JAKARTA – Pemerintah akhirnya bergerak dalam pembahasan Rancangan Undang Undang (RUU) Minyak dan Gas Bumi (Migas). Presiden Joko Widodo bahkan sampai menggelar rapat terbatas di Istana Negara, Rabu (23/1).

Presiden meminta jajaran pemerintahan untuk mengkaji dengan cermat dan hati-hati agar RUU Migas yang merupakan inisiatif DPR tidak bertentangan dengan konstitusi.

Jokowi mengingatkan, minyak dan gas bumi adalah sumber daya pembangunan yang strategis, tapi juga tidak terbarukan. Karena itu, RUU migas diharapkan mampu memperkuat ketahanan dan kemandirian energi nasional.

“Tujuan pembentukan RUU harusnya bukan saja mendorong peningkatan produksi migas, tapi juga mendukung penguatan kapasitas nasional, penguatan industri dalam negeri, dan investasi SDM (Sumber Daya Manusia)  di industri migas,” kata Jokowi.

Presiden menekankan agar revisi UU migas dijadikan sebagai momentum untuk reformasi tata kelola migas, sehingga lebih efisien, transparan, tidak berbelit-belit, sederhana, bisa berkelanjutan, dan memberikan nilai tambah bagi perekonomian nasional.

Hufron Asrofi, Kepala Biro Hukum Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan pemerintah melalui Sekretariat Negara (Setneg) telah menyerahkan Daftar Inventaris Masalah (DIM) pada pekan lalu.

“DIM sudah diserahkan ke Setneg, 18 Januari 2019. DIM itu nanti disandingkan dengan RUU migas yang inisiatif DPR. Selanjutnya kami tunggu saja sesuai aturan,” kata Hufron.

Satu hal utama yang diusulkan DPR di draft RUU migas adalah pembentukan Badan Usaha Khusus (BUK) migas sebagai kepanjangan tangan dari negara untuk menguasai pertambangan migas baik hulu maupun hilir.

Untuk kegiatan di hilir, selain BUK migas akan ada BUMN, BUMD, perusahaan swasta nasional, badan usaha swasta asing dan koperasi.(RI)