JAKARTA – Penerapan pajak bea keluar (bea ekspor) untuk komoditas logam mulia dinilai tepat untuk mencegah subsidi tak langsung bagi para eksportir.
Pengamat Pasar Uang dan Komoditas, Ibrahim Assuaibi, mengatakan kebijakan ini diambil di tengah tingginya permintaan domestik yang tidak seimbang dengan pasokan, karena mayoritas produksi diekspor
Ibrahim menjelaskan, kebijakan Bea Keluar (BK) ini merupakan respons terhadap kondisi di mana Indonesia, sebagai salah satu negara penghasil logam mulia terbesar kedua di dunia, justru mengalami kelangkaan barang di pasar domestik.
Menurutnya, pengembang tambang emas cenderung melakukan ekspor karena beberapa alasan yakni harga jual di luar negeri yang relatif lebih mahal, atau sebagai strategi untuk mengangkat harga logam mulia di dalam negeri, meskipun harga emas dunia sedang terkoreksi.
“Yang dilakukan oleh pemerintah yang menerapkan pajak bea keluar ini sudah cukup bagus,” kata Ibrahim dalam keterangannya, Selasa (9/12/2025).
Ia menilai oenerapan bea ekspor dapat memberikan pemasukan yang signifikan bagi pendapatan negara, mengingat besarnya volume ekspor logam mulia dari dalam negeri.
Ibrahim mengingatkan tingginya kebutuhan logam mulia secara global berpotensi membuat pengusaha tambang tetap melanjutkan ekspor.
“Walaupun ada pajak bea keluar, bea ekspor ya ini pun juga bisa saja akan ada win-win solution antara pihak buyer dan seller,” ujarnya.
Ibrahim menyebut kebijakan ini menunjukkan intensitas dan keseriusan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa terhadap komoditas strategis.
Komitmen ini menjadi penting, terutama pasca pengumuman Freeport yang menghentikan sementara produksi bahan dasar logam mulia tembaga dari Oktober 2025 hingga April 2026.
Selain itu, Ibrahim menyoroti adanya potensi penurunan produksi Freeport pasca April 2026.
“Sebelumnya Freeport mengatakan bahwa untuk pengayaan ya melalui smelter di Gresik itu dalam satu bulan itu bisa diperkirakan plus minus adalah 50 ton. Ya tetapi pada saat nanti setelah April 2026 kemungkinan hanya diperkirakan hanya 25 ton per tahun,” ujar Ibrahim.
Penurunan produksi ini, menurutnya, berpotensi terus mendongkrak harga logam mulia.
Ibrahim berharap adanya pajak bea ekspor dapat ‘mengeramkan’ ekspor para pengusaha tambang karena kebutuhan di dalam negeri yang cukup besar. Jika kekurangan logam mulia domestik terus berlanjut di tengah permintaan yang tinggi, harga komoditas ini akan terus mengalami kenaikan signifikan.
Ibrahim memprediksi, faktor geopolitik yang memanas, perang dagang yang berpotensi terjadi pada 2026, hingga dinamika perpolitikan Amerika Serikat (AS) akan terus mendongkrak harga emas dan logam mulia dunia. Kondisi global ini yang akan dimanfaatkan pemerintah untuk mendapatkan pajak bea ekspor yang cukup tinggi.
Sebagai informasi, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menetapkan tarif bea keluar untuk komoditas ekspor emas melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 80 Tahun 2025.
PMK 80/2025 itu ia tetapkan sejak 17 November 2025, namun baru diundangkan pada 9 Desember 2025, dan berlaku setelah 14 hari sejak tanggal diundangkan.
Aturan ini diterbitkan untuk mendukung program hilirisasi produk mineral emas di dalam negeri, sekaligus menjaga stabilitas harga dan memenuhi kebutuhan domestik.
Dalam PMK 80/2025, tarif Bea Keluar dibagi dua lapisan berdasarkan harga referensi emas per troy ounce. Untuk produk dore, Pemerintah terapkan bea ekspor emas mulai 23 Desember. Tarif bea ekspor 7,5-12,5% untuk harga USD2.800-3.200, dan 10-15% untuk harga di atas USD3.200/ons.
Apabila Harga Referensi mulai dari US$ 3,200.00 per troy ounce, tarif Bea Keluar akan berada pada rentang 10% sampai dengan 15%, tergantung dari jenis emas yang diekspor para eksportir.
Dalam pasal 5 PMK 80/2025 disebutkan pula bahwa perhitungan Bea Keluar ditetapkan berdasarkan persentase dari Harga Ekspor (advalorem) yang dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut: Tarif Bea Keluar x Jumlah Satuan Barang x Harga Ekspor per Satuan Barang x Nilai Tukar Mata Uang.(RA)
Tarif bea keluar per komoditas emas:
1. Dore dalam bentuk bongkah, ingot, batang tuangan, dan bentuk lainnya dengan tarif 12,5% dan 15% tergantung rentang harga referensi yang telah ditetapkan menteri perdagangan.
2. Emas atau paduan emas dalam bentuk tidak ditempa berbentuk granules dan bentuk lainnya, tidak termasuk dore tarifnya 10% dan 12,5%.
3. Emas atau paduan emas dalam bentuk tidak ditempa berbentuk bongkah, ingot, dan cast bars, tidak termasuk dore tarifnya 7,5% dan 10%
4. Minted bars tarifnya 7,5% dan 10%.




Komentar Terbaru