JAKARTA – PT Pertamina New & Renewable Energy (PNRE) menyiapkan dana US$2 miliar untuk memperkuat posisi di sektor energi baru terbarukan. Bahkan, tambahan dana bisa diperoleh PNRE melalui dukungan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).

Chief Executive Officer PNRE John Anis, mengatakan langkah yang diambil tetap menjaga prinsip kehati-hatian. “Kita siap hingga US$2 miliar. Ini fleksibel, dari segi modal kita tidak ada masalah, kalau pun kurang kita ada Danantara,” ujar John saat media briefing di Jakarta, pekan lalu.

Langkah PNRE memperkuat posisi di sektor EBT dimulai dengan mengakuisisi 20% saham Citicore Renewable Energy Corporation (CREC), dengan nilai investasi sekitar US$ 120 juta. CREC merupakan perusahaan terbuka terbesar di sektor energi terbarukan dan raksasa energi surya asal Filipina.

Tidak berhenti disitu, PNRE juga menggandeng produsen panel surya terbesar di dunia, LONGi Green Technology Co. Ltd. Bersama LONGi, Pertamina NRE membentuk perusahaan patungan dengan kepemilikan 40%. Perusahaan joint venture keduanya akan pabrik panel surya berkapasitas produksi 1,6 Gigawatt (GW) per tahun.

Kemitraan strategis Pertamina NRE dan LONGi ditandai dengan penandatanganan term sheet yang dilaksanakan pada Senin (23/6) di Cikarang, tepatnya di area pabrik solar panel yang direncanakan. Pabrik panel surya ini nantinya diharapkan akan memberikan banyak nilai positif tidak hanya bagi kedua perusahaan tapi juga bagi Indonesia.

John mengatakan Pertamina NRE agresif untuk mengembangkan portofolio energi hijau. Untuk mencapai target tersebut Pertamina NRE berkolaborasi dengan berbagai pihak, salah satunya dengan mitra strategis. Tujuannya adalah untuk berbagi risiko serta knowledge transfer.

“Untuk itu yang terpenting adalah memilih mitra yang tepat. Kami percaya dalam proyek pabrik solar panel ini LONGi adalah mitra yang paling tepat untuk kami dengan melihat kapabilitas serta pengalaman mereka,” ungkap John.

DIa menambahkan LONGi mempunyai dana riset dan pengembangan (R&D) hingga US$1,2 miliar atau sekitar setengah dari keuntungan perusahaan setahun yang mencapai US$2,3 miliar. “Bayangkan, setengah keuntungannya untuk riset. Makanya enggak ada yang bisa menyaingi mereka dari sisi teknologi,” kata John.

Nantinya, pabrik modul surya di Karawang tersebut akan memproduksi panel surya yang bakal diserap pasar domestik dan juga untuk ekspor. “Kami berharap kebutuhan lokal bisa terserap dulu, baru kita masuk pasar global,” katanya.

Selain investasi di Filipina dengan mengakuisisi 20% CREC, membangun pabrik solar panel berkolaborasi dengan LONGi, PNRE juga telah mengambil langkah strategis dengan membuat pabrik baterai kendaraan listrik, serta pengoperasian pembangkit panas bumi. PNRE melalui Indonesia Battery Corporation (IBC) ikut membangun pabrik baterai kendaraan listrik (electric vehicle/EV) di Karawang, Jawa Barat, bersama mitra internasional CBL International Development Pte. Ltd., anak usaha dari produsen baterai raksasa asal China, Contemporary Amperex Technology Co. Limited (CATL).

Sementara melalui anak usahanya, PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO), PNRE telah menyelesaikan proses Commercial Operation Date (COD) untuk Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Lumut Balai hingga meningkatkan kapasitas pembangkit yang dioperasikannya.

Panel Surya

Pertamina NRE menyebut ada tiga hal yang menjadi kunci kesuksesan dalam industri manufaktur panel surya. Pertama, investasi yang besar untuk riset dan pengembangan. Hal ini menjadi krusial di industri yang memiliki banyak pesaing. Dengan riset dan pengembangan yang kuat akan menghasilkan produk dengan teknologi yang selalu mutakhir dibandingkan pesaing. LONGi secara konsisten terus memperbarui teknologinya sehingga panel surya yang diproduksi memiliki tingkat efisiensi yang terus meningkat.

John Anis mengungkapkan teknologi panel surya LONGi yang terbaru, Hi-MO 9, bahkan yang terbaik di dunia dari sisi efisiensi. “Bukan itu saja, saat ini LONGi memiliki kapasitas produksi panel surya terbesar di dunia mencapai 120 GW per tahun,” kata dia.

Kunci sukses kedua adalah kapital yang kuat. Dengan kapital yang kuat maka kemampuan dalam menghadapi dinamika pasar akan lebih kuat. Dan yang ketiga adalah memiliki rantai pasok global yang kuat. LONGi saat ini telah memasok produk panel surya ke 30 negara dengan pengiriman modul lebih dari 80 GW pada tahun 2024.

John mengatakan kolaborasi dengan perusahaan manufaktur panel surya nomor satu di dunia dalam proyek ini akan memberikan manfaat positif bagi Indonesia, antara lain; memperkuat komitmen Indonesia dalam mempercepat transisi energi dan mencapai Net Zero Emission (NZE) tahun 2060, mengembangkan rantai pasokan industri panel surya di Indonesia dan mengurangi produk panel surya impor, transfer pengetahuan, mendukung realisasi RUPTL, serta meningkatkan kapabilitas industri dalam negeri dengan target capaian TKDN hingga 60%.(AT)