JAKARTA – Impelementasi produksi minyak lanjutan melalui metode Enhanced Oil Recovery (EOR) menggunakan bahan kimia atau chemical EOR di Blok Rokan hampir dipastikan tidak akan bisa sesuai target yang telah ditetapkan oleh PT Pertamina (Persero). Hal itu diakibatkan oleh belum tersedianya cairan kimia untuk diinjeksikan ke reservoir di Blok Rokan.

Fatar Yani Abdurrahman, Wakil Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), mengungkapkan Pertamina memang awalnya menargetkan penerapan chemical EOR bisa diimplementasikan pada tahun 2025. Tapi dengan kondisi seperti sekarang maka target tersebut kemungkinan besar akan dikaji ulang.

“Kalau kita melihat dulu usulan jaman Pertamina usulkan mengambil Blok Rokan itu 2025 harusnya sudah mulai produksi (dari EOR) malah tinggi produksinya. Saya tidak tahu sekarang mesti dikaji lagi. Harapan kita 2025 harus sudah onstream (chemical EOR),” kata Fatar disela konferensi pers di Jakarta (18/7).

Fatar menjelaskan bahwa harus diakui penerapan EOR terlebih menggunakan cairan kimia membutuhkan persiapan yang tidak sebentar. Hal ini lantaran cairan kimia yang digunakan harus sesuai dengan kondisi reservoir. Saat ini hanya Chevron melalui anak usahanya yang memiliki formula untuk memproduksi cairan kimia yang diklaim paling sesuai dengan kondisi reservoir di Rokan. Chevron belum sempat menggunakannya lantaran kontrak pengelolaan Blok Rokan sudah beralih ke Pertamina.

Niat Pertamina untuk menggunakan cairan kimia tersebut tidak serta merta bisa mulus karena Chevron Oronite anak usaha Chevron selaku pemiliki hak paten terhadap formula tersebut mematok harga tinggi jika Pertamina mau membelinya. Tingginya harga kimia tersebut ternyata langsung berpengaruh terhadap keekonomian proyek EOR di Rokan.

Pertamina, kata Fatar, sekarang memang tengah mengkaji penggunaan cairan kimia alternatif. Namun langkah itu diyakini membutuhkan waktu tidak sebentar.

“Masih dites dulu bahkan sebelum itu dilakukan simulasi dulu secara mennggunakan software dilihat mana yang cocok baru dilakukan tes. Nah itu di lab saja bisa berbulan-bulan yang ini juga kita nggak tahu nih seperti apa reservoirnya, letak sumur injeksinya perlu dilihat. Nah belum lagi kita bor sumurnya kemudian membangun fasilitas untuk recovery si chemical-nya itu. Itu saya kalau lihat timeline-nya sih mungkin bisa 2 tahun-3 tahun lah,” jelas Fatar.

Jika memang berhasil temukan formula tersebut, Fatar optimistis biaya pengembangan Rokan melalui metode chemical EOR bisa jauh ditekan ketimbang gunakan kimia dari Chevron.

“Bisa turun (biayanya), karena sebagian juga diproduksi di dalam negeri juga kan. Cuma isinya surfaktan sama polimer aja. Cuma kalau di yang si Chevron itu ada beberapa campuran lain. Jadi sekarang kita lagi evaluasi beberapa alternatif kimia lain. Walaupun itu yang utama ya, yang sekarang pernah dilakukan evaluasinya oleh Chevron waktu itu. Itu harganya agak lumayan tinggi ya dan itu mempengaruhi keekonomian dari Rokan itu,” jelas Fatar. (RI)