JAKARTA – Asia Pacific Energy Transition Readiness Index 2025, sebuah riset industri yang digagas divisi Energy Industries ABB, menunjukkan bahwa transisi energi di Indonesia terus berkembang dengan cepat. Dorongan utama berasal dari peningkatan pemanfaatan energi terbarukan dan aliran investasi, serta kian terintegrasinya teknologi digital.
Sebanyak 40% responden di Indonesia menyatakan perusahaan mereka telah mengadopsi lebih dari separuh kebutuhan energinya dari sumber terbarukan, jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata regional yang hanya 25%.
Abhinav Harikumar, Vice President divisi Energy Industries ABB untuk Asia Tenggara, mengatakan ke depannya, 87% pelaku industri meyakini penggunaaan energi terbarukan akan melonjak lebih dari 20% dalam lima tahun mendatang, melampaui rata-rata regional yang berada di angka 77%.
“Arah positif ini turut diperkuat oleh reformasi regulasi, termasuk Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan, yang memberikan pijakan regulatif jelas untuk memperluas kapasitas energi hijau di Indonesia,” ujar Abhinav di Jakarta, Rabu (24/9).
Asia Pacific Energy Transition Readiness Index 2025 didasarkan pada survei terhadap lebih dari 4.000 pemimpin bisnis lintas 10 industri di 12 negara di kawasan Asia Pasifik, termasuk Indonesia, yang mengimplimentasikan strategi otomatisasi, elektrifikasi, digitalisasi, dan keberlanjutan.
Dengan mengukur 20 indikator pada aspek Strategi, Teknologi & Infrastruktur, Keuangan, serta Talenta (Ketenagakerjaan), data untuk Indonesia menunjukkan peningkatan pesat yang ditopang kebijakan nasional dan meningkatnya fokus pada digitalisasi. “Indonesia terus menunjukkan langkah maju dalam perjalanan transisi energinya,” kata Abhinav.
Kebijakan iklim yang kuat, investasi yang berdampak, serta optimisme terhadap teknologi inovatif seperti AI dan solusi otomatisasi menjadi faktor penggeraknya. Lebih jauh, kolaborasi lintas ekosistem, pengembangan keterampilan hijau, dan akselerasi digitalisasi akan semakin krusial.
Secara bersamaan, riset ABB menunjukkan momentum finansial juga kian solid. Sebanyak 86% perusahaan di Indonesia kini mengalokasikan lebih dari 10% belanja modal (capital expenditure/capex) pada proyek transisi energi, jauh di atas rata rata regional yang berada di angka 73%. “Hal ini mencerminkan keyakinan yang kian mengakar bahwa investasi transisi tidak hanya prospektif, tetapi juga memberikan dampak nyata dalam memperbesar skala energi terbarukan sekaligus mendorong percepatan transisi,” ungkap Abhinav.
Sementara itu, inovasi teknologi hadir sebagai akselerator utama. Sebanyak 70% responden memandang teknologi sebagai pendorong potensial terbesar, sedikit lebih tinggi dibandingkan rata rata regional sebesar 65%. Kecerdasan Buatan atau Artificial Intelligence (AI) dan otomatisasi dipandang transformatif oleh 47% pemimpin, dibandingkan 32% di tingkat regional. Pada saat yang sama, digitalisasi menjadi prioritas investasi utama bagi 47% perusahaan di Indonesia, menegaskan urgensi modernisasi sistem jaringan.
Bagi Indonesia, hal ini menunjukkan bahwa teknologi digital dan otomatisasi kini dipandang sebagai elemen penting untuk menjadikan energi terbarukan dapat diterapkan secara luas, juga menjadi element penting untuk memodernisasi jaringan, sistem, dan infrastruktur guna mendorong efisiensi.
Transisi energi juga merupakan transformasi yang berpusat pada manusia, dan kolaborasi menjadi kunci untuk memperkuat “talenta-talenta hijau” di masa depan. Sebanyak 30% responden menyatakan bahwa perusahaan mereka melihat kebutuhan untuk mendapatkan tenaga kerja yang dapat mendukung strategi dan rencana transisi energi perusahaan.
Untuk menjawab hal ini, perusahaan juga telah melibatkan mitra eksternal dalam pengembangan keterampilan keberlanjutan, terutama melalui kelompok industri (54%), organisasi pembangunan internasional (43%), lembaga pemerintah (33%), serta universitas dan lembaga riset (30%).
Responden juga menyadari bahwa kolaborasi sangat penting untuk menjaga keberlanjutan kemajuan secara keseluruhan: Sebanyak satu dari empat responden menilai kemitraan publik–swasta sebagai peluang yang belum tergarap sepenuhnya, dengan peningkatan investasi sektor swasta (61%), kolaborasi lintas pemerintah daerah dalam infrastruktur jaringan (56%), serta insentif dan subsidi yang lebih kuat (55%) disebut sebagai area yang memiliki potensi besar untuk mempercepat transisi energi.
Riset yang dilaksanakan antara Mei hingga Juni 2025 itu menunjukkan komitmen kuat terhadap transisi energi baik di Indonesia maupun di kawasan Asia Pasifik.
Abhinav mengatakan untuk membuka potensi penuh transisi energi Indonesia, diperlukan upaya menjaga momentum adopsi dan investasi energi terbarukan; pengembangan berkelanjutan serta digitalisasi sistem yang ada; pembangunan talenta atau tenaga kerja hijau; serta kolaborasi yang lebih erat antara sektor publik dan swasta.
“Jika semua hal ini dapat dicapai, transisi energi Indonesia berada pada jalur yang tepat untuk dipercepat dalam beberapa tahun mendatang,” kata Abhinav.(AT)





Komentar Terbaru