JAKARTA – Tidak hanya mengurus solar kelistrikan masyarakat, tapi sejak tahun 2021 ini PT PLN (Persero) secara masif mulai terjun langsung mendukung berbagai program peningkatan ekonomi berbasis kerakyatan. Bukan cara yang biasa, perusahaan setrum plat merah itu memilih mendukung ekonomi kerakyatan dengan memanfaatkan “Limbah Batu bara”.

Awalnya polemik, kata-kata serta anggapan negatif ditujukan ke PLN maupun pemerintah sempat terjadi. Sejak diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, tidak sedikit pihak yang menuding PLN sebagai pihak paling bertanggung jawab terhadap emisi dari PLTU diuntungkan dengan pemberlakukan regulasi tersebut.

Tapi kini hanya manfaat yang bisa dilihat dari penggunaan Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) hasil pembakaran batu bara di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Masyarakat jadi pihak yang justru paling merasakan manfaat dari keberadaan produk hasil olahan FABA. Aturan main terbaru menetapkan bahwa FABA bukan lagi dikategorikan limbah B3.

Belum lama ini manfaat FABA langsung dirasakan masyarakat sekitar dibeberapa PLTU di Sulawesi. Di sana FABA digunakan sebagai bahan konstruksi pembangunan jalan-jalan untuk menghubungkan desa-desa terpencil dan terisolir. Seperti jalan Desa Tenga dan Tawang di Minahasa Selatan, jalan beton di Desa Toli Toli, akses jalan PLTU Tello, paving block pada jalan Desa Punagaya, serta pengerasan jalan dan lapangan pada gelaran Tomohon International Flower Festival. Total FABA di Sulawesi sudah menjadi material untuk pembangunan jalan sepanjang 10,04 km.

Jarot Setyawan General Manager PLN Unit Induk Pembangkitan dan Penyaluran Sulawesi, menjelaskan dengan campuran yang tepat, kualitas jalan dari FABA dapat disandingkan dengan kualitas jalan konvensional pada umumnya.

PLN UIKL Sulawesi telah memanfaatkan 51.371 ton FABA. Selain dimanfaatkan sebagai material jalan,  FABA telah dimanfaatkan secara luas untuk pembangunan sarana dan prasarana berupa batako dan paving block, media penimbun dan bahan pengeras jalan.

“Pemanfaatan FABA ini merupakan inovasi yang dilakukan oleh PLN. Jalan dengan material FABA ini teruji, tak kalah dengan material pada umumnya,” ujarnya.

Untuk membangun jalan sepanjang 10,04 km itu, PLN memanfaatkan FABA sejumlah 13.369 ton yang berasal dari beberapa PLTU yang tersebar di Sulawesi seperti PLTU Amurang, PLTU Anggrek, PLTU Nii Tanasa, PLTU Barru dan PLTU Punagaya.

FABA dapat dimanfaatkan secara luas oleh masyarakat, UMKM hingga instansi menyusul telah dikategorikannya FABA sebagai limbah yang tidak mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3). PLN kata Jarot membuka kesempatan kepada masyarakat yang ingin memanfaatkan FABA menjadi produk  bernilai guna tinggi di antaranya sebagai campuran dalam industri konstruksi dan infrastruktur.

“PLN terbuka kepada masyarakat yang ingin ikut serta memanfaatkan FABA ini. FABA sendiri bukanlah limbah B3 sehingga dapat diolah dan memberikan banyak manfaat,” kata Jarot (30/12).

FABA adalah material sisa dari proses pembakaran batu bara. Secara fisik, FABA berbentuk seperti debu halus yang mirip dengan abu dari gunung berapi. Perbedaannya terletak pada tingkat kehalusan, tekstur FABA sedikit lebih halus jika dibandingkan dengan abu vulkanik.

Sedangkan perbedaan antara fly ash dan bottom ash terletak pada ukuran dan karakteristiknya. Walaupun keduanya berasal dari hasil proses pembakaran batu bara, tetapi bottom ash memiliki ukuran yang lebih besar daripada fly ash yang berukuran lebih halus, sehingga bottom ash disebut sebagai abu yang “terendapkan” dan fly ash disebut sebagai Abu “terbang.

Pemanfaatan FABA yang paling memungkinkan secara keekonomian adalah untuk bahan konstruksi. Ini yang jadi salah satu pemantik PLN untuk mendorong pemanfaatannya, bukan untuk perusahaan tapi untuk masyarakat. Selain sebagai salah satu strategi mencapai target karbon netral pada tahun 2060, pemanfaatan FABA telah menjadi sumber daya ekonomi sirkuler untuk dioptimalkan bagi kemaslahatan bersama.

Sejak diberikan lampu hijau oleh pemerintah untuk dimanfaatkan PLN bersama pemerintah langsung tancap gas melengkapi berbagai syarat, utamanya lingkungan sebelum FABA benar-benar bisa langsung diolah oleh masyarakat umum.

