Laboratorium 'dadakan' di kantor Kejagung yang digunakan Edison Effendi menguji sampel tanah bioremediasi untuk alat bukti.

Laboratorium ‘dadakan’ di kantor Kejagung yang digunakan Edison Effendi menguji sampel tanah bioremediasi untuk alat bukti.

JAKARTA – Dalam sidang lanjutan kasus bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Edison Effendi selaku ahli yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengakui bahwa laboratorium (lab) yang digunakannya untuk menguji sampel tanah tidak terakreditasi.

Pengakuan ini sangat mengejutkan tim penasehat hukum serta terdakwa Bachtiar Abdul Fatah yang hadir dalam persidangan itu. mengingat, hasil pengujian sampel tanah Edison itulah yang digunakan oleh JPU sebagai alat bukti dalam mengajukan dakwaan.   

Pengakuan itu sendiri terlontar di muka persidangan, setelah tanya jawab yang berlangsung sekitar lima jam, antara Edison dan tim penasehat hukum terdakwa. Edison sendiri terkesan berbelit-belit, saat menjelaskan soal lab lingkungan yang digunakannya dalam pengujian dan analisa sampel tanah, yang dijadikan bukti di persidangan.

Dalam persidangan yang berlangsung pada Kamis, 5 September 2013 itu, Edison menegaskan bahwa ia memakai instrumentasi yang dapat mengukur parameter dalam proses bioremediasi. Tak puas dengan jawaban itu, penasehat hukum kemudian bertanya seputar Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (Permen LH) Nomor 06 Tahun 2009 tentang Laboratorium Lingkungan.

Setelah pertanyaan-pertanyaan dilontarkan dan dijawab dalam persidangan, ternyata diakui bahwa laboratorium yang dimiliki oleh ahli, merupakan laboratorium ‘dadakan’ yang digelar di ruangan penyidik di kantor Kejaksaan Agung (Kejagung) dan tidak mengikuti persyaratan yang diatur di dalam Permen LH 06/2009 yaitu tersertifikasi dan terdaftar di Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).

Setelah persidangan, penasehat hukum terdakwa, Maqdir Ismail menjelaskan bahwa menjadi hal yang mutlak dalam sebuah proses hukum, untuk memastikan bahwa pengumpulan fakta dan bukti harus mengikuti peraturan dan hukum yang berlaku, termasuk soal pengujian sampel tanah dan laboratorium lingkungan yang digunakan.

“Klien kami (Bachtiar) didakwa melanggar Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 128 Tahun 2003, sementara ahli yang ditunjuk oleh Kejagung melakukan pengujian sampel tanah untuk alat bukti tanpa mengikuti peraturan yang berlaku. Tentu praktek seperti ini dalam penegakan hukum justru melanggar hukum itu sendiri,” tegas Maqdir.

Seperti yang tertuang dalam Permen LH Nomor 06/2009, untuk menjamin akuntabilitas jasa pengujian parameter kualitas lingkungan bagi penyedia dan pengguna jasa, diperlukan laboratorium lingkungan yang memenuhi persyaratan kompetensi. Yaitu mempunyai sertifikat akreditasi sebagai laboratorium pengujian dengan lingkup parameter kualitas lingkungan, yang diterbitkan oleh lembaga akreditasi yang berwenang, serta mengantongi identitas registrasi yang diterbitkan oleh Menteri LH.

“Dengan keterangan ahli Edison Effendi, sangat jelas bahwa bukti yang diajukan JPU, yang merupakan hasil pengujian oleh Edison Effendi, adalah tidak valid. Karena tidak mengikuti kaidah yang ditetapkan oleh peraturan yang terkait dan tidak dapat dipertanggungjawabkan secara hukum,” pungkasnya.

Edison Effendi merupakan seseorang yang mengaku sebagai ahli bioremediasi, dan sejak awal keterangan serta hasil pengujian serta analisanya digunakan penyidik Kejagung, dalam mendakwa dan menuntut para terdakwa kasus bioremediasi PT CPI. Hasil pengujiannya menyebutkan tanah di wilayah operasi Chevron tidak perlu dibioremediasi.

Ahli Terlibat Mencari Fakta

Dalam sidang lanjutan kasus bioremediasi CPI yang berlangsung pada Kamis, 5 September 2013 itu, JPU menghadirkan dua saksi ahli. Yakni ahli bioremediasi yang ditunjuk Kejagung, yaitu Edison Effendi serta Juniver Sinaga dari BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan) yang hasil auditnya juga digunakan sebagai alat bukti oleh JPU.

Seperti tercatat dalam vonis bersalah pada sidang 17-19 Juli 2013 terhadap 3 karyawan CPI, Kukuh Kertasafari, Endah Rumbiyanti dan Widodo, majelis hakim yang diketuai Sudharmawatiningsih mendasarkan hampir semua pertimbangan vonisnya kepada kesaksian dan BAP (Berita Acara Pemeriksaan) Edison Effendi.

Meski beberapa ahli bioremediasi lainnya yang dimintai keterangan dalam persidangan memberikan pendapat yang berbeda, namun Majelis Hakim tetap hanya merujuk pada keterangan Edison Effendi. Oleh karena itu, pada sidang kali ini penasehat hukum terdakwa tampak berusaha memperoleh keterangan-keterangan yang obyektif dan faktual dari Edison.

Selain mengomentari gelar Phd yang dipakai Edison Effendi ) padahal yang bersangkutan adalah lulusan ITB dan ITB tidak mengeluarkan gelar Phd), tim penasehat hukum juga mengungkapkan keberatan atas dihadirkannya Edison Effendi sebagai ahli. Hal ini mengingat Edison Effendi pernah terlibat beberapa kali dalam proses tender bioremediasi CPI, sehingga netralitasnya diragukan.

Maqdir Ismail selaku penasehat hukum terdakwa, juga menyampaikan keberatan atas dihadirkan Edison sebagai ahli untuk memberikan keterangan di depan persidangan, karena Edison Effendi adalah orang yang dipakai jaksa untuk menemukan fakta saat proses penyelidikan dan penyidikan.

“Edison Efendi adalah orang yang dipakai penyelidik dan penyidik untuk mencari dan menemukan fakta, menurut KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana) ahli tidak boleh terlibat dalam pencarian fakta. Jadi penggunaan Edison Effendi selaku ahli untuk bersaksi tidak tepat,” ujar Maqdir.

Dalam kasus ini, menurut Maqdir, Edison Effendi diminta dalam persidangan untuk memberikan penilaian sebagai ahli terhadap fakta yang merupakan hasil pekerjaan dan pengujiannya Edison Effendi sendiri sehingga tidak ada netralitas.

Seperti yang diungkapkan tim penasehat hukum, Edison Effendi terlibat dalam penentuan titik sampling dan pengambilan sampel oleh Kejaksaan Agung. “Ada bukti video mengenai apa yang dikatakan Jaksa Penuntut Umum dan Edison Effendi di lapangan,” ungkap Dasril, anggota tim penasehat hukum terdakwa.

Sempat pula, penasehat hukum memutar rekaman video ketika pengambilan sampling di lapangan Minas, Riau di depan sidang sebelum tanya-jawab dimulai. Dalam rekaman berdurasi sekitar lima menit itu, tampak Edison Effendi tengah memberikan instruksi dan pengarahan saat melakukan pengambilan sampel di lapangan bioremediasi PT CPI.

(Abraham Lagaligo / abrahamlagaligo@gmail.com)