JAKARTA – Asosiasi Pemasok Energi dan Batubara Indonesia (Aspebindo) menyampaikan apresiasi serta dukungan terhadap langkah tegas pemerintah dengan melakukan kebijakan penghentian sementara ekspor
batubara demi pemenuhan pasokan energi nasional.

Aspebindo mengklaim pada bulan
Oktober 2021 telah mengingatkan secara terbuka akan kemungkinan terjadinya kekurangan
stok batubara domestik/PT PLN (Persero) akibat adanya disparitas harga.

“Dalam berbagai kesempatan
Aspebindo telah memberikan saran dan masukan secara terbuka perihal isu tersebut,” ungkap Anggawira, Ketua Umum Aspebindo, Selasa(4/1).

Oleh karenanya, kata Anggawira, pihaknya memberikan beberapa saran dan masukan sebagai langkah-langkah untuk mengatasi persoalan ini dan memberikan kepastian pasokan energi di masa yang akan datang.

Pertama, Aspebindo memandang diperlukannya perbaikan tata niaga proses bisnis batubara yang mampu mengakomodir dan mengatur ekosistem bisnis yang telah ada. Sebagai
ekosistem bisnis, bisnis batubara telah diisi oleh berbagai tingkatan pelaku usaha besar, menengah dan kecil, saling terkait mulai dari aktivitas penambangan, pengangkutan,
penjualan, serta sektor pendukung lainnya. Untuk itu Kementerian ESDM dan PLN perlu melibatkan setiap unsur usaha dalam proses pemenuhan energi nasional tanpa terkecuali.

Kedua, pemerintah perlu memberikan perlakuan yang sesuai pada pengusaha berdasarkan kelas dan jenisnya (PKP2B/IUP-OP) serta diperlukan adanya reformulasi bisnis bagi yang
kontrak kerjasamanya dengan pemerintah akan habis. Pemerintah dapat mengambil alih konsesi-konsesi usaha pertambangan untuk mengamankan dan memastikan ketersediaan pasokan batubara.

Ketiga, pemerintah perlu hadir sebagai penengah terhadap permasalahan disparitas harga yang terjadi di pasar batubara antara HBA PLN dan Harga Ekspor. Disparitas harga tak bisa
dipungkiri menjadi sebab utama kelangkaan pasokan batubara domestik untuk itu pembahasan solusi harga perlu dilakukan bersama pelaku usaha.

Keempat, pemerintah dapat memberikan insentif berupa kebijakan pajak yang progresif kepada pelaku usaha yang patuh dan mencapai target pemenuhan DMO.

Kelima, pemerintah perlu memperhatikan kesiapan PLN dalam menerima pasokan batubara ekspor yang tidak bisa dikirimkan. Saat ini biaya demurrage masih ditanggung oleh
pengusaha, yang seharusnya dapat ditanggung pihak PLN karena proses antrian loading batubara di jetty PLTU yang tidak sesuai jadwal.

Keenam, PLN juga perlu menyiapkan blending facility yang mampu menampung jenis batubara
yang spesifikasinya selama ini tidak digunakan di pembangkit-pembangkit listrik di Indonesia.
Ketujuh, Term of Payment yang sudah berjalan hari ini perlu lebih menarik bagi pelaku usaha. PLN bisa memberikan SKBDN atau pola-pola pembiayaan lainnya.

“Kemudian, perlu diadakan pembinaan bagi pengusaha pemilik izin PKP2B ataupun IUP-OP yang belum memenuhi kewajiban DMO nya agar ditemukan solusi terbaik serta memberikan
insentif bagi pengusaha yang ingin menambah supply ke PLN,” kata Anggawira.

Pembinaan tersebut dapat
dilberikan melalui pembinaan dalam bentuk diseminasi informasi terkait kebijakan-kebijakan kepada
pengusaha yang belum menunaikan kewajiban DMO nya; mempermudah akses bagi pengusaha yang belum memiliki kontrak jangka panjang
dengan PLN; memberikan sanksi tegas dan sesuai skala usaha kepada para pengusaha yang kedapatan sengaja mengabaikan kebijakan DMO 25%.

Anggawira mengatakan bahwa hal-hal tersebut di atas merupakan sikap Aspebindo sebagai ikhtiar untuk memenuhi pasokan energi nasional serta menjaga iklim bisnis batubara di Indonesia.

“Aspebindo juga siap memberikan support terbaiknya bagi kegiatan-kegiatan Kementrian ESDM dan PLN
serta seluruh stake holder untuk melakukan sosialisasi kepada pengusaha batubara domestik agar dapat memenuhi kewajiban DMO nya dengan patuh,” kata Anggawira.(RA)