Beberapa laboratorium telah melakukan uji kimia dan biologi atas FABA, antara lain laboratorium Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara Kementerian ESDM bersama Laboratorium Pusat Penelitian Sumber Daya Alam dan Lingkungan (PPSDAL) Universitas Padjadjaran. Beberapa pengujian toxicology pun menunjukkan bahwa abu batu bara (FABA) yang diteliti dapat dikategorikan sebagai limbah tetapi bukan B3.

Meskipun telah menjadi limbah non B3, seluruh syarat persetujuan lingkungan dipenuhi sesuai standar dan ketentuan Nasional yang telah mengacu pada standar prosedur internasional Best Available Techniques (BAT) dan Best Environmental Practices (BEP).

PLN memastikan tidak akan membuang limbah-limbah tersebut tetapi akan lebih mengoptimalkan pemanfaatannya, karena dapat memberikan nilai ekonomi atas limbah tersebut, terutama bagi masyarakat. PLN juga akan bekerja sama dengan banyak pihak, terutama UMKM untuk memanfaatkan lebih lanjut FABA yang telah dihasilkan sebagai limbah dalam proses produksi listrik.

Dari hasil uji karakteristik FABA yang dilaksanakan Kementerian LHK pada tujuh kategori yaitu mudah menyala, mudah meledak, reaktifitas, korosifitas, hingga Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP) dan Lethal Dose 50 (LD50) yang sample-nya berasal dari beberapa PLTU, FABA yang dihasilkan tidak mengandung unsur yang membahayakan lingkungan. Best practice dari beberapa negara seperti Amerika Serikat, Jepang, Eropa, India juga tidak memasukan FABA ke dalam kategori limbah B3.

PLN meyakini pemanfaatan FABA dapat mendorong ekonomi nasional karena dapat memberikan nilai ekonomi dari hasil pemanfaatan limbah tersebut untuk berbagai hal di sektor konstruksi, infrastruktur, pertanian dan lainnya. Berbagai sektor diharapkan bisa ikut serta memanfaatkan FABA, mulai dari UMKM, bisnis, industri, hingga pemerintah. Satu rumah bertipe 72 yang dibangun membutuhkan sekitar 1.600 batako yang menyerap 11 ton FABA untuk pembuatannya.

Contoh pemanfaatan FABA (Foto/Dok/PLN)

Gerakkan Roda Ekonomi Berbasis Kerakyatan

Reni Mayerni, Deputi Bidang Pengkajian Strategik Lemhannas, menyarankan perlu segera menggelar seminar nasional agar pemanfaatan FABA dilakukan masyarakat secara lebih luas dan masif. Langkah ini dilakukan untuk mendorong ekonomi sirkuler dalam menunjang ekonomi hijau dan ketahanan pangan. Apalagi ke depan dengan semakin berkurangnya sumber daya alam maka pupuk berpotensi semakin langka. Untuk diketahui selain sebagai material konstruksi, FABA juga bisa bermanfaat sebagai bahan baku alternatif pengganti pupuk.

“FABA sebagai alternatif pupuk ini perlu disosialisasikan ke petani secara luas. Ada abu atau debu kok bisa menjadi pupuk, terus bagaimana pemanfaatan lainnya selain untuk pupuk misalnya untuk pemberdayaan UMKM lainnya juga harus dipahami dan diterapkan oleh masyarakat,” jelas Reni beberapa waktu lalu di Jakarta.

PLN bersama Badan Litbang Kementerian Pertanian Provinsi Sumatera Barat menganalisa pemanfaatan FABA PLTU Ombilin untuk meningkatkan produktivitas lahan pertanian seperti padi dan jagung serta bawang merah. Hasilnya, pemberian 5 ton FABA  per hektare dapat meningkatkan produktivitas tanaman jagung sebesar 15,15 % dan pada padi sawah sebesar 15,16%.

Ismon Lenin , Peneliti Ahli Madya Bidang Ilmu Tanah, Badan Litbang Kementerian Pertanian, mengungkapkan dari penelitian yang telah dilakukan pemberian FABA dapat meningkatkan serapan unsur hara N, P, K Ca dan Mg pada tanaman padi sawah, jagung dan bawang merah.

“Kami menggunakan beberapa parameter takaran FABA PLTU Ombilin mulai dari 0 hingga 6 ton per hektare lahan. Hasil terbaik adalah pada pemberian 5 ton FABA yang memberikan peningkatan hasil  persen sedangkan tanaman jagung sebesar 15,15%,” ungkapnya.

PLN Mendorong pemanfaatan FABA sehingga membangun system ekonomi baru untuk memantik pertumbuhan ekonomi sirkuler.

PLN tidak bisa sendiri mendorong penggunaan FABA. Keterlibatan berbagai stakeholder justru bisa memastikan optimalisasi FABA. Karena sebenarnya tujuan pemanfaatan FABA ini bukan digunakan secara langsung demi mendulang keuntungan bagi perusahaan. Tapi masyarakat yang harus menerima dan merasakan manfaatnya melalui sinergi dengan BUMN, Pemda, TNI, Polri, dan masyarakat luas. PLN Group telah membangun kemitraan dengan 88 stakeholder Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah dan BUMN lain

Sarwono Kusumaatmaja, Ketua Dewan Pertimbangan Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK),  mengapresiasi langkah PLN Group yang melibatkan masyarakat dalam mengoptimalkan penggunaan FABA untuk beragam kebutuhan. Pemanfaatan FABA sebagai ekonomi sirkuler merupakan contoh kreativitas menghadapi krisis agar bisa bertahan.

