JAKARTA – Indonesia kembali harus gigit jari dalam mengejar ambisinya mewujudkan hilirisasi batu bara yang menghasilkan Demithyl Ether (DME) yang diproyeksi bisa menggantikan LPG. Air Products and Chemicals, Inc, pemilik teknologi pengembangan DME memilih “kabur” ditengah jalan dari proyek yang digarap melalui kerjasama antara PT Bukit Asam Tbk dan PT Pertamina (Persero). Padahal proyek tersebut sudah groundbreaking yang dilakukan langsung oleh presiden Joko Widodo.

Meskipun PTBA maupun pemerintah menyatakan proyek DME masih bergulir namun tetap saja keluarnya Air Products and Chemicals, Inc dari konsorsium merupakan pukulan telak.

Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akhirnya buka suara terkait mundurnya Air Products and Chemicals, Inc dari dua proyek kerja sama hilirisasi batu bara di Indonesia. Dia menjelaskan bahwa Air Products memiliki beberapa pertimbangan. Salah satunya yakni iklik investasi.

Menurut Arifin di saat yang bersamaan dengan waktu proyek DME ternyata Amerika Serikat dianggap lebih menarik ketimbang di Indonesia.

“Air Products kemarin karena dia itu merasa di Amerika lebih menarik bisnisnya dia ke sana,” kata Arifin saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jumat (17/3/2023).

Selain itu, pemerintah Amerika Serikat juga mempunyai penawaran menarik berupa pemberian subsidi. Utamanya untuk pengembangan proyek energi baru dan terbarukan (EBT).

“Di Amerika itu dengan adanya subsidi untuk EBT jadi ada proyek yang lebih menarik ke sana untuk hidrogen karena Amerika lagi mendorong untuk pemakaian itu,” ujar Arifin.

Indonesia kata Arifin memang harus bersaing ketar dalam hal memikat investor. Kebijakan pemerintah Amerika yang memberikan banyak insentif tersebut tidak hanya dirasakan dampaknya oleh Indonesia tapi juga oleh negara-negara Eropa. “Eropa saja kalah dari Amerika,” ungkap Arifin.

Seperti diketahui, Air Products and Chemicals, Inc rupanya tidak hanya keluar dari proyek kerjasama dengan PTBA dan Pertamina terkait gasifikasi batubara menjadi dimethyl ether (DME). Bahkan perusahaan juga memutuskan untuk hengkang dari proyek hilirisasi batu bara lainnya di Indonesia.

Plh Dirjen Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Idris Sihite membeberkan bahwa perusahaan raksasa asal AS tersebut memutuskan untuk tidak melanjutkan kembali dua proyek hilirisasi batu bara di Indonesia. Salah satunya yakni dengan PT Kaltim Prima Coal dan PT Arutmin Indonesia terkait proyek gasifikasi batu bara menjadi metanol.

“Iya cabut juga (proyek dengan KPC),” kata Idris saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, beberapa waktu lalu. (RI)