INDRAMAYU – PT KIlang Pertamina Internasional (KPI) memastikan kualitas produk bahan bakar minyak (BBM) yang diproduksi sudah diuji secara ketat agar memenuhi spesifikasi standar. Uji kualitas produk BBM dilakukan di semua kilang yang dimiliki KPI dengan menggunakan mesin CFR (Cooperative Fuel Research) yang merupakan alat standar internasional yang digunakan untuk menguji ketahanan bahan bakar terhadap knocking (detonasi), terutama untuk menentukan angka oktan (RON) dan angka setana (Cetane Number).
“Alat pengujian di seluruh kilang yang ada di dunia menggunakan CFR. Ini single brand yang dari Amerika Serikat. Seluruh kilang Pertamina memiliki alat ini sehingga produk yang telah lolos pengujian dipastikan telah memenuhi standar internasional. Semua produk BBM kami sebelum dipasarkan sudah melewati proses pengujian ini dan telah tersertifikasi,” tutur Yulianto Triwibowo, General Manager Pertamina RU VI Balongan, di Indramayu, pekan lalu.

Yulianto Triwibowo, General Manager Pertamina RU VI Balongan, menjelaskan tentang operasional kilang kepada media, akhir pekan lalu (Foto: KPI/dok)
Yulianto menambahkan selain memenuhi standar kualitas BBM, operasional Kilang Cilacap sudah menerapkan standar keselamatan dan keamanan yang sangat tinggi. Apalagi, kata dia, kilang-kilang Pertamina ini usianya sudah cukup tua. “Kami di Pertamina terus melakukan berbagai improvement untuk menjaga keandalan kilang. Semua itu kami lakukan agar Pertamina tetap menjadi kebanggaan Indonesia. Walaupun banyak tantangan, kami tetap bekerja dengan tenang dan fokus,” kata dia.
Manager Engineering & Development Kilang Balongan Hadi Siswanto menjelaskan Kilang Balongan memiliki kapasitas 150 ribu barel per hari (bph), atau sekitar 14,2% dari kapasitas total kilang milik Pertamina. Produk utama Kilang Cilacap adalah Bahan Bakar Khusus (BBK) seperti Pertamax, Pertamax Turbo, Avtur Pertadex sebanyak 52%, BBM (Premium dan Solar) 26%, Propylene dan LPG masing-masing 6%, produk aviation sebanyak 1%, dan sisanya produk lain-lain (HMOC, Decant Oil, LCO Mix, dan GO Foam) sebesar 9%.
“Sebanyak 82% produk Kilang Cilacap memenuhi kebutuhan di DKI dan Jawa Barat, 12% wilayah lain, dan sebanyak 6% di ekspor ke Singapura berupa Decant Oil,” kata Hadi.
Sementara itu, General Manager RU IV Kilang Cilacap Wahyu Sulistyo Wibowo mengatakan Kilang Cilacap memproduksi semua produk BBM, mulai dari Perta Series, solar, avtur dan yang terbaru adalah Sustainable Aviation Fuel (SAF) atau bahan bakar pesawat terbang berbahan minyak jelantah. Wahyu menjelaskan, sebelum dilempar ke pasaran, produk-produk BBM tersebut diuji terlebih dahulu di laboratorium internal Kilang Cilacap. “Pengujian tersebut termasuk dalam menentukan Research Octane Number (RON) pada BBM. Pengujian dilakukan menggunakan mesin CFR,” katanya.

