JAKARTA – Perusahaan tambang menyadari isu keberlanjutan dan tanggung jawab sosial jadi salah satu sorotan utama dalam industri tambang mineral di Indonesia yang kini sedang digenjot untuk mengejar target hilirisasi. Para pelaku usaha tambang juga mulai bertransformasi dengan mengedepankan prinsip-prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG).

Harita Nickel tidak terlepas dari kondisi tersebut di atas. Produsen utama nikel dunia ini tidak hanya fokus pada produksi dan profit, tetapi juga memperhatikan dampak lingkungan, kesejahteraan masyarakat sekitar, dan tata kelola perusahaan yang transparan. “Tanpa mengedepankan hal tersebut akan sulit mencapai keberlanjutan bisnis,” tutur Dindin Makinudin, Community Affairs General Manager Harita Nickel, di sela diskusi yang digelar Energy & Mining Editor Society (E2S) dengan tema “Uncovering ESG Transformation in Indonesia’s Nickel Mining Industry” di Jakarta, Jumat (4/7).

Dia menuturkan salah satu poin utama dalam kegiatan operasional Harita adalah kinerja ESG perusahaan melalui pengelolaan lingkungan hidup maupun masyarakat. Ia mengungkapkan tren saat ini yang berkembang adalah industri jasa keuangan terutama investor dan bank ingin memastikan bahwa investasi yang mereka tanamkan di perusahaan lebih aman dan memberikan kinerja yang lebih baik.“ESG kini jadi pertimbangan dalam keputusan berinvestasi,” ungkap Dindin.

Prinsip-prinsip ESG diterapkan Harita secara optimal agar bisa memaksimalkan manfaat dari keberadaan sumber daya alam yang bisa dirasakan masyarakat. Dindin menjelaskan perputaran ekonomi dengan praktik tambang yang sesuai dengan ESG yang dijalankan Harita sangat besar.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Halmahera Selatan, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Halmahera Selatan terlihat meningkat dengan drastis setelah adanya aktivitas hilirisasi nikel sejak tahun 2016 yakni mencapai 54,59% berasal dari industri pengolahan.

“Pertumbuhan ekonomi stabil tumbuh. Industri pengolahan sangat dominan mendorong perekonomian lokal artinya hilirisasi sukses memantik pertumbuhan ekonomi di Halmahera Selatan,” ungkap Dindin.

Harita Nickel merupakan bagian dari Harita Group yang mengoperasikan pertambangan dan pemrosesan nikel terintegrasi berkelanjutan di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara. Selain IUP Pertambangan, perusahaan sejak 2016 telah memiliki pabrik peleburan (smelter) nikel saprolit dengan teknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) dan sejak 2021 juga memiliki fasilitas pengolahan dan pemurnian (refinery) nikel limonit dengan teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL) di wilayah operasional yang sama. Kedua fasilitas tersebut hadir untuk mendukung amanat hilirisasi dari pemerintah Indonesia.

Harita Nickel menjadi pionir di Indonesia dalam pengolahan dan pemurnian nikel limonit (kadar rendah) dengan teknologi HPAL. Teknologi ini mampu mengolah nikel limonit yang sebelumnya tidak dimanfaatkan, menjadi produk bernilai strategis berupa Mixed Hydroxide Precipitate (MHP). Dengan teknologi yang sama, MHP sebagai intermediate product telah berhasil diolah menjadi produk akhir berupa Nikel Sulfat (NiSO4) yang merupakan material inti pembuatan katoda sumber energi baru, yaitu baterai kendaraan listrik.

Saat ini, total tenaga kerja yang diserap perusahaan mencapai lebih dari 22 ribu orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 85% merupakan WNI dan 45% berasal dari Maluku Utara. Hal ini mencerminkan keberpihakan perusahaan terutama pada tenaga lokal.

Dindin menyatakan dengan jumlah karyawan yang banyak di Pulau Obi terdapat kebutuhan logistik yang besar. Misalnya saja beras mencapai sekitar 20 ribu sak beras per bulan. Kemudian ayam potong 22 ribu kg, ada juga ikan dan sebagainya. Di Pulau Obi tidak hanya peluang kerja, tetapi juga membuka peluang berusaha untuk menjadi pemasok bagi kebutuhan perusahaan.

“Masyarakat mau mengikuti syarat dan ketentuan yang ditentukan perusahaan baik dari segi kualitas, kuantitas dan kontinuitasnya. Harapannya dengan adanya peluang tersebut menjadi pemantik hubungan yang harmonis dan saling menguntungkan antara perusahaan dengan masyarakat yang ada di sekitarnya,” jelas Dindin.

Dampak ekonomi yang sudah dihasilkan perusahaan mencapai 729 wirausahawan binaan perusahaan dan pendapatan terekam setiap bulan mencapai miliaran rupiah. “Per bulan sekitar Rp14 miliar untuk perputaran di lokal,” ujar Dindin.

Selain itu, Harita Nickel saat ini sedang menjalani audit secara sukarela terhadap standar pertambangan global paling ketat di dunia, yakni Initiative for Responsible Mining Assurance (IRMA) sebagai lembaga independen ESG dunia.

Harita Nickel menjadi perusahaan pertambangan dan pemrosesan nikel terintegrasi pertama di Indonesia yang berkomitmen untuk diaudit IRMA.

Komitmen untuk menyelaraskan industri nasional dengan standar global tidak hanya memastikan manfaat jangka panjang untuk masyarakat dan lingkungan, namun juga menunjukkan industri nikel nasional selaras dengan standar kepatuhan tertinggi di dunia.

Audit ini telah berlangsung sejak 2023 dan hasilnya akan rampung dalam waktu dekat. SCS Global Services, firma audit independen yang disetujui IRMA, melakukan penilaian, yang mencakup kajian dokumen (tahap 1) yang telah dilakukan sejak Oktober 2024 , diikuti oleh audit lapangan (tahap 2) pada April 2025. Total, ada lebih dari 400 persyaratan standar IRMA yang akan melalui proses audit.

“Penilaian dilakukan menggunakan informasi dari berbagai unsur seperti anggota masyarakat sekitar, pejabat publik, perwakilan tenaga kerja, atau pihak berkepentingan lainnya. Ini memang sulit dipenuhi tetapi kami dengan sukarela mengikuti audit ini,” kata Dindin.

Penambangan di Pulau Obi juga sangat memperhatikan aspek lingkungan. Harita Nickel menargetkan tahun ini akan mereklamasi lahan bekas kegiatan tambang seluas 66 ha hectare (ha). Tercatat hingga 2024, dua unit usaha Harita Nickel sudah mereklamasi lahan seluas 231,53 ha. Sejumlah tanaman digunakan untuk reklamasi yakni cemara laut, kayu putih, ketapang, kayu nani, hingga pohon gofasa.

Perusahaan juga membangun pusat pembibitan pohon yang diberi nama Loji Central Nursery. Di sinilah semua bibit pohon untuk reklamasi disiapkan, mulai dari biji. Di area ini juga terdapat shade house, greenhouse hidroponik, hingga gudang pupuk dan laboratorium lingkungan.

Harita Nickel berkomitmen melakukan reklamasi seiring sejalan dengan kegiatan penambangan yang masih dilakukan perusahaan. Di mana, satu lahan akan segera dilakukan reklamasi bila sudah dalam kondisi mine out. Harita mempersiapkan tim tersendiri yang memang dikhususkan mengurusi reklamasi tambang. Bahkan, perusahaan mengucurkan dana sekitar Rp 250 juta per hektar dalam upaya menjalankan kewajibannya menghijaukan kembali lahan tambang.

Inovasi kolam kolam pengendapan menjaid bentuk lain dari komitmen Harita Nickel memenuhi praktik pertambangan berkelanjutan juga terlihat melalui penerapan sistem manajemen air tambang (mine water management). Sediment Pond (kolam pengendapan) menjadi cara Harita mengelola air pembuangan bekas kegiatan tambang kembali ke kadar semula sesuai ketentuan lingkungan untuk dialirkan ke laut sebagai muara terakhir.

Fasilitas sediment pond berada di beberapa lokasi di areal pertambangan dengan luas yang berbeda. Total luas kolam pengendapan saat ini telah mencapai 100 ha yang mampu menampung 1,2 juta meter kubik air limpasan. Pada prinsipnya, perusahaan harus mengembalikan lagi ke alam setelah apa yang diberikan oleh alam. Misalnya, air jernih yang masuk ke dalam tambang kita harus mengembalikan lagi kejernihan air dengan kolam itu sendiri, jadi memfilterasi yang selama ini keruh tertampung di kolam tadi dan menjadi jernih.

Kolam pengendapan ini digunakan untuk memisahkan partikel padat (sedimen) dari air yang digunakan dalam proses pengolahan nikel. Di mana, proses penjernihan air limbah tambang sejatinya sudah menjadi kewajiban perusahaan mengacu pada ketentuan pemerintah.
Keberadaan sediment pond mempunyai dua fungsi, yaitu demi menjaga keselamatan operasional tambang berkaitan dengan curah hujan tinggi di Pulau Obi. Fungsi lain menjaga lingkungan sekitar pertambangan, di mana air yang mengalir ke laut sesuai dengan baku mutu yang diwajibkan pemerintah sehingga tidak mengganggu wilayah sekitar.

Proses pembuatan sediment pond ini tidak mudah. Diperlukan perencanaan dan perhitungan matang mulai dari pembuatan awal hingga mengelolanya saat kolam pengendapan sudah dibangun.

Untuk membangun fasilitas ini, membutuhkan biaya yang besar tidak sekedar komitmen semata, yakni sekitar Rp 45 miliar. Saat sudah terbangun, Harita kemudian menugaskan tim monitoring melakukan pemantauan terhadap kolam sedimen setiap hari, untuk mengetahui kondisi apapun di tempat ini. Pemantauan akan lebih intens saat kondisi cuaca curah hujan dengan debit yang tinggi.

Pemain Utama Nikel
Hendra Gunawan, Direktur Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengungkapkan Harita Nickel merupakan pilar utama untuk menopang posisi Indonesia hingga kini merupakan sebagai pemain utama nikel dunia. Indonesia tercatat memiliki 5,3 miliar ton ore cadangannya yang bisa diproduksikan, serta mencapai 18,5 miliar ton ore sumber daya yang tersebar utamanya di timur Indonesia. “Ini peluang dan tantangan dalam upaya transisi energi,” ujarnya.

Hendra menuturkan dalam rangka mendukung transisi energi, konsep pertambangan hijau merupakan suatu keniscayaan yang harus dijalankan sesuai dengan kerangka ESG. “Sejalan hal tersebut, undang-undang pertambangan beserta peraturan turunnya terus mendukung dan mendorong pertambangan standar ESG sebagai landasan bagi praktik pertambangan hijau,” ungkapnya.

Sementara itu, Meidy Katrin Lengkey, Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), menuturkan bahwa produsen mobil (OEM) juga mencari pasokan yang bertanggung jawab dengan standar ESG yang kuat. Ini yang memang sedang dikejar oleh para pelaku usaha produsen nikel di tanah air salah satunya Harita Nickel yang saat ini sedang disertifikasi oleh IRMA.

Indonesia bahkan, kata Meidy, pada dasarnya bisa membuat standar ESG sendiri namun tetap harus sejalan dengan beberapa parameter yang disyaratkan oleh para konsumen nikel dunia yakni manajemen tailing, transparansi, keselamatan dan kesehatan kerja, dekarbonisasi, deforestasi dan keanekaragaman hayati, keterbukaan informasi bagi masyarakat yang terdampak, penegakan hukum.

Nikel di pasaran dunia banyak mendapat perhatian terutama terkait dampak lingkungan. Standarisasi ESG dalam proses penambangan ini menunjukkan bahwa komitmen perusahaan yang menjalankan ESG dalam kegiatan operasinya justru memberikan dampak positif ke lingkungan sekitar.

“Kami diskusi dengan Tesla, Mercedes, BMW pangsa pasar dari Eropa, market membutuhkan ESG standard. Indonesia bisa saja menyusun standarisasi ESG tapi harus mengacu pada parameter yang sudah ditentukan,” ungkap Meidy.

Tri Budhi Soesilo, Akademisi Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia (UI), menilai pelaku usaha tambang di Indonesia boleh dibilang telah menerapkan ESG cukup baik. Namun yang jadi masalah ada masyarakat yang tidak sabar dengan hasil dari apa yang sudah dilakukan oleh perusahaan untuk bisa beroperasi dengan memperhatikan lingkungan. “Menggandeng jurnalis sebagai mitra seperti yang dilakukan Harita ini jadi jalan yang bagus untuk menyebarkan apa yang telah dilakukan perusahaan mensosialisasikan program keberlanjutan lingkungannya ke masyarakat,” jelas Tri Budhi.

