JAKARTA — Pembangunan struktur energi terbarukan masih menghadapi sederet tantangan besar, baik secara teknis maupun kelembagaan. Wakil Rektor I Institut Teknologi PLN (ITPLN), Prof Syamsir Abduh mengungkapkan, pengembangan struktur energi terbarukan merupakan kerja multidisiplin yang menggabungkan teknologi, regulasi, ekonomi, dan aspek sosial.

“Transformasi energi, bukan sekadar kewajiban lingkungan, melainkan peluang untuk memperkuat ketahanan energi dan membuka ruang pertumbuhan ekonomi baru,” ujar Prof Syamsir Abduh saat berbincang, di Gedung ITPLN Jakarta, Senin(24/11/2025).

Dia menegaskan, sistem energi terbarukan yang terstruktur dengan baik adalah fondasi pembangunan berkelanjutan. Sehingga, ucapnya, transisi menuju sistem energi rendah karbon tak lagi bisa ditunda.

Prof Syamsir menambahkan restrukturisasi sistem energi global menjadi keharusan karena model konvensional berbasis bahan bakar fosil tidak lagi mampu menjawab tuntutan keberlanjutan, tekanan lingkungan, dan meningkatnya kebutuhan energi bersih

“Kita harus membangun struktur energi terbarukan yang tidak hanya andal, tetapi juga efisien dan tahan terhadap perubahan jangka panjang,” ujarnya.

Prof Syamsir mengakui hingga saat ini sejumlah hambatan masih membayangi dalam pengembangan energi terbarukan. Lima tantangan utama yang harus diatasi, antara lain pertama, intermitensi dan keandalan, yang menuntut ketersediaan teknologi penyimpanan energi dan fleksibilitas sistem.

Kedua, kpasitas jaringan dan transmisi terbatas, sehingga perlu ekspansi jaringan secara strategis.

Ketiga, ketidakpastian regulasi dan risiko investasi, yang mengharuskan stabilitas kebijakan jangka panjang.

Keempat, kematangan teknologi, terutama penyimpanan energi jangka panjang yang belum sepenuhnya siap.

Kelima, pemerataan dan keterjangkauan, agar transisi energi tidak menciptakan ketimpangan akses.

“Jika tantangan-tantangan ini bisa dijawab, Indonesia dapat mempercepat lompatan menuju sistem energi bersih dan berkelanjutan,” imbuhnya.

Ia menegaskan bahwa keberhasilan restrukturisasi energi ini bergantung pada kolaborasi antara pemerintah, industri, akademisi, dan masyarakat.

“Transisi energi bukan hanya agenda teknis. Ini agenda peradaban,” pungkasnya.