapa waktu lalu di Jakarta.

Selanjutnya adalah perbaikan fiskal yang sudah lama disuarakan para pelaku usaha dan diyakini jadi salah satu kunci utama dalam meningkatkan gairah investasi hulu migas di Indonesia.

Menurut Marjoijn, pengembalian prinsip Assume & Discharge, dimana Kontraktor hanya diwajibkan membayar pajak-pajak langsung adalah jadi kunci dalam perbaikan di lini fiskal.

“Pajak-pajak tidak langsung agar ditanggung dan/atau dibayarkan oleh Pemerintah,” ujar dia.

Kemudian adanya fleksibilitas dari sisi konsolidasi biaya untuk tujuan klaim kredit pajak. Jadi perusahaan diperbolehkan memegang lebih dari satu kontrak kerja sama dan biaya-biaya dapat dikonsolidasikan untuk tujuan perhitungan pajak (tax deductibility). “Konsolidasi ini berpotensi menstimulasi minat eksplorasi di Indonesia,” ungkap Marjolijn.

Lalu IPA juga terus menyuarakan Pemberian fasilitas Tax holiday, BPT exemption ketika di-invest lagi di Indonesia, fasiltas impor (mater list), insentif fiscal untuk kegiatan CCS/CCUS untuk menarik investasi yang lebih besar di sektor Migas.

Manajemen CO2 menjadi salah satu poin tambahan terbaru yang diminta harus dimasukkan ke dalam revisi UU Migas nanti. Menurut Marjolijn, pemerintah memang sudah berinisiatif menerbitkan aturan baru terkait penerapan Carbon Capture Storage (CCS) maupun Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS) akan tetapi masih setingkat Peraturan Menteri (Permen) bukan aturan dasar dalam bentuk UU.

“Revisi UU Migas harus memastikan kegiatan-kegiatan penurunan emisi GRK (Gas Rumah Kaca) termasuk kegiatan CCS/CCUS merupakan bagian dari kegiatan hulu migas, sehingga biaya-biaya atau pengeluaran-pengeluaran terkait merupakan bagian dari biaya operasi, karena sudah menjadi license to invest,” jelas Marjolijn.

Satu poin utama dalam pembahasan RUU Migas yang membuatnya tidak kunjung selesai adalah terkait institusi baru nanti yang akan berhubungan langsung dengan pelaku usaha sebagai kepanjangan tangan negara.

IPA kata Marjolijn mengikuti arahan Pemerintah terkait institusi pengelola Migas dengan harapan transisi dilaksanakan selancar mungkin untuk menghindari ketidakpastian bagi industri dan institusi baru tersebut diberikan kewenangan yag lebih luas dengan garis lapor langsung ke Presiden

“Institusi pengelola Migas tersebut juga bertanggung jawab dalam memperoleh izin-izin yang diperlukan dalam kegiatan operasi hulu migas dari Kementerian/
Lembaga/ Pemda terkait sehingga Kontraktor bisa fokus pada kegiatan mencari dan menemukan Migas,” kata Marjolijn. (RI)