JAKARTA – Pemerintah sudah memutuskan untuk memindahkan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan. Salah satu yang harus dipersiapkan adalah ketersediaan listrik. Pasalnya, berdasarkan Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) hingga 2024 pasokan tambahan daya listrik hanya sebesar 691 megawatt (MW).

Arifin Tasrif, Menteri ESDM, menegaskan jika berdasarkan RUPTL maka calon ibu kota baru masih kekurangan pasokan listrik. “Persiapan energi untuk pasokan Ibu Kota baru kami sampaikan bahwa pasokan tambahan tenaga listrik yang harus dipersiapkan untuk memenuhi kebutuhan listrik adalah sebesar 1.555 MW hingga 2024,” kata Arifin di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (27/11).

Jika menggunakan asumsi tersebut maka Ibu Kota baru masih kekurangan pasokan listrik mencapai 884 MW. Karena merujuk pada RUPTL, sampai 2024 tambahan pasokan di Kalimantan Timur tercatat sebesar 691 MW atau masih perlu tambahan sebesar 884 MW.

Kebutuhan daya listrik itu berdasarkan perhitungan awal yang sudah dilakukan PLN yakni dengan adanya pemindahan penduduk 1,5 juta jiwa. Kemudian konsumsi listrik per kapita 4.000 kWh dengan kebutuhan kebutuhan energi listrik 6000 GWh. Serta dengan susut 10%, faktor beban 63% serta produksi energi listrik 6.600 GWh dengan beban puncak 1.196 MW dan reserve margin 30%.

Data Kementerian ESDM menyebutkan, kondisi kelistrikan di sistem interkoneksi Kalimantan saat ini daya mampu netto 1.596 MW dengan beban puncak 1.094 MW dan cadangan 474,2 MW atau 30%. Kemudian beban listrik di Kabupaten Penajam Paser Utara mencapai 15,89 MVA yang dipasok dari Gardu Induk (GI) Petung dengan kapasitas sebesar 90 MVA. Serta beban listrik di Kabupaten Kutai Kertanegara baru mencapai 117,54 MW yang dipasok dari GI Karang Joang, GI Manggarasari, GI Senipah dengan total GI sebesar 290 MVA.(RI)