Para anggota Ikatan Alumni UI, ITB, IPB, ITS, Universitas Trisakti, dan UPN saat mengadukan pelanggaran HAM penanganan kasus bioremediasi Chevron ke Komisi III DPR.

Para anggota Ikatan Alumni UI, ITB, IPB, ITS, Universitas Trisakti, dan UPN saat mengadukan pelanggaran HAM penanganan kasus bioremediasi Chevron ke Komisi III DPR.

JAKARTA – Alumni dari enam perguruan tinggi terkemuka di Tanah Air yakni UI, ITB, ITS, IPB, Universitas Trisakti, dan UPN Veteran, mengadukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi dalam penanganan kasus bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia oleh Kejaksaan Agung dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) ke Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Selasa, 4 Juni 2013.

Koordinator Ikatan Alumni Universitas Indonesia (UI) Rudy Johannes mengaku, kehadirannya bersama enam ikatan alumni perguruan tinggi lainnya ke Komisi III DPR, bukan untuk membela Chevron. Melainkan meminta perlindungan ke wakil rakyat, atas kesewenang-wenangan yang dialami individu-individu karyawan Chevron dan kontraktornya, dalam penanganan perkara bioremediasi.

“Rekan kami Endah Rumbiyanti (alumni Fakultas Teknik UI) baru saja pulang dari tugas belajar di Amerika. Karena mengerti tentang bioremediasi, Rumbi ditugaskan memberi penjelasan kepada penyidik Kejaksaan Agung (Kejakgung). Setelah memberikan penjelasan, kok langsung dijadikan tersangka?,” ujar Rudy di hadapan anggota Komisi III DPR.

Ia menambahkan, Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) juga telah mengeluarkan rekomendasi, yang menegaskan adanya pelanggaran HAM dalam penanganan kasus bioremediasi oleh Kejakgung dan Pengadilan Tipikor Jakarta. “Kami memohon Komisi III DPR bisa menindaklanjuti dan mendalami hasil temuan Komnas HAM tersebut,” pinta Rudy seraya menyerahkan salinan hasil pemantauan Komnas HAM atas penanganan kasus bioremediasi ke Komisi III DPR.

Hal senada diungkapkan Sekretaris Ikatan Alumni Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya (ITS) Tonthowi Jauhari. Ia menyoroti tindakan Kejakgung yang menahan kembali karyawan Chevron, Bachtiar Abdul Fatah dalam kasus bioremediasi. Padahal Bachtiar yang alumni ITS ini, sebelumnya sudah dibebaskan dari status tersangka oleh Putusan Praperadilan, karena terbukti sama sekali tidak terkait dengan kasus bioremediasi.

Taufiqurrohman, salah seorang alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) yang hadir, mengungkapkan fakta di persidangan bahwa semua saksi dan ahli yang dihadirkan, sudah menyatakan tidak ada unsur pidana dalam perkara bioremediasi. Namun jaksa dan hakim seolah mengabaikan itu semua. “Kami tidak peduli kalau Chevron akan dinasionalisasi misalnya. Tapi jangan hukum dan rampas hak asasi rekan kami yang tidak bersalah,” ujarnya.       

Ia juga menerangkan, posisi Kukuh Kertasafari (alumni ITB) di Chevron delapan tingkat dibawah Direktur. Semua karyawan Chevron yang dijadikan terdakwa tidak memiliki wewenang mengambil keputusan di perusahaannya. Mereka hanya karyawan level biasa. “Kami tidak berupaya mempengaruhi proses hukum. Tapi tolong, jangan jadikan korban orang yang tidak bersalah,” tandasnya dalam pertemuan dengan Komisi III yang merupakan forum Rapat Dengar Pendapat (RDP).  

Serahkan Rekaman Sidang

Tak ketinggalan Nuridowati, pendamping Ummi (istri Herlan bin Ompo) dan Ratna (istri Ricksy Prematuri) di akhir pertemuan menyerahkan rekaman sidang Pengadilan Tipikor dalam perkara bioremediasi Chevron, yang menurut mereka penuh kejanggalan. Herlan dan Ricksy adalah pimpinan dua perusahaan kontraktor bioremediasi Chevron, yang sudah divonis oleh hakim. “Suami mereka sudah sembilan bulan ditahan oleh Kejaksaan lewat prosedur pemeriksaan dan pengadilan yang janggal,” ungkapnya.   

Hadir pula dalam kesempatan itu, Hotasi Nababan, Direktur Utama Merpati yang juga sempat dikriminalkan oleh Kejakgung dengan tuduhan korupsi. Hotasi yang merupakan alumni ITB ini, akhirnya divonis bebas oleh Mahkamah Agung. Dalam beberapa kesempatan, ia mengaku ada percobaan pemerasan terhadap dirinya selama menjalani kasus tersebut. “Bukan tidak mungkin hal itu juga terjadi pada terdakwa kasus bioremediasi,” tukasnya dalam sebuah diskusi bulan lalu.

Turut hadir mengadu ke Komisi III DPR, Ikatan Alumni Universitas Trisakti, Himpunan Alumni Institut Pertanian Bogor (IPB), dan Ikatan Alumni Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta. “Rekan kami Alexiat Widjaja juga diseret dalam kasus ini tanpa pernah diperiksa,” tutur Koordinator Ikatan Alumni Trisakti, Idris Alaydrus.

Wiwin Anggraini yang mewakili Ikatan Alumni UPN menuturkan, para terdakwa mengaku tidak pernah mendapatkan surat penetapan dari Kejakgung, saat dijadikan tersangka. Mereka hanya mengetahui dari internet, dan ketika sudah ada surat pemanggilan. “Kami juga meminta Komisi III DPR menindaklanjuti fakta bahwa saksi ahli Kejakgung adalah orang yang pernah kalah tender bioremediasi di Chevron,” tambah Ahmad Mukhlis Yusuf yang mewakili Himpunan Alumni IPB.

Menanggapi ini, Wakil Ketua Komisi III DPR, Tjatur Sapto Edi mengusulkan agar DPR memanggil Jaksa Agung untuk dimintai keterangan. Menurutnya Komisi Yudisial (KY) dan Komisi Kejaksaan (Komjak) juga perlu dipanggil, untuk dimintai keterangan. Karena dari pengaduan para alumni, terungkap bahwa mereka sudah sempat mengadu ke KY dan Komjak, namun belum ada tindak lanjut sampai sekarang.

(Abraham Lagaligo/abrahamlagaligo@gmail.com)