JAKARTA – Peningkatan produksi migas menjadi salah satu pekerjaan rumah terbesar bagi PT Pertamina (Persero) yang diamanatkan pemerintah. Beberapa strategi pengembangan hulu menjadi fokus perusahaan. R.P. Yudantoro, Senior Vice President Eksplorasi Pertamina, mengatakan kegiatan eksplorasi Pertamina akan semakin masif demi meningkatkan cadangan yang menjadi unsur utama jika ingin menigkatkan produksi.

Strategi eksplorasi yang tepat akan menjadi kunci bagi peningkatan cadangan dan produksi Pertamina. Pada Wilayah Kerja (WK) eksisting, kegiatan eksplorasi dilakukan dengan strategi sustainable dan growth. “Kegiatan eksplorasi di WK eksisting lebih didominasi untuk mempertahankan tingkat produksi migas tetap sustain,” kata Yudantoro, Rabu (18/12).

Kemudian kegiatan eksplorasi juga harus diarahkan untuk mendapatkan big fish melalui deeper play dan new play. Seluruh kegiatan eksplorasi ini dilakukan oleh fungsi eksplorasi di Anak Perusahaan Hulu (APH) dengan koordinasi penuh oleh fungsi eksplorasi hulu.

Adapun kegiatan eksplorasi pada new venture lebih ditujukan untuk mendukung strategi growth, yaitu dengan pencarian area atau blok-blok migas baru di Indonesia dan luar negeri yang dianggap dapat memberikan kontribusi penambahan produksi dan peluang eksplorasi.

“Pada kegiatan ini, technical subsurface dilakukan oleh fungsi eksplorasi hulu, sedangkan proses bisnis & komersial oleh fungsi Unit Business Development (UBD),” jelas Yudantoro.

Ida Yusmiati SVP UBD Pertamina mengungkapkan, strategi pengembangan bisnis di sisi hulu Pertamina di antaranya dengan menguasai aset domestik yang memberi dampak produksi besar.

“Strategi ini telah berjalan terbukti dengan aset-aset terminasi yang pengelolaan selanjutnya diserahkan kepada Pertamina, seperti Blok Mahakam dan Rokan,” ujar Ida.

Menurut dia kunci keberhasilan dari pelaksanaan strategi di Hulu adalah kemitraan strategis yang dijalankan dengan tepat. Ida menilai kemitraan strategis akan membantu perusahaan mendapatkan teknologi yang tepat untuk berkembang, memperoleh modal, menghasilkan kegiatan operating & development excellence dan mendapatkan akses untuk memproleh aset yang berkualitas di luar negeri.

“Strategi berikutnya adalah menjalankan merger dan akuisisi selektif, baik di dalam maupun luar negeri, untuk mendukung pertumbuhan anorganik,” ujar Ida.

Sementara itu, Nanang Abdul Manaf Direktur Utama Pertamina EP menjelaskan untuk Pertamina yang areanya terbatas dan tidak bisa berkembang, serta didominasi lapangan mature, strategi yang akan didorong adalah dengan memanfaatkan teknologi agar tetap bisa tumbuh kinerja dan produksi.

“Kami memanfaatkan teknologi terbaik sesuai kondisi yang dihadapi di lapangan, baik applied technology ataupun teknologi yang kami
kembangkan sendiri,” kata Nanang.

Dia menjelaskan berbagai teknologi telah dimanfaatkan Pertamina EP sejak dari kegiatan eksplorasi, pengembangan, dan upaya menjaga integritas surface facilities.

Pertamina EP kata Nanang telah mencapai puncak produksi pada 2010 dengan produksi minyak 130 ribu barel per hari (BPH) dan gas 1.000 juta kaki kubik per hari (MMSCFD). Namun, sejak itu produksi terus meluncur turun hingga 2017. Pada 2018 produksi naik 2,5% dibanding 2017, dan pada 2019 produksi diproyeksi meningkat 1% dibanding 2018. “Hal itu menunjukkan kita masih punya peluang untuk meningkatkan produksi,” ujar Nanang.

Dari sisi panas bumi, potensi pengembangannya juga masih terbuka lebar. Termasuk pengembangan di luar panas bumi.

Ali Mundakir, Direktur Utama PT pertamina Geothermal Energy menyatakan bahwa geotermal tidak hanya dipandang sebagai penghasil listrik, namun di dalam fluida panas bumi terkandung mineral-mineral yang dapat dimanfaatkan industri, seperti CO2, lithium, boron, SiO2, zinc, dan garam.

“CO2 dari geotermal bahkan dapat mencapai level food grade sehingga saya bayangkan Lahendong bisa menghasilkan CO2 yang dapat dipakai untuk industri perikanan di Bitung, Sukawesi Utara. Sedangkan lithium bisa digunakan untuk bahan baku baterai,” ujar Ali.(RI)