JAKARTA – Target Presiden Prabowo Subianto untuk mencapai 100% sumber listrik dari Energi Baru Terbarukan (EBT) sangat ambisius dan memerlukan evaluasi menyeluruh terkait kemampuan dan sumber daya Indonesia. Dalam Rapat Paripurna DPR-RI Ke-1 Tahun Sidang 2025/2026 dan RAPBN Anggaran 2026, di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Jumat (15/8), Presiden Prabowo Subianto menargetkan 100% sumber listrik di Indonesia berasal dari Energi Baru Terbarukan (EBT). Target ini diharapkan bisa tercapai dalam 10 tahun atau bahkan lebih cepat.
Saat ini, Indonesia masih memiliki bauran energi primer dari EBT sebesar 13,1%, dengan target 23% pada tahun 2025 yang ternyata tidak berhasil menunjukkan tingkat kesulitan yg tinggi untuk Mencapai tujuan tersebut.
Iwa Garniwa, Pengamat Kelistrikan sekaligus Rektor IT PLN, menyatakan untuk mencapai 100% EBT dalam waktu dekat akan memerlukan percepatan signifikan dalam pengembangan infrastruktur, teknologi, dan kebijakan pendukung. “Melihat kondisi dan situasi sekarang dan kedepan makan menurut pendapat saya, target presiden tidak realistis,” kata Iwa kepada Dunia Energi, Minggu (24/8).
Namun demikian bukan berarti target tersebut tidak perlu diusahakan karena biar bagaimanapun transisi energi tetap harus berjalan. Agar harapan transisi energi terus ada maka pengembangan Infrastruktur EBT melalui peningkatan kapasitas pembangkit listrik dari sumber EBT seperti tenaga surya, angin, dan hidro, harus terus jalan.
“Pemerintah harus mempunyai komitmen yang tinggi, programnya harus terstruktur, sistemik dan terukur juga harus konsisten dan massive programnya,” kata Iwa.
Selanjutnya implementasikan program PLTS Atap untuk mempercepat transisi energi sembari meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya bertransisi. Konversi Pembangkit Diesel ke EBT juga harus makin digenjot serta pengembangan teknologi melalui peningkatan penelitian EBT seperti smart grid untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi biaya.
Dalam mencapai target 100% EBT, pemerintah perlu melakukan perencanaan matang, meningkatkan investasi di sektor EBT, dan mengembangkan kebijakan pendukung. Dengan demikian, Indonesia dapat meningkatkan penggunaan EBT dan mengurangi ketergantungan pada energi fosil.
Namun menurut Iwa, Indonesia sebenarnya tidak harus mencapai 100% energi dari EBT lebih baik yang didominasi oleh EBT. Indonesia harusnya lebih concern terhadap teknologi reduksi emisi dan CO2, yaitu setiap CO2 yang dihasilkan dapat diserap atau diabsorp oleh teknologi dan pengembangan sistem absorpsi CO2. “Itulah hakikat Net Zero Emission yang didambakan,” ujar Iwa.





Komentar Terbaru