JAKARTA – Pemerintah diminta  menjelaskan secara jelas latar belakang keputusan menyerahkan pengelolaan Blok Corridor selama tiga tahun kepada ConocoPhillips pasca berakhirnya kontrak pada 2023.

Inas Nasrullah, Wakil Ketua Komisi VI DPR,  mengatakan keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengundang banyak pertanyaan.

Seharusnya, lanjut Inas wilayah kerja yang sudah selesai masa kontraknya dikembalikan kepada negara untuk kemudian dikelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

“Tapi jika ternyata Menteri ESDM memperpanjang kontrak ConocoPhilips tentunya demi mencari untung sebesar-besarnya. Mana yang lebih menguntungkan, dikelola Conoco atau Pertamina? Maka Menteri ESDM wajib menjelaskan kalkulasi-nya,” kata Inas kepada Dunia Energi, Rabu (31/7).

Jonan sebelumnya memutuskan pengelolaan Blok Corridor akan dilanjutkan  ConocoPhillips sebagai operator dengan kepemilikan saham sebesar 46% bersama dengan PT Pertamina (Persero) dengan saham 30% dan Talisman Corridor Ltd (Repsol) sebesar 24%. Hanya saja yang menarik perusahaan asal ConocoPhillips akan menjadi operator hanya hingga 2026 saja dan kemudian dilanjutkan Pertamina

Perlakuan kepada Pertamina di Blok Corridor berbeda dengan saat alih kelola beberapa blok terminasi lainnya,  seperti Blok Rokan, Mahakam atau Southeast Sumatra (SES). Pertamina saat itu langsung mendapatkan hak partisipasi 100%.

“Menteri ESDM wajib menjelaskan alasan-nya, kenapa ada perbedaan?,” tukas Inas.

Jonan belum menjelaskan secara langsung alasan keputusan dari blok Corridor hanya saja Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menegaskan bahwa keputusan terhadap Blok Corridor mempertimbangkan kemampuan Pertamina, terutama setelah melihat beberapa kinerja produksi blok-blok terminasi sebelumnya seperti Mahakam yang turun.

Dwi Soetjipto, Kepala SKK Migas menegaskan bahwa persentase porsi hak partisipasi yang ditetapkan juga berdasarkan usulan ketiga kontraktor. Dwi menceritakan pada awalnya baik ConocoPhillips, Pertamina maupun Repsol menyodorkan proposal pengelolaan sendiri-sendiri. Namun setelah dilakukan pembahasan ketiganya justru bersepakat untuk tetap bermitra mengelola Blok Corridor.

“Awalnya sendiri-sendiris tapi kemudian mereka bertiga mungkin ketemu dan mereka yang akhirnya mengusulkan dengan konsep konsorsium seperti ini,” kata Dwi.

Pengelolaan secara konsorsium menjadi pilihan terbaik. Mengingat penting sekali pengalaman-pengalaman menjalankan transisi pengelolaan dengan baik, sehingga tidak turun produksi dan lifting seperti yang dialami saat ini.

“Penawaran terbaik konsorsium. Untuk mempertahankan produksi dan lifting optimum, maka konsorsium ini yang akan digunakan,” kata Dwi.

Pemerintah kata Dwi berharap sesudah operasi perpanjangan oleh ConocoPhillips nanti maka Pertamina bisa melaksanakan alih kelola dengan lebih baik. Keputusan tersebut juga sudah memperhatikan aspek hukum. “Saya kira dan apa yang dilakukan yang mewakili pemerintah, SKK Migas, Dirjen Migas, Menteri ESDM, saya kira juga memperhatikan aspek legal,” tandas Dwi.(RI)