JAKARTA – Konsekuensi janji perpanjangan kontrak kepada PT Freeport Indonesia (PTFI) hingga tahun 2061 ternyata adalah pemerintah harus mengotak-atik peraturan yang telah dibuat. Dalam hal ini adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara yang telah direvisi juga menjadi PP No 96 Tahun 2021.

Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menyatakan saat ini perubahan terhadap aturan tersebut masih dalam tahap harmonisasi antar lembaga dan Kementerian. “Kita lagi proses, ada PP. Masih diharmonisasi,” kata Arifin ditemui di Kementerian ESDM, Jumat (1/12).

Salah satu poin yang dipastikan akan diubah dalam beleid tersebut untuk mengakomodir perpanjangan kontrak PTFI adalah poin jangka waktu permohonan perpanjangan untuk izin usah pertambangan (IUP) dan izin usah pertambangan khusus (IUPK), yang dalam aturan saat ini paling cepat 5 tahun sebelum berakhirnya jangka waktu izin usaha.

Menurut Arifin Freeport bukan mendapatkan perlakuan khusus melainkan nanti bisa juha diterapkan ke perusahaan lain asalkan bisa memberikan manfaat ke negara.

“Ya dipercepat. Ini kan casenya untuk Freeport, nanti kita bisa refer ke yang lain kalau memang itu bisa memberi manfaat tambahan buat negara, kan nanti tambahan bikin lagi smelter, kemudian porsi pemerintah tuh lebih besar, dan kewajiban hilirisasi,” jelas Arifin.

Pemerintah Indonesia tidak mau menunggu lama memberikan perpanjangan kontrak 20 tahun kepada PT Freeport Indonesia (PTFI) padahal perusahaan asal Amerika Serikat itu baru saja mendapatkan perpanjangan kontrak pada 2021 lalu hingga 2041. Jika tidak ada halangan maka Freeport akan mendapatkan perpanjangan kontrak 20 tahun lagi atau hingga tahun 2061.

Joko Widodo, Presiden Republik Indonesia, menyatakan Freeport memang berminat untuk memperpanjang kontraknya, namun syaratnya adalah kembali melepas 10% sahamnya kepada Indonesia. (RI)