JAKARTA – Penggunaan gas pipa untuk kebutuhan rumah tangga melalui pengembangan jaringan gas (jargas) sambungan rumah tangga (SR) diyakini mampu menekan impor LPG (liquefied petroleum gas). Pada beberapa tahun terakhir kebutuhan LPG nasional rata-rata mencapai 6,5 juta metrik ton per tahun. Sebagian besar berasal dipenuhi dari luar negeri karena keterbatasan produksi LPG dalam negeri.
“Setahun kebutuhan kita 6,5 juta ton, 4,5 juta di antaranya masih impor,” kata Ignasius Jonan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di Mojokerto, Jawa Timur, Jumat (9/2).
Dia menambahkan, meskipun volume produksi gas Indonesia terbilang besar, hanya sedikit yang bisa dijadikan LPG lantaran jenis gas yang diproduksikan tidak sesuai untuk dijadikan LPG. Berbeda dengan jargas yang bisa menggunakan jenis gas, selain C3 dan C4.
“Meski produksi gas bumi kita 1,2 juta setara barel oil per hari, jenis yang dihasilkan bukan C3 dan C4 yang bisa dibuat LPG,” ungkap Jonan dalam keterangan tertulisnya.
Berdasarkan kalkulasi pemerintah melalui pembangunan jargas, pengadaan atau impor LPG bakal berkurang. “Secara nasional, dengan menggunakan gas bumi, pengurangan impor LPG mencapai 25.500 ton per tahun. Penghematan subsidi pemerintah Rp 178 miliar per tahun,” kata dia.
Pembangunan jargas telah dilakukan sejak 2009 menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Hingga 2017, jumlah SR yang terbangun mencapai 383.065 SR.
Pada 2018, pemerintah menugaskan PT Pertamina (Persero) dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) untuk membangun dan mengembangkan jargas di 16 wilayah. Penugasan ini tertuang dalam Kepmen ESDM Nomor 267 K/10/MEM/2018 dan Kepmen ESDM Nomor 268 K/10/MEM/2018, tanggal 25 Januari 2018.
Ke 16 wilayah tersebut adalah Medan (5.000 SR), Prabumulih (6.000 SR), Musi Rawas (5.167 SR), Serang (5.043 SR), Sidoarjo (7.093 SR), Pasuruan (6.314 SR), Probolinggo (5.025 SR), Bontang (5.000 SR), Balikpapan (5.000 SR), Penajam Paser Utara (4.002 SR), Tarakan (4.695 SR), Bogor (5.210 SR), Deli Serdang (5.000 SR), Lhokseumawe (2.000 SR), Cirebon (3.503 SR) dan Palembang (4.315 SR).
Pemerintah menargetkan pada 2018 ada penambahan 77.880 SR yang dibangun menggunakan APBN. Serta penambahan lain melalui program yang dilakukan badan usaha yakni Pertamina sebanyak 2.000 SR dan PGN sebanyak 550 SR.(RI)
Kita import lpg sktr 65% dr kebutuhan. Pertamina jual lpg 3kg keagen 4rb/kg ,or 12rb/tbg. Di dki,end user beli 18 sd 22rb. Bahkan terkadang 25rb. Ada pergub HET di dki 16rb. Dibbrp daerah bodetabek dll, hrg bisa mencapai 25 sf 30 rb. Bagaimana ini? Mengapa lpg 3 kg ini msh disubsidi. Mengapa pmrnth,prtmn tdk mencabut subsidi ini ? Kan sdh ada bbrp jenis subsidi yg diberikan, ump: kesehatan, gratis sekolah dll. Sampai kpn hal ini diteruskan ? Barang impor disubsidi ?? Dan tidak tepat sasaran. Ada apa prtmn dhn para agen ?? KKN ???. Mengapa trans jkt sering mengisi bbm solar di spbu jl pemuda ?apakah memang kits tidak cukup gas di spbg ?