JAKARTA – Realisasi lifing minyak dan gas bumi hingga Maret atau kuartal I tahun 2022 masih cukup jauh dari target, Bahkan untuk minyak realisasinya belum mencapai 90% dari target yang dipatok di Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

Dalam data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), lifting minyak baru mencapai 611,7 ribu barel per hari (bph) atau baru 87% dari target sebesar 703 ribu bph. Sementara gas realisasinya mencapai 5.321 juta kaki kubik per haru (MMscfd) atau 92% dari target yang dipatok mencapai 5.800 MMscfd.

Dwi Soetjipto, Kepala SKK Migas, menjelaskan beberapa penyebab rendahnya lifting migas pada tiga bulan pertama tahun ini antara lain adalah rendahnya entry point atau kinerja produksi saat masuk tahun 2022. “Produksi dan lifiting mostly masih terkendala entry point rendah 2022. Karena dampak pandemi 2021. Kita loss sekitar 20 ribu bph,” kata Dwi disela konferensi pers di kantor SKK Migas, Jumat (22/4).

Salah satu penyebab utama lainnya yang patut disoroti adalah terjadi banyak unplanned shutdown di beberapa lapangan minyak yang sangat berpengaruh terhadap kinerja lifting minyak. Diantaranya di blok Cepu, Offshore North West Java (ONWJ) serta di blok Rokan.

Dwi menjelaskan jika lapangan-lapangan minyak yang jadi kontributor terbesar dalam lifting mengalami masalah maka hampir dipastikan akan langsung berdampak pada lifting minyak nasional. Seperti yang terjadi di blok Cepu masalahnya memang terjadi diakhir tahun 2021 namun untuk menaikkan lagi produksi diperlukan waktu. Belum lagu dengan yang terjadi di blok Rokan yang membuat ribuan sumur harus berhenti memproduksi minyak.

“EMCL Trip. Sudah berusaha dinaikan tapi akhir tahun desember 2021 yang berdampak pada produksi 2022, adanya PHE ONWJ bocor (pipa), paling besar PHR yang terjadi power off karena penangkal petir terbakar. EMCL blackout sambungan kabel terbakar. Minggu-minggu lalu ada problem EMCL lapangan kedung keris pipanya landslide jadi tanah longsor. Kita kehilangan 11 ribu bph produksi di Cepu. Ini hal-hal paling utama, jadi lawannya unplanned shutdown,” jelas Dwi.

Namun demikian dia optimistis kinerja masih ada peluang untuk meningkatkan produksi maupun lifting migas di sisa tahun 2022 lantaran kegiatan yang direncanakan tahun ini jauh melampaui realisasi pada tahun sebelumnya.

“Ini kegiatan 2022 jauh lebih besar dari kuartal I 2021. Seperti misalnya pemboran eksplorasi 125% dibanding kuartal I 2021. Pengembangan 2022 kuartal I sudah 213% atau 162 sumur kuartal I tahun 2021 hanya 76 sumur. Workover juga membaik yakni 146 sumur atau 102% dari kuartal I tahun lalu kemudian well service sudah 131% atau 7.265 kegiatan dari realisasi di periode yang sama tahun 2021,” jelas Dwi. (RI)