“Ekonomi sirkuler adalah kegiatan berlangsung melingkar di mana ketika satu produk tercipta dan menghasilkan limbah, maka limbah itu dimanfaatkan kembali untuk menciptakan produk lain. Dengan demikian kemajuan perusahaan dan jumlah lapangan kerja baru yang luar biasa akan tercipta,” ujar Sarwono dalam FGD Pemanfaatan FABA dalam Mewujudkan Ekonomi Sirkuler dan Green Economy Berbasis Keterlibatan Masyarakat Agustus lalu.

Rizal Panrelly, Asisten Deputi Pengelolaan Sampah dan Limbah, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) mengapresiasi langkah PLN yang mendukung pembangunan infrastruktur lewat pemanfaatan FABA.  Salah satunya pemanfaatan FABA dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tanjung Jati B (TJB) untuk membangun jalan beton hingga tanggul laut untuk mencegah terjadinya banjir rob di Demak.

“Dengan titik momentum yang dimulai dari sini, kita mengajak Dinas Pekerjaan Umum (PU) Jepara, Dinas PU Demak dan PLN Tanjung Jati B untuk dapat bersama-sama memanfaatkan potensi (FABA) yang ada untuk mengatasi permasalahan saudara-saudara kita di Demak,” tambahnya.

Untuk mendorong pemanfaatan FABA secara masif serta mendorong penghasil FABA lain untuk ikut memproduksi turunan FABA sebagai upaya 3R (Reduce, Reuse dan Recycle) FABA, PLN mendirikan FABA Information Center.

Selain itu, pada pertengahan tahun ini PLN bekerja sama dengan Korps Pembinaan Masyarakat (Korbinmas) Badan Pemeliharaan Keamanan (Baharkam) Polri mengadakan pelatihan pemanfaatan material abu sisa pembakaran atau Fly Ash Bottom Ash (FABA) serentak di 46 titik lokasi PLTU.

Sepanjang tahun 2021, PLN telah memanfaatkan sebanyak 1,1 juta ton limbah abu batubara atau fly ash dan bottom ash (FABA)  dengan rincian pemanfaatan internal sebanyak 91.000 ton dan eksternal sebanyak 932.000 ton yang diwujudkan menjadi produk turunan FABA.

Berdasarkan data PLN, pemanfaatan FABA terus mengalami peningkatan setiap tahunnya sejak 2019. Sampai dengan November 2022, PLN Group telah memanfaatkan FABA sebanyak 2,06 juta ton, naik 134,6% dari kumulatif akhir tahun 2021 (878 ribu ton). total FABA ini diperoleh dari 47 PLTU dari seluruh Indonesia.

Dari jumlah tersebut, telah dibangun 19,36 kilometer (km) jalan beton, 314.308 untuk stabilisasi lahan, 157 unit rumah FABA, 1.860.941 pieces Paving Batako, 300 Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) serta 600 pieces Tetrapod.

Darmawan Prasodjo, Direktur Utama PLN, mengungkapkan secara bertahap PLN mulai mengubah cara pandang dalam mengelola limah pembangkit listrik. Tata kelola FABA yang baru ini memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk bisa berperan juga untuk mengurangi emisi sekaligus merasakan manfaat dari kegiatan pengurangan emisi tersebut. Pemanfaatan FABA akan memunculkan berbagai usaha baru dan penyerapan tenaga kerja di masyarakat.

“Menurunkan emisi gas rumah kaca, mendorong pemanfaatan limbah, dan menciptakan ekosistem ekonomi baru yang berbasis kerakyatan. FABA yang sebelumnya tak dimanfaatkan kini digunakan membangun jalan, jembatan, tempat ibadah, dan berbagai infrastruktur desa lainnya,” ujar Darmawan.

Dia menuturkan pemanfaatan FABA merupakan bukti nyata dari PLN mengolah sisa dari operasional pembangkit tidak hanya menjadi sampah tetapi justru menjadi katalis penggerak roda ekonomi masyarakat di sekitar PLTU.

“Kini seluruh pembangkit PLN menjadi episentrum perbaikan lingkungan, sosial dan kesejahteraan masyarakat. Sehingga hadirnya pembangkit PLN tak hanya bisa menjadi sumber listrik tetapi juga mampu menggerakkan roda ekonomi di masyarakat,” kata Darmawan.

FABA dapat dimanfaatkan secara luas oleh masyarakat, UMKM hingga instansi menyusul telah dikategorikannya FABA sebagai limbah yang tidak mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3). PLN membuka kesempatan kepada masyarakat yang ingin memanfaatkan FABA menjadi produk  bernilai guna tinggi di antaranya sebagai campuran dalam industri konstruksi dan infrastruktur. (RI)