JAKARTA – PT Pertamina Hulu Energi (PHE), Subholding Upstream Pertamina menjaga agresifitas dalam mencari cadangan migas melalui berbagai kegiatan eksplorasi.

Dalam data perusahaan hingga November tahun ini, perusahaan sukses menambah cadangan 144 juta barel minyak serta ga sebesar 0,9 TCF (Trillion Cubic Feet) atau 931 BCFG (Billion Cubic Feet Gas)

Muharram Jaya Penguriseng, Direktur Eksplorasi Pertamina Hulu Energi (PHE), mengungkapkan tidak tertutup kemungkinan realisasi temuan cadangan migas bertambah hingga akhir tahun ini.

“Tahun 2022 kami sudah tambah (temuan cadangan) 144 juta barel temuan kita tahun ini ditambah gas 0,9 tcf atau 931 BCFG ini pencapaian bagus di 2022, masih banyak temuan yang belum divalidasi mudah-mudahan dalam waktu singkat sudah ada hasil,” kata Muharram dalam sesi diskusi Outlook sektor ESDM yang digelar E2S di Jakarta, Selasa (13/12).

Temuan cadangan gas ini didukung dari keberhasilan pengeboran eksplorasi sumur Sungai Gelam Timur-1, Wilela-001, Bajakah-001, Kolibri-1, Manpatu-1X, Markisa-001, dan GQX yang telah di validasi besaran sumberdaya nya di tahun 2022, sementara untuk discovery R-2, S-2, Sungai Rotan-1, dan Kembo-001 akan di catatkan di tahun 2023. Selain itu sebagai bagian dari value chain Pertamina integrated energy company, PHE juga didukung oleh infrastruktur Subholding Gas.

Dalam melakukan kegiatan eksplorasi, PHE menerapkan beberapa teknologi terkini, antara lain 2D Seismic Broadband dengan Panjang lintasan lebih dari 32.000 km yang merupakan Survei Seismic Offshore terpanjang di Asia Pasific selama 10 tahun terakhir, Full Tensor Gradiometry (FTG) yang baru pertama kali digunakan di Indonesia, serta 2D Vibroseis Acquisition yang memiliki teknologi mutakhir untuk evaluasi target sub-vulkanik yang lebih baik melalui penerima nirkabel.

Menurut Muharram potensi gas memang harus diakui masih cukup besar di tanah air namun dibutuhkan upaya ekstra untuk bisa memonetisasinya. Pertamina sebagai perusahaan negara sektor hulu migas menjadi andalan untuk bisa memasok kebutuhan gas.

Dia menjelaskan realisasi pada tahun 2021 kebutuhan energi mencapai 210 megaton oil ekiuvalen (MTOE) dimana EBT baru 12%, sementara minyak masih mencapai 32% dari kebutuhan energi primer dan gas 19%. Kemudian tahun 2050 diperkirakan kebutuhan energi fosil akan turun secara persentasi tapi secara angka atau volume dari kebutuhan energi mencapai 1.000 megaton oil ekuivalen justru akan tumbuh.

“Secara persentase turun dari 32% jadi 20% tapi volume justru naik berkali lipat, gasnya di era transisi energi kita 19% di 2021 di 2050 kita akan penuhi kira-kira di angka 24%, ini adalah RUEN kebutuhan kita,” ujar Muharram.

Pertamina kata dia punya peran kunci untuk bisa memenuhi kebutuhan tersebut, karena seperti diketahui Pertamina saat ini sudah mendominasi pengelolaan blok migas di tanah air. “Saya terjemahkan apa yang dilakukan Pertanina, harus penuhi 44% totalnya, artinya sama dengan 440 megaton oil ekuivalen, justru harus agresif akan lebih banyak lagi yang dibutuhkan,” ungkap Muharram. (RI)