JAKARTA – Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) telah menetapkan delapan bidang prioritas riset nasional. Kedelapan bidang ini didorong untuk mendukung pengembangan pekerjaan hijau (Green Jobs), demi mewujudkan pembangunan berkelanjutan di Tanah Air. Green jobs adalah sebutan untuk ragam pekerjaan yang ramah lingkungan atau dapat mendukung pelestarian lingkungan.

Delapan bidang prioritas riset nasional, meliputi (1) Pangan ; (2) Energi terbarukan,; (3) Kesehatan; (4) Transportasi; (5) Rekayasa keteknikan; (6) Pertahanan dan keamanan; (7) Kemaritiman ; (8) Kemandirian sosial dan budaya.

Surya Darma, Ketua Pusat Studi Energi Terbarukan Indonesia (ICRES), mengatakan masuknya energi terbarukan dalam 8 bidang prioritas riset nasional, seharusnya memang dapat mendukung percepatan transisi energi. Transisi energi memerlukan dukungan inovasi dalam upaya menghasilkan terobosan teknologi agar lebih efisien, lebih sophisticated.

“Saat ini, teknologi energi terbarukan semakin maju dan makin kompetitif dengan energi lainnya. Sebetulnya, sejak Indonesia mengkampanyekan pelaksanaan diversifikasi energi dan berupaya meningkatkan penggunaan energi terbarukan melalui Kepres tahun 2006, Kementerian Ristek sudah meluncurkan roadmap riset untuk mendukung peningkatan penggunaan energi melalui Buku Putih Road Map Riset Energi Terbarukan pada tahun 2006. Road map itu sejalan dengan upaya pemenuhan bauran energi terbarukan sebesar 17% pada tahun 2025 sebelum diubah melalui PP 79 Tahun 2014 yang menargetkan bauran EBT menjadi 23% tahun 2025. Karena itu, adanya prioritas energi terbarukan sebagai bagian dari 8 bidang riset nasional akan kembali memperjelas komitmen itu,” kata Surya Darma kepada Dunia Energi, Senin(16/11/2025).

Ia menilai tantangan utamanya adalah kurangnya kolaborasi hasil riset dengan badan usaha yang memiliki kepentingan dalam pengembangan energi terbarukan. Selain itu, insentif riset juga belum menjadi perhatian yang sungguh dari pemerintah alat untuk mendorong pelaksanaan riset di Indonesia

“Harapannya adalah perlunya diberikan insentif riset agar menarik bagi pelaku usaha energi terbarukan sebagai upaya percepatan penggunaan energi terbarukan dalam memenuhi target NZE (net zero emission),” ujar Surya Darma.

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) diketahui telah menyatakan komitmennya dalam mendukung sektor industri mencapai target pengurangan emisi karbon melalui riset terapan, pendampingan industri, penerapan target iklim berbasis sains dan sinergi kebijakan fiskal.

Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Ekonomi Perilaku dan Sirkuler BRIN, Maxensius Tri Sambodo mengatakan BRIN memiliki kemampuan riset transdisiplin yang melibatkan peneliti, dunia usaha, dan masyarakat.

“Pendekatan ini memastikan hasil penelitian benar-benar relevan dan berdampak bagi upaya dekarbonisasi sektor industri,” ujar Sambodo dalam Roundtable Discussion bertajuk “Achieving Corporate Climate Ambition in Indonesia: Understanding SBTi Fundamentals & Sectoral Pathways.

Sambodo menambahkan, bentuk dukungan konkret BRIN lainnya terhadap dunia usaha adalah mendorong pemanfaatan insentif super tax deduction bagi perusahaan yang melakukan penelitian dan pengembangan (R&D) di bidang teknologi rendah karbon.

“Perusahaan bisa mendapatkan potongan pajak signifikan jika melakukan riset bersama BRIN. Ini win-win solution. risetnya berjalan, emisi berkurang, dan insentif fiskal bisa dimanfaatkan,” jelasnya.

Namun, ia mencatat bahwa tingkat keberhasilan pengajuan insentif masih rendah karena kendala administratif dan kesesuaian standar keuangan riset. Untuk itu, BRIN siap menjadi mitra strategis industri dalam pendampingan teknis, mentoring, serta penguatan kapasitas riset menuju transformasi hijau.

“BRIN tidak hanya menyediakan peneliti dan teknologi, tapi juga berperan sebagai jembatan antara riset dan bisnis. Melalui kolaborasi riset, kita bisa mempercepat implementasi inovasi mengurangi emisi karbon dan mendorong ekonomi berkelanjutan,” katanya.(RA)