JAKARTA – Upaya transisi energi yang didorong Pemerintah selamai ini dinilai tidak serius. Pasalnya hingga kini tidak ada langkah yang benar-benar kongkrit untuk memfasilitasi target tersebut. Ini bisa dilihat dari pendanaan transisi energi yang belum jelas padahal biaya yang dibutuhkan bisa mencapai Rp500 triliun.

Putra Adhiguna, Peneliti Institute for Energy Economics and Financial Analysis, mengungkapkan sebenarnya pemerintah memiliki salah satu instrumen yang sudah ada di depan mata yaitu pendanaan dari programs biodiesel atau pungutan dari pelaku usaha kelapa sawit melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit ( BPDPKS ).

Selain itu, pos lainnya yang bisa dijadikam senagai sumber pendanaam untuk membiayai transisi energi adalah pembentukan Badan Layanan Usaha (BLU) Batu bara yang hingga kini belum juga terealisasi. Padahal jika sudah ada maka hasil dari ekspor batu bara bisa berkontribusi terhadap program transisi energi.

“Dana BPDPKS dan dari Batu bara (BLU) yang belum terealisasi sampai sekarang, sisihkan sekian persen untuk biayai transisi energi. Dengan itu kita mulai sebagai pijakan. Tidak usah banyak-banyak bisa dimulai dari 2% saja dulu,” kata Putra dalam diskusi Indonesia Cerah, Senin (21/8).

Lebih lanjut adanya potensi dari pendanaan Just Energy Transition Partnership (JETP) harus dimaksimalkan betul oleh pemerintah. Karena untuk sekarang ini sangat sulit mencari sumber dana baru untuk membiayai pensiun dini PLTU. Untuk itu minimal tawaran pendanaan itu harus diterima dulu baru kemudian pemerintah harus bisa membuat dan menjelaskam skema pembiayaan kepada publik agar tidak ada kerancuan dengan program transisi energi yang digagas PLN dan yang masuk dalam bagian inisiasi JETP.

“Ada pilihan lain gak selain pensiun PLTU, kecuali ada kesadaran dari PT tertentu harus kita dorong itu JETP, terima dan membantu , bentuknya commercial loan agau apapun itu akan menjadi perdebatan yang lain. Tapi yang penting bisa untuk danai pensiun dini PLTU, satu atau dua, syukur – syukur bisa dapat tiga PLTU,” ungkap Putra.

Indonesia harus segera bertindak lantaran selama ini progressny terlalu lambat. Bahkan Indonesia telah dilewati jauh oleh negara-negara Asean untuk urusan transisi energi. (RI)