JAKARTA – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) meminta PT Pertamina Hulu Energi (PHE) bersama dengan para Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) lain untuk segera merampungkan kontrak bisnis dengan para pengelola sumur rakyat.

Hudi D. Suryodipuro, Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas, mengatakan dari sisi SKK Migas berharap tanggal 1 Agustus produksi dari sumur-sumur minyak yang dikelola masyarakat sudah bisa disalurkan ke KKKS.

“Kita push (mendorong) supaya kontrak itu bisa terjadi karena kan kembali lagi kontraktual Itu kan adalah antara si Pertamina Dengan ini dengan apakah itu koperasinya atau BUMD-nya, Jadi intinya kalau dari kita ya segeralah harus di KSO-kan kerjasama operasinya itu bentuknya seperti apa,” jelas Hudi ditemui di Jakarta beberapa hari lalu.

Menurut Hudi ketika kontrak sudah berlaku dan produksi minyak dari sumur rakyat tercatat di produksi KKKS maka dengan sendirinya KKKS sendiri yang juga akan mendapatkan manfaat berupa realisasi produksi yang bertambah tanpa harus banyak melakukan pekerjaan.

“Kalau memang itu adalah terkait dengan Sumur masyarakat dan sumur rakyat dan itu memang harus dilaksanakan dupaya bisa dicatat produksinya Itu yang harus kita push,” ungkap Hudi.

Sebelumnya Bahlil Lahadalia, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menyatakan untuk masyarakat sendiri sumur minyak bisa memberikan dampak ekonomi secara langsung ke masyarakat kali ini dengan cara yang legal karena sudah difasilitasi oleh pemerintah.

Ia menjelaskan bahwa satu barel setara 159 liter, sehingga tiga barel hampir mencapai 500 liter. Dengan harga ICP US$70 per barel dan asumsi porsi bagi hasil 70%, setiap barel menghasilkan sekitar US$49. Artinya, dalam sehari satu sumur bisa meraup sekitar US$147–dibulatkan menjadi US$150–atau setara lebih dari Rp 2 juta.

“Setelah saya mengecek, satu sumur masyarakat itu bisa mendapatkan tiga barel sampai dengan lima barel,” jelas Bahlil.

Istilah sumur tua sendiri mengacu pada sumur minyak bumi yang dibor sebelum tahun 1970, pernah berproduksi, dan saat ini tidak lagi diusahakan oleh kontraktor aktif, sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pedoman Pengusahaan Pertambangan Minyak Bumi pada Sumur Tua.

Penerapan skema ini diperkuat melalui Permen ESDM No. 14 Tahun 2025 tentang Kerja Sama Pengelolaan Bagian Wilayah Kerja untuk Peningkatan Produksi Minyak dan Gas Bumi. Regulasi ini membuka ruang bagi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), koperasi, dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) turut berperan dalam mengelola sumur-sumur marginal dengan tetap menjunjung prinsip keselamatan, keberlanjutan, dan tata kelola yang baik.