Seorang pekerja Kilang Cilacap mengoperasikan mesin CFR untuk menguji kualitas produk BBM sebelum dipasarkan (Foto: Dok/KPI)
Dia menjelaskan mesin CFR bekerja dengan mensimulasikan kondisi pembakaran di dalam mesin kendaraan, termasuk tekanan, suhu dan rasio kompresi yang dikontrol secara ketat, sehingga hasilnya dapat digunakan untuk memastikan kualitas bahan bakar sesuai standar,” ujar Wahyu, akhir pekan.
Menurut Wahyu, semua produk yang diuji dalam laboratorium dipastikan dengan kualitas baik, bahkan bisa melebihi spesifikasi standar. Misalnya, untuk BBM jenis Pertalite dengan RON 90, dalam pengujian di laboratorium hasil RON yang muncul di alat bisa 90,1 atau 90,2. “Jika angka yang muncul di bawah standar yang ditentukan, maka pengujian dilakukan lagi dari awal, hingga hasilnya sesuai. Kami tidak pernah menjual BBM ke masyarakat dengan spesifikasi lebih rendah dari yang ditentukan,” ungkap Wahyu.
Dengan begitu, ia meminta masyarakat tidak perlu khawatir dengan kualitas BBM yang diproduksi oleh KPI. Wahyu menjelaskan semua produk BBM tersebut telah diolah dengan pengawasan ketat, untuk memastikan kualitasnya paripurna sebelum didistribusikan. “Semua produk yang kami hasilkan terjamin kualitasnya, sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan sehingga aman untuk digunakan masyarakat,” tandas Wahyu.
Selain pengujian di laboratorium internal, BBM yang diproduksi oleh KPI juga diuji dilaboratorium eksternal, sebagai bentuk pengendalian mutu yang berkelanjutan. Salah satunya, pengujian dilakukan di Balai Besar Pengujian Minyak dan Gas Bumi (BBPMGB) LEMIGAS yang merupakan laboratorium independen, pada periode Agustus-September lalu.
Wahyu mengatakan, hasil pengujian tersebut menunjukkan kalau semua produk BBM olahan KPI memenuhi spesifikasi yang telar disyaratkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Adapun produk yang diuji di LEMIGAS diantaranya BBM jenis Pertalite, Pertamax, Pertamax Turbo, Pertadex, Biosolar dan Avtur atau bahan bakar pesawat terbang. “Hasil pengujian ini membuktikan kalau proses pengolahan di KPI tetap optimal dan menghasilkan produk energi yang sesuai dengan standar nasional,” kata dia.
Kilang Cilacap memiliki total kapasitas pengolahan 348 ribu bph yang terdiri dari dua Crude Distillation Unit (CDU). CDU-1 sudah beroperasi sejak 1976 berkapasitas 100 ribu bph dan CDU-2 beroperasi pada 1984 dengan kapasitas 200 ribu bph.
Pada tahun 1997, Kilang Cilacap melakukan revamping atau pengembangan, menambah kapasitas CDU-1 menjdi 118 ribu bph, dan CDU-2 menjadi 230 ribu bph. Dengan begitu, total kapasitas Kilang Cilacap menjadi 348 ribu bph. “Saat ini merupakan kilang terbesar milik Pertamina. Nanti, mungkin kedua setelah Proyek RDMP Balikpapan selesai dan diintegrasikan dengan kilang eksisting dengan kapasitas 360 ribu bph,” ungkapnya.
Selain itu, Kilang Cilacap memiliki Residual Fluid Catalytic Cracking (RFCC) mulai 2015 dengan kapasitas 62 ribu bph. Unit ini didesain untuk mengolah residu menjadi produk dengan nilai ekonomi tinggi seperti LPG, Propylene, Polygasoline (mogas dengan RON 98), Naptha (RON 92), Light Sycle Oil (LCO) danDecant Oil (DCO).
Sementara produk bahan bakar hijau (biofuel) diproduksi melalui Unit Treated Distillate Hydro Treating (TDHT). Pengolahan dilakukan secara co-processing antara Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO), Refined, Bleached, and Deodorized Palm Kernel Oil (RBDPKO), maupun minyak jelantah (UCO). “Kilang Cilacap merupakan kilang dengan hasil produk terbanyak dibandingkan kilang milik Pertamina lainnya, meliputi BBM Perta Series, solar, LPG, dan avtur konvensional maupun SAF,” ujar Wahyu.
Kurangi Kandungan Sulfur

VP Process & Facility KPI, Edy Januari Utama (kiri) dan General Manager RU IV Kilang Cilacap Wahyu Sulistyo Wibowo meninjau fasilitas laboratorium Kilang Cilacap (Foto: Dok/KPI)
KPI menargetkan pengurangan kandungan sulfur pada produksi BBM. VP Process & Facility KPI, Edy Januari Utama, mengatakan peta jalan pengembangan kilang akan dilakukan dengan beberapa kategori. Pertama yakni memenuhi batasan spesifikasi, salah satunya kandungan sulfur. Dia mencontohkan, kadar sulfur pada produk Diesel awalnya sebesar 3.500 part per million (ppm), kemudian dikurangi menjadi 2.500 dan 2.000 ppm pada produk Biosolar. “Kadar sulfurnya selalu dikurangi menjadi lebih baik lagi,” katanya.
KPI menargetkan pada tahun 2027, kandungan sulfur pada produk BBM yang dihasilkan kilang Pertamina akan terus dikurangi. “Untuk itu aka nada beberapa proyek yang sudah disiapkan,” tuturnya.
Pertamina baru saja meluncurkan produk Diesel X melalui unit Gas Oil Hydrotreater di Kilang Balongan. Edy mengungkapkan, perusahaan tengah merencanakan unit yang sama untuk produk Gasoline alias bensin. “Masih dalam tahapan perencanaan itu misalnya Diesel Hydrotreater, kemudian GSH, Gasoline Selected Hydrotreater,” tutur mantan GM Kilang Cilacap tersebut.(LH)




Komentar Terbaru