Herland bin Ompo (kemeja putih) usai mendengarkan vonis hakim bioremediasi atas dirinya di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Herland bin Ompo (kemeja putih) usai mendengarkan vonis hakim bioremediasi atas dirinya di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Herland bin Ompo, terdakwa kasus proyek bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) telah dipenjara hampir satu setengah tahun. Kini kasusnya tengah bergulir di tahap banding pada Pengadilan Tinggi Jakarta. Herland mengaku bahwa kini selain dirinya yang menjadi korban, istri dan anak-anaknya pun hidup penuh derita.

“Saya sedih dengan apa yang menimpa anak dan istri saya. Mereka kini hidup penuh kesusahan,” ujar Herland saat ditemui di tahanan Kejaksaan Agung.

Menurut Herland, jika hanya dirinya yang menjadi korban fitnah dan kesewenangan dalam proses hukum ini, dirinya mungkin akan bisa menerima. Namun kasus ini menurutnya telah membuat keluarganya menderita dan menghancurkan semua yang telah dia bangun dengan kerja keras dan integritas.

“Chevron telah membayar hasil kerja kami karena Chevron telah memverifikasi hasil kerja kami dan puas atas apa yang kami lakukan. Proyek ini pun telah berhasil seperti yang didengar selama persidangan. SKK Migas dan KLH (Kementerian Lingkungan Hidup) pun menyatakan proyek Chevron ini sah dan sukses,” jelasnya.

Herland pun menuturkan, kondisi keuangan keluarganya saat ini, tidak memungkinkan untuk sering menjenguknya di Jakarta. Herland bersyukur keluarganya masih tinggal menetap di Riau. “Setidaknya sebagian besar orang di tempat tinggal kami memang bekerja untuk PT Chevron Pacific Indonesia, jadi mereka mengerti duduk permasalahannya dan memberikan dukungan penuh,” ujarnya.

Meskipun bisa saja masih ada yang meragukan, Herland berusaha menutup telinga dari komentar miring yang sampai kepadanya. “Anggap saja yang tidak mendukung itu sirik!,” tandasnya. 

Selama dalam tahanan,  Herland hanya ingin memfokuskan diri pada keadaan keluarganya di rumah. Perhatian terbesar tentu jatuh kepada anak-anaknya yang terpengaruh secara psikologis dengan adanya kasus ini. Anak tertuanya saat ini duduk di bangku SMA kelas 1. Herland tetap berusaha meyakinkan mereka untuk tidak memikirkan dirinya dan tetap fokus sekolah.

“Prestasi mereka di sekolah anjlok, dan meskipun tidak ada yang mengejek mereka di sekolah namun mereka terlanjur malu,” ujar Herland dengan mata berkaca-kaca.

“Anak saya yang paling kecil pernah menanyakan, ‘Pak, nanti aku bagaimana?’. Saya katakan bahwa fokusnya saat ini hanya sekolah dan jangan pikirkan yang lain. Saya yakinkan bahwa saya baik-baik saja dan saya masih bisa berusaha menjadi tulang punggung keluarga,” tegas Herland.

Pecat 1.000 Karyawan

Kesulitan tidak lantas membuat Herland melepas tanggung jawab atas nasib ribuan karyawan PT. Sumigita Jaya. Ia memang terpaksa harus memecat 1.000 lebih karyawan yang ia miliki, namun ia merekomendasikan mantan karyawan PT Sumigita Jaya kepada para sub-kontraktor.

“Saya memang tidak bisa lagi menjadi sumber mata pencaharian mereka, tapi saya masih memikirkan nasib mereka. Saya tidak akan lepas tangan begitu saja terhadap nasib mereka, hanya nasib saya saja tidak ada yang memikirkan,” ujarnya tersenyum miris.

Membangun kembali perusahaan yang kini telah hancur, menjadi keinginan Herland bila kelak ia dapat dibebaskan dari semua tuduhan. “Saya membangun perusahaan ini dari nol, dan saya benar-benar serius menjalankannya. Perusahaan kami ini bukan perusahaan abal-abal, dan saya tidak pernah main-main dalam hal kualitas,” tandasnya.

Herland masih bersyukur bahwa dukungan kepada dirinya tak pernah berhenti. Mereka semua yakin saya tidak bersalah dan akan segera bebas karena tak satupun bukti-bukti mendukung tuduhan jaksa. Herland pun tak menampik bahwa dia ingin segera bebas.

“Saya ingin bebas dan nama saya bisa kembali bersih. Saya yakin bahwa ukuran orang beriman atau tidak itu dilihat setelah ia diuji. Saya anggap ini cobaan yang akan membuat saya lebih kuat dari sekarang,” ujarnya.

“Sejujurnya saya sudah tidak tahu lagi apa yang harus saya perbuat. Kalau nanti saya terbebas dari kasus ini, saya sudah harus menghadapi tuntutan pelunasan dari bank. Sementara dengan mandeknya usaha saya, bagaimana saya harus membayar? Saya hanya bisa pasrah…” tuturnya.

Beratnya perjalanan hidup yang tengah dihadapi tak membuat Herland menyerah dan kehilangan keyakinan. “Saya yakin bahwa para hakim masih memiliki nurani dan dapat memberikan keputusan adil atas gugatan banding yang tengah saya ajukan. Selebihnya, saya berusaha pasrah dan menyerahkan segalanya kepada Allah SWT,” pungkasnya.

(Iksan Tejo / duniaenergi@yahoo.co.id)