JAKARTA – Permasalahan pasokan Liquefied Petroleum Gas (LPG) kerap mengemuka, terutama pasokan LPG 3kg bersubsidi. Penimbunan LPG untuk mempermainkan harga di berbagai daerah sudah bukan rahasia umum lagi sering dilakukan oknum agen LPG.

Pemerintah dan PT Pertamina (Persero) tidak berdaya menindak para oknum tersebut. Adapun Pertamina hanya bisa mengenakan sanksi administatif hingga pencabutan izin. Namun itu pun jarang diterapkan.

Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengungkapkan pemerintah  menyadari dasar hukum menjadi salah satu faktor, sehingga tindakan pengawasan pendistribusian LPG masih tidak maksimal. Kini aturan tegas telah diatur dalam UU Omibus Law Cipta Kerja.

“Memang untuk pengamanan, subsidi LPG kan langsung ke masyarakat jadi harus diamankan,” kata Arifin saat ditemui Dunia Energi di Kementerian ESDM, Jumat (9/10)

Melalui perubahan pada salah satu pasal di UU Migas Nomor 22 Tahun 2001 yang diatur dalam UU Cipta Kerja yang baru saja disahkan DPR beberapa waktu lalu, para oknum penimbun  bisa langsung dikenakan hukuman pidana.

“Kalau ada pelanggaran yang seperti timbun itu bisa langsung ditindak, bahkan ada pidana juga,” tegas Arifin.

Pada pasal 55 UU Migas Nomor 22 Tahun 2001 tertulis setiap orang yang menyalahgunakan Pengangkutan dan/atau Niaga Bahan Bakar Minyak yang disubsidi Pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling tinggi Rp60 miliar.

Dalam beleid itu belum tidak ada pernyataan secara jelas tentang kegiatan niaga untuk LPG. Sehingga pada UU Cipta Kerja pasal terrsebut diubah menjadi setiap orang yang menyalahgunakan Pengangkutan dan/atau Niaga Bahan Bakar Minyak, bahan bakar gas, dan/atau liquefied petroleum gas yang disubsidi pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling tinggi Rp60 miliar.(RI)