MERDEKA. Kata-kata yang paling pas diteriakan di bulan Agustus. Pada 17 Agustus nanti teriakan kata “merdeka” akan sering kita dengar. Tetapi, delapan hari sebelum 17 Agustus tidak ada salahnya kata keramat itu kita teriakan dengan lantang.

Pasalnya, pada  9 Agustus 2021 adalah tanggal yang istimewa bagi kedaulatan di Tanah Air, terutama di sektor energi. Pada hari itu secara resmi  pengelolaan salah satu blok minyak terbesar yang pernah ada di Indonesia, Blok Rokan, beralih ke operator nasional. Ini tentu jadi kado manis Hari Ulang Tahun (HUT) ke-76 Republik Indonesia.

Sudah sejak lama berbagai pihak mengelukan bagaimana Indonesia masih belum merdeka untuk mengelola sumber daya alamnya sendiri, khususnya minyak bumi. Setelah 97 tahun akhirnya kita bisa meneriakan merdeka di tanah Rokan. Kemerdekaan mengelola sumber daya minyak bumi ditandai dengan beralihnya operator Blok Rokan dari PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) ke PT Pertamina (Persero) melalui PT Pertamina Hulu Rokan (PHR).

Ada sebuah gairah tersendiri dan semangat menggebu-gebu dalam proses alih kelola Rokan. Biarpun blok minyak tua dan umurnya hampir satu abad, blok di tanah Riau itu hingga kini masih mampu mengkokohkan diri sebagai salah satu kontributor minyak terbesar di tanah air. Hal itu tentu juga membuat Pertamina bisa sedikit membusungkan dada sebagai perusahaan minyak papan atas, di kawasan regional Asia Tenggara atau bahkan dunia karena sekarang mengelola sebuah ladang minyak raksasa dan pernah disegani pada zamannya.

Bahkan orang nomor satu di Tanah Air, Presiden Joko Widodo, mau repot-repot membuat video khusus menyambut Blok Rokan ke pangkuan Ibu Pertiwi. Dia mengucapkan selamat kepada Pertamina sembari meminta produksi minyak Blok Rokan harus dijaga jangan sampai anjlok, terlebih anjlok di tangan Pertamina. “Saya percaya bahwa Pertamina mampu mengelola Blok Rokan ini. Kita ditantang untuk membuktikan kemampuan kita, jangan sampai produktivitas Blok Rokan menurun justru setelah kita kelola sendiri,” kata Jokowi, dalam video yang diunggah di akun instagramnya.

Selama puluhan tahun beroperasi di Rokan, Chevron telah menguras cadangan minyak di sana dalam jumlah yang sangat banyak. Saat minyak pertama kali ditemukan di lapangan Minas, Indonesia perlahan tapi pasti langsung menjelma dan dikenal sebagai salah satu negara penghasil minyak utama di dunia pada dekade 1950-an hingga dekade 1980-an.

Berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), penemuan cadangan minyak di Rokan pertama ditemukan di lapangan Minas pada 1944. Kemudian mulai berproduksi pada 1951. Pengembangan Blok Rokan terus berlanjut hingga akhirnya cadangan minyak di Lapangan Duri ditemukan dan 1955 mulai diproduksikan. Saat itu level produksi di sana sekitar masih kurang dari 100 ribu barel per hari (BPH) dan Blok Rokan sudah berkontribusi besar terhadap produksi minyak nasional.

Produksi minyak Blok Rokan sejak saat itu terus meningkat apalagi setelah adanya program Minas peripheral injection level pada 1970, produksinya berada diatas 600 ribuan BPH. bahkan pada dekade 1970 hingga 1980-an menjadi masa kejayaan produksi Blok Rokan dengan produksi rata-rata di atas 800 ribuan hingga satu juta BPH.

Berbagai program lainnya kemudian dilakukan untuk menjaga level produksi Rokan agar tetap berada sekitar 600 ribu hingga  800 ribu BPH, di antaranya DSF project dedicated pada 1985 lalu Minas PWF pada 1995. Kemudian Duri NDD12 POP dan Duri NDD13 POP pada 2010 dan 2015.

Secara total sejak berproduksi pada 1951 hingga kontrak habis pada 8 Agustus 2021, Chevron telah memproduksikan minyak dari Blok Rokan sebanyak 11,69 miliar barel. Realisasi tersebut sama dengan 46 persen produksi minyak nasional selama 70 tahun.

Kini, produksi minyak Blok Rokan sangat jauh dari kapasitas produksinya beberapa belas tahun lalu, yakni sekitar 160 ribuan BPH. Tetapi, tetap saja keberadaan Rokan masih cukup sentral dalam produksi minyak nasional. Hingga kini kontribusi Blok Rokan masih sekitar 24 persen terhadap produksi minyak nasional.

Sumber : SKK Migas

Pertamina tidak cuma-cuma mendapatkan hak pengelolaan Blok Rokan yang ditetapkan pada 31 Juli 2018. Mereka berhasil mengungguli operator eksisting dari segala sisi yang diperlukan untuk mengelola sebuah blok minyak raksasa. Misalnya, dari sisi rencana program kerja, target produksi maupun investasi ke depan.

Diberikannya hak kelola Blok Rokan ke Pertamina didasarkan pada kontribusi ke pemerintah Indonesia dalam bentuk penerimaan negara. Untuk mendapatkan hak pengelolaan Blok Rokan, Pertamina rela merogoh kocek dalam untuk membayar bonus tanda tangan sebesar US$784 juta atau sekitar Rp11,3 triliun dan jaminan pelaksanaan eksplorasi sebesar 10 persen dari total Komitmen Kerja Pasti (KKP) yang mencapai US$500 juta atau setara dengan Rp7,2 triliun. Jelas itu bukan nilai yang sedikit. Semuanya dilakukan agar merah putih berkibar di bumi Rokan.

Tantangan berat tentu akan dihadapi oleh PHR, terutama bagaimana bisa menahan laju penurunan produksi Blