JAKARTA – PT Pertamina (Persero) akhirnya mau buka suara setelah dikabarkan menerima gugatan dari Anadarko Petroleum. Manajemen menegaskan hingga kini tidak ada gugatan resmi yang dilayangkan Anadarko Petroleum, perusahaan asal Amerika Serikat terkait pembelian LNG Mozambique.

Nicke Widyawati, Direktur Utama Pertamina menegaskan Pertamina dalam menjalankan transaksinya mengutamakan prinsip kehati-hatian. Sampai saat ini tidak ada pembatalan dari perjanjian, yang ada hanya ada review ulang terhadap kebutuhan gas Indonesia pada 2025 nanti disesuaikan dengan kondisi dan perkembangan yang ada sekarang.

“Gugatan itu belum ada pak. Hari ini memang kami review karena prinsip kehati-hatian. Sebab saat itu kontraknya karena neraca gas saat itu (shortage), mungkin saat ini neraca gasnya beda. Makanya kami antisipasi itu,” ujar Nicke disela rapat dengan komisi VII DPR RI, Selasa (9/2).

Selain itu Pertamina dalam bertransaksi juga sudah melibatkan aparat hukum sehingga bisa terhindar dari masalah hukum. “Kami juga melibatkan pendamipngan dari Aparat Penegak Hukum (APH) dlm semua kajian transaksi kami,” kata Nicke.

Menurut Nicke, rencana pembelian LNG Mozambique dari Anadarko sudah dilakukan pada 2013 dengan basis perencanaan LNG jangka panjang yang ada dalam neraca gas tahun 2011. “Sehinga dimulai lah pencarian source LNG dari luar,” ungkap dia.

Akhirnya manajeman saat itu meraih kesepakatan dengan Andarko pada 2014. Setelah melalui tahap negosiasi kesepakatan dituangkan dalam perjanjian jual beli disepakati tahun 2019 dengan volum LNG 1 juta ton per annum selama 20 tahun dengan harga pasar yang dikatikan dengan harga dalam negeri.

Setelah penandantanganan Sales Purchase Agreement (SPA) tahun 2019 ternyata memang masih dimungkinkan dilakukan review. Manajemen mencoba mengidentifikasi risiko dengan datangnya pandemi COVID-19 yang tentu mempengaruhi kebutuhan energi.

Review juga dilakukan dari sisi harga karena Pertamina juga bermitra dengan sumber LNG lainnya yang memiliki harga berbeda.

“Kalau dari sisi harga, harganya cukup kompetitif untuk kontrak jangka panjang dibanding dengan kontrak yang sudah berjkalan selama ini,” ungkap Nicke.

Selanjutnya adalah fleksibilitas pengiriman dan volume. Lalu manajemen juga mereview keberlanjutan suplai.

“Di sana sumber lng cukup banyak dan faislitas yang dibangun memang khusus sehingga kita melihat suplai Mozambik cukup besar,” kata dia.

Secara garis besar jika sesuai dengan neraca gas tahun 2018 Pertamina memang perlu mendatangkan LNG dari luar negeri tapi perubahan terjadi begitu cepat dengan adanya pandemi yang sebabkan demang atau permintaan energi turun drastis. Saat ini kalkulasi proyeksi penurunan demand hingga beberapa tahun ke depan terus dilakukan.

“Sebagai langkah prudent dan sesuai GCG, maka pertmaina mereview kembali supali dan demand ke depan untuk tidak terjadi impact kemudian kepada korporasi,” kata Nicke.

Untuk itu untuk putuskan jadi tidaknya impor LNG dari Mozambique masih harus menunggu dulu evaluasi dari Renana Umum Energi Nasional (RUEN) yang tengah dibahas oleh pemerintah. “Jadi sebetulnya ini belum mulai. kalaupun nanti dikirim 2025, kita akan lihat gimanakan suplai demand dari neraca gas nasional terakhir setelah RUEN difinalisasi pemerintah,” kata Nicke.(RI)