JAKARTA – Wilayah Kerja (WK) atau blok migas unkonvensional Gas Metana Batubara (GMB) Tanjung Enim ditargetkan berproduksi pada 2020. Saat ini proses persiapan konstruksi fasilitas produksi tengah berlangsung.

Djoko Siswanto, Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengungkapkan jika target produksi sesuai dengan jadwal maka blok Tanjung Enim akan menjadi blok migas unkonvensional pertama yang akan memproduksi gas pertama di Indonesia.

“Iya (produksi pertama), ini mau pembangunan fasilitas produksi, ditargetkan tahun depan konstruksi,” kata Djoko kepada Dunia Energi, Senin (6/8).

Kontrak kerja GMB Tanjung Enim ditandatangani pada 4 Agustus 2009 dengan operator Dart Energy. Dart melalui Dart Energy (Tanjung Enim) Pte, Ltd juga menguasai hak partisipasi (Participating Interest/PI) 45%. Sisanya, dikuasai kemudian PT Pertamina Hulu Energi (PHE) Petra Enim sebesar 27,5% dan PT Bukit Asam Metana Enim 27,5%. Lapangan Tanjung Enim area A dan B berlokasi di kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan. “Total cadangan gas 127,93 BSCF produksi rata-rata 27,19 MMSCFD,” kata Djoko.

Selama ini pengembangan blok migas unkonvensional terkesan lambat lantaran mahalnya pembiayaan. Apalagi harga minyak duni yang anjlok beberapa tahun belakangan membuat pengembangannya dianggap tidak ekonomis. Namun pergerakan herga minyak dunia dalam setahun terakhir yang makin membaik membuat keekonomian pengembangan blok unkonvensional juga ikut membaik.

Amien Sunaryadi, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), mengungkapkan saat ini rencana pengembangan atau Plan of Development (PoD) blok Tanjung Enim sedang difinalisasi dan ditargetkan rampung dalam waktu dekat. Produksi nantinya tidak terlalu besar karena ini masih blok CBM pertama yang diproduksikan.

Menurut Amien, salah satu faktor yang membuat blok Tanjung Enim bisa diproduksikan gasnya karena proses dewatering yang sukses sejak beberapa tahun lalu, sehingga potensi cadangannya bisa dihitung.

Dewatering untuk mengetahui volume gas sebelum bisa diproduksikan. Jadi kalau airnya sudah keambil semua, produksi gas sudah bisa diprediksi jadi perhitungan keekonomian bisa dilakukan,” tandas Amien.(RI)