JAKARTA – Pemerintah mengakui selama ini program bioetanol untuk transportasi masih belum optimal. Pada tahun 2008-2009 dan 2015-2016 pencampuran bioetanol dilakukan dalam skala kecil, dan pada akhirnya harus dihentikan karena kurangnya bahan baku, harga bahan baku yang mahal, serta terbatasnya infrastruktur pendukung program bioetanol.

Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengungkapkan pada November tahun 2022 lalu, Presiden RI Joko Widowo telah mencanangkan program bioetanol dari tanaman tebu di Mojokerto Jawa Timur untuk meningkatkan ketahanan energi nasional. Kemudian pencampuran bioetanol juga tengah dilaksanakan PT. Pertamina melalui campuran bensin Etanol 5% dengan Ron 95 pada produk Pertamax Green 95 yang saat ini telah tersedia di beberapa SPBU di Surabaya dan Jakarta.

Untuk mendukung keberlanjutan mandatori bioetanol ke depan, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2023 tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol Sebagai Bahan Bakar Nabati (Biofuel).

“Perpres tersebut didorong karena terbatasnya bahan baku tebu, dan juga terbentur dengan masalah pangan, sehingga pemerintah mendorong pengembangan bahan bakar nabati berbasis potensi lokal dan akan menciptakan pasar baru bagi produk pertanian lokal,”kata Arifin di Jakarta, Senin (9/10).

Berdasarkan catatan Kementerian ESDM, Konsumsi bahan bakar minyak (BBM) Indonesia pada tahun 2022 mencapai lebih dari 1.100 Million Barrel Oil Equivalent (MBOE), meningkat sekitar 30% apabila dibandingkan dengan 10 tahun sebelumnya, tahun 2012. Hal tersebut dikarenakan terjadinya peningkatan konsumsi BBM di sektor industri dan transportasi.

Menurut Arifin sebagian besar dari kebutuhan domestik tersebut, berasal dari impor, terutama bensin.

“Impor bensin meningkat dari sekitar 123 juta barel di tahun 2015 menjadi 138 juta barel di tahun 2022. Ketergantungan yang tinggi terhadap impor bahan bakar tentunya akan membahayakan ketahanan energi nasional,” jelasnya.

Oleh karena itu, sebut Arifin, pemerintah tengah berusaha untuk mengurangi ketergantungan impor minyak, dengan mengembangkan bahan bakar nabati (BBN), dimana Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki sumber BBN yang besar.

Seperti program biodiesel yang telah ditetapkan pada tahun 2008 dengan menerapkan campuran 2,5%, dan terus meningkat hingga pada Februari 2023 telah ditetapkan mandatori campuran Biodiesel mencapai 35%, atau lazim disebut B35.

“Implementasi program biofuel juga dimaksudkan untuk mengurangi emisi hingga 31,9% di bawah BAU (Business as Usual) pada tahun 2030, dan memenuhi target bauran energi sebesar 23% pada tahun 2025,” ujar Arifin. (RI)