TIDAK boleh sampai keluarkan suara, hal itu makin membuat langkah saya makin berat. Padahal naik turun punggungan gunung Puntang bukan hal mudah. Kondisi jalur yang masih cukup alami terkadang menyulitkan langkah.

Setelah berjalan sekitar 30 menit tiba-tiba Kang Mul sapaan akrab Mulya Hermansyah,  Senior Keeper Monitoring & Rehabilitasi Owa Jawa dari Yayasan Owa Jawa, meminta kami berhenti bergerak dan menunjuk ke arah dahan yang bergoyang kencang. Sesok mungil tiba-tiba meloncat kearah saya, dengan sigap kang Mul menjulurkan kayu ke arah sosok itu sehingga kembali meloncat cepat menjauhi kami.

Bulu kuduk sempat naik saat momen itu terjadi. Ketika suasana berangsur tenang si makhluk mungil itu kemudian menoleh. Senyum mengembang menghiasi wajah kang Mul. “Ini anaknya, orang tuanya pasti ada di sekitar sini ngawasin,” kata Kang Mul saat menemani saya dan rombongan Pertamina Eco Camp 2019 di pusat pelepasliaran Owa Jawa gunung Puntang, Bandung, Jawa Barat, Rabu (30/10).

Tidak lama berselang, benar yang dikatakan kang Mul, Willy si Ayah dan Sasa si Ibu Owa Jawa mulai terlihat, mengawasi anaknya Yatna yang penasaran akan kehadiran kami. Willy tidak kalah penasaran dan mulai mendekat ke arah kami. Kami pun kembali menjauh menjaga jarak.

Owa Jawa di Gunung Puntang. (Foto/Dunia Energi/Rio Indrawan)

Kang Mul menceritakan bahwa dalam proses pelepasliaran Owa Jawa ini memang interaksi dengan manusia harus dibatasi, karena itu jika bertemu manusia mereka akan penasaran dan mendekat. Manusia harus menjaga jarak bahkan jika memang harus menjulurkan kayu agar Owa menjadi takut. “Kalau mereka takut, mereka menjauh itu pertanda bagus. Hubungan keterikatan dengan manusia ini yang harus kita putus,” ujarnya.

Merehabilitasi Owa Jawa tidak mudah,  termasuk ketika menjodohkan Willy dan Sasa. Willy saat masuk pusat rehabilitasi sudah berumur enam tahun, sementara Sasa berumur 10 tahun. Artinya ada waktu cukup lama mereka hidup bersama manusia. Tentu ini membuat beberapa sifat sebagai Owa juga sudah dilupakan.

Owa Jawa boleh jadi salah satu makhluk yang sangat sensitif dan bisa dikatakan lebih manusiawi ketimbang manusia itu sendiri. Owa Jawa adalah makhluk monogami yang hidup setia pada satu pasangannya seumur hidup. Sifatnya juga berlanjut ketika telah memiliki anak. Orang tua Owa Jawa begitu mencintai anak-anaknya, sehingga apabila anaknya diburu dan diambil kemudian terpisah dari keluarganya maka orang tua terutama ibu akan mengalami stres berat dan berujung kematian, ketika si betina mati maka si jantan juga tidak akan lama bertahan.

Owa Jawa yang dirawat oleh Yayasan Owa Jawa biasanya telah hidup bertahun-tahun dengan manusia. Berbagai pengalaman buruk pernah mereka alami.

Tim Yayasan Owa Jawa saat dampingi rombongan peserta Pertamina Eco Camp melakukan monitoring proses pelapasliaran Owa Jawa di Gunung Puntang, Bandung, (30/10). (Foto/Dunia Energi/Rio Indrawan)

Anton Ario, Senior Manager Terrestrial Program Conservation International Indonesia yang menangani program rehabilitasi Owa Jawa di Java Gibbon Center memperkirakan  Owa Jawa yang tersisa sekarang hanya di Jawa bagian barat dan sebagian kecil ada di bagian tengah dengan jumlah hanya sekitar 5 ribuan individu. “Kalau dihitung sederhana berdasarkan keluarga ya dibagi saja empat jadi sekitar hanya seribuan keluarga Owa Jawa,” jelas Anton.

Selain hewan langka, Owa Jawa memiliki sejumlah keistimewaan antara lain memiliki peran penting dalam menjaga kelestarian hutan secara alami dengan menyebarkan benih untuk membantu menjaga siklus kehidupan di hutan.

Anton menuturkan, Owa Jawa membantu menyebarkan benih pepohonan baik melalui buah yang ia bawa dan makan, maupun melalui kotorannya, daya jelajah luas Owa Jawa memungkinkan tumbuhan menyebar.  “Dari penelitian kami amati bahwa setiap ada bekas kotoran Owa Jawa pasti itu tumbuh tanaman,” ujarnya.

Karena itu tidak berlebihan jika disimpulkan bahwa hutan yang baik adalah hutan yang didalamnya hidup Owa Jawa. Hutan yang pepohanannya terjaga akan melindungi manusia dari bencana banjir dan longsor serta sekaligus menjadi sumber oksigen bagi kehidupan manusia. Selain itu, di dalam hutan yang baik menyimpan berbagai macam sumber kehidupan yang dibutuhkan umat manusia misalnya saja air. “Jadi sebenarnya kita yang butuh Owa Jawa, kita juga bergantung kepada Owa,” kata Anton.

Kenyataan ini banyak tidak diketahui masyarakat luas. Sebuah ironi, kepunahan Owa Jawa hanya disebabkan oleh satu faktor sederhana yakni lucu. Kelucuan bayi Owa Jawa memang tidak terelekan karena itu banyak yang mengaku “manusia” mencari dan memeliharanya. Bayi Owa direbut dari keluarga mereka, menyebabkan keluarga yang utuh hancur dan sebabkan kematian individu Owa. Ketika masih bayi memang lucu tapi saat Owa tumbuh sifat alami hewannya juga tumbuh, ini membuat mereka tidak lagi dipedulikan dan tidak dirawat. Bahkan banyak diantaranya disiksa karena dikira bisa dilatih untuk tetap dijadikan hewan peliharaan.

Pengamatan Owa Jawa di Taman Nasional Gede Pangrango

Organisasi konservasi dunia IUCN memasukkan Owa Jawa dalam kategori genting atau endangered , dengan peluang sebesar 50% bahwa hewan ini bisa punah dalam satu dekade mendatang.

Noviar Andayani, Ketua Yayasan Owa Jawa,  menyatakan Yayasan Owa Jawa memiliki misi membantu pemerintah menyelamatkan dan merehabilitasi Owa Jawa yang sudah keluar dari habitat alaminya, sehingga Owa Jawa bisa dikembalikan perilaku alaminya sehingga bisa kembali lagi melanjutkan hidupnya sebagai Owa Jawa.

“Gunung Puntang dulu sebaran asli Owa Jawa tapi hilang dari sini. Tantangan masih besar. Minggu lalu perdagangan Owa Jawa berhasil diungkap, satu bayi Owa Jawa terpisah dari keluarganya,” ujarnya.

Selain karena banyak diburu, ancaman kepunahan juga datang dari hilangnya habitat akibat pembukaan hutan untuk perkebunan dan perumahan.

Yayasan Owa Jawa sudah mulai melakukan upaya merehabilitasi dan melepasliarkan Owa Jawa di gunung Puntang sejak tahun 2003. Upaya pelestarian Owa Jawa makin masif saat Pertamina EP salah satu anak usaha PT Pertamina (Persero) di sektor hulu migas mulai ikut campur.

Sejak pertama kali Pertamina EP menggandeng Yayasan Owa Jawa masuk pada 2013 sampai sekarang ini sudah ada sembilan keluarga yang terdiri dari 24 individu Owa Jawa yang dilepasliarkan. Sebelum Pertamina EP masuk atau sejak Yayasan Owa Jawa berdiri di tahun 2003 hingga 2013, baru dua keluarga atau empat individu yang dilepasliarkan wilayah taman nasional Gede Pangrango.

Sumber : Pertamina EP Diolah : Dunia Energi

Viona Amelia Resty,  Asisten Manager Legal Relation Subang Field , Asset 3 Pertamina EP,  menegaskan bahwa perusahaan melihat eksistensi Owa Jawa di tanah kelahirannya sudah sangat mengkhawatirkan. Karena tidak bisa terjun secara langsung akhirnya Yayasan Owa Jawa menjadi mitra dan jembatan bagi cita-cita perusahaan untuk ikut andil bagian dalam pelestarian dan menjaga keseimbangan lingkungan.

“Kami fokus dalam konservasi khususnya saat pelepasliaran, edukasi ke sekolah masyarakat, pengamatan pelepasliaran. Ini memang jadi salah satu program utama perusahaan,” kata Viona.

Melalui Eco Camp 2019, Pertamina kembali mencoba mengingatkan masyarakat luas betapa Owa Jawa penting untuk kembali ke kehidupannya sebagai Owa di tanah leluhurnya.

Tajudin Noor, Sekretaris Perusahaan Pertamina menuturkan sebagai perusahaan memilili fondasi pengembangan berkelanjutan perusahaan yaitu 3P, Profit, People dan Planet sehingga tidak hanya mengejar profit tapi perusahaan juga fokus dalam menjaga keseimbangan masyarakat dan lingkungan khususnya disekitar area operasi.

“Kami cari profit tapi tidak hanya itu. Kita juga melengkapi people dan planet. Jadi ada keseimbangan masyarakat, lingkungan, warisan lebih baik untuk generasi berikutnya,” kata Tajudin. (Rio Indrawan)