JAKARTA – PT Pertamina (Persero) meminta tambahan kuota BBM solar bersubsidi untuk atasi kelangkaan yang di berbagai daerah. Manajemen mengungkapkan ada beberapa penyebab yang akibatkan adanya kelangkaan solar subsidi padahal perusahaan telah menambah pasokan.

Nicke Widyawati, Direktur Utama Pertamina menjelaskan saat ini total konsumsi solar subsidi per Februari sudah jebol 10% dari kuota yang ditetapkan. Di sisi lain konsumsi masyarakat terus meningkat tapi kuota yang dialokasikan tahun ini justru lebih rendah ketimbang tahun lalu.

“Kondisinya saat ini semua aktifitas usaha sudah berjalan semua dan industri sudah naik seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang naik 5%,” ujar Nicke dalam RDP bersama Komisi VI DPR RI, Senin (28/3).

Kuota solar subsidi yang dipatok pemerintah tahun ini mencapai 14,9 juta KL atau turun 5% dari jatah solar subsidi di 2021. Pertamina memprediksi hingga akhir tahun nanti konsumsi bisa mencapai 16 juta KL.

“Jadi, kalau kita lihat targetnya 14,9 juta KL. Tapi kita prediksi akan naik sampai 16 juta KL. Sampai akhir tahun ada kenaikan 14%. Tapi supplynya turun 5%. Jadi kita lihat apakah bisa untuk ada tambahan kuota,” ujar Nicke.

Pertamina sendiri mengaku telah mebggelontorkan pasokan melebihi yang sudah ditetapkan oleh pemerintah untuk mencegah kelangkaan meluas. “Jadi per hari ini kita juga terus jaga pasokan, bahkan sudah melebihi kuota yang ditetapkan,” kata Nicke.

Kondisi kelangkaan solar juga diperparah dengan kondisi gap harga cukup besar antara solar non subsidi dan solar subsidi yang sudah mencapai Rp 7.800 per liter. Nicke mengakui adanya shifting konsumsi karena disparitas harga ini. Sementara kegiatan ekonomi masyarakat terus meningkat diduga juga beralih konsumsinya jadi ke BBM subsidi.

“Porsi solar subsidi, mencapai 93%. Jadi yang non subsidi hanya 7%. Apakah ini bisa menunjang sektor logistik dan industri dan ini kelihatannya, penjualan solar non subsidi truun, solar subsidi naik, padahal industri secara operasional naik,” ujar Nicke.

Menurut Nicke ada oknum industri dari sektor tambang dan perkebunan sawit yang sebenarnya tidak boleh memakai solar subsidi namun memakai solar subsidi.

“Antrian ini banyak yang dari industri sawit dan tambang. Kita duga banyak yang pakai solar subsidi,” ujar Nicke.

Nicke menjelaskan saat ini Pertamina memang tidak bisa menindak secara tegas terkait hal ini. Sebab, meski ada Perpres soal subsidi, namun belum ada kejelasan kriteria penerima subsidi.

“Butuh kepmen yang bisa dijadikan juknis juklak mengatur siapa yang berhak mengkonsumsi maupun volumenya berapa. Industri kan tumbuh, kita tetap supply, meski sudah overkuota,” ujar Nicke.

Sementara itu, Alfian Nasution, Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, menjelaskan secara stok per hari ini, stok Solar subsidi mencapai 11,8 hari. Dengan pemulihan ekonomi dan juga tak lagi adanya pembatasan aktifitas membuat konsumsi solar naik 10% dari rencana yang ada.

“Solar ini secara konsumsi ada kenaikan 10 persen,” ungkap Alfian. (RI)