Risna Resnawaty, Pakar Community Development dan Ketua Program Studi Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP Universitas Padjajaran, menilai industri nikel mengalami perkembangan pesat dalam waktu tiga tahun terakhir terutama maraknya produksi mobil listrik yang memerlukan baterai. Untuk mendukung pendapatan negara terutama setelah adanya larangan ekspor bahan nikel mentah, namun ekspor nikel harus setengah jadi atau telah menjadi barang jadi.

Hal senada disampaikan Bisman Bakhtiar, Direktur Eksekutif PUSHEP, yang mengakui bahwa industri nikel masih sangat prospektif. “Nikel merupakan bahan dasar untuk banyak industri serta juga baterai EV dan Indonesia mempunyai cadangan besar nikel. Namun, kalau eksploitasi secara masif akan sangat berisiko bagi daya dukung lingkungan,” ujar Bisman.

Lebih lanjut Dr Risna menyampaikan dampak positif industri nikel seperti halnya industri tambang lain memberikan perubahan sosial yang besar bagi kehidupan masyarakat khususnya di sekitar wilayah operasi. “Keterserapan tenaga kerja menjadi dampak positif yang utama namun perlu dicermati pada bagian mana saja masyarakat setempat dapat ikut terlibat dalam industri nikel ini, sebab penambangan nikel ini membutuhkan teknologi tinggi. Keberadaan perusahaan membuat mindset masyarakat ingin bekerja di Industri nikel, namun masyarakat tidak mudah untuk dapat menjadi pegawai dengan keterbatasan Pendidikan dan keterampilan yang dimiliki,” ujarnya.

Dr Risna menerangkan dampak negatif pada lingkungan terkait dengan pengelolaan limbah yang dapat menyebabkan pencemaran pada lingkungan alam. Idealnya, kata Dr Risna, pada pendirian perusahaan harus memenuhi persyaratan dalam pengelolaan lingkungan ini, sehingga dampak negatifnya tidak terjadi.

Ia menyebut sebagian besar tambang nikel berada di wilayah rural atau perdesaan di Indonesia, dengan karakteristik wilayah kepulauan. Kondisi masyarakat memiliki akses yang terbatas pada Pendidikan dan ekonomi sehingga masyarakat memiliki kondisi ekonomi yang kurang sejahtera.

“Kegiatan CSR/TJSL yang ideal adalah pada peningkatan SDM, sehingga masyarakat di sekitar wilayah tambang menjadi berdaya untuk memilih mata pencaharian, tentu seiring dengan peningkatan pendidikan. Tugas dari industri nikel adalah meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan turut membantu pencapaian pembangunan di wilayah operasi, melalui program – program yang mampu menjawab kebutuhan masyarakat dengan terencana dan sesuai dengan hasil identifikasi dan pemetaan sosial yang tepat,” ujar Dr Risna.

Dr Risna menilai program CSR Harita Nickel pada masyarakat setempat banyak berfokus pada peningkatan SDM masyarakat melalui pendidikan formal dan informal. Beasiswa sekolah menjadi program yang sangat membantu bagi masyarakat baik di wilayah sekitar tambang maupun bagi masyarakat umum di luar tambang.

“Harapannya program CSR Harita ini dapat meningkatkan kualitas SDM di wilayah tambang sehingga mereka dapat menjadi putera daerah yang menjadi SDM Unggul untuk mengembangkan daerahnya menjadi lebih maju dalam berbagai bidang,” kata Risna.

Ia menambahkan, selain program pendidikan terdapat program peningkatan keterampilan bagi warga untuk menjadi UMKM, kegiatan ini dapat membantu masyarakat meningkatkan pendapatan tentu dengan inovasi disertai pendampingan. “Dalam era teknologi ini dapat juga perusahaan meningkatkan keterampilan UMKM dengan belajar dari contoh sukses di berbagai wilayah lain dengan pengembangan dan modifikasi sesuai potensi yang dimiliki,” ujar Risna.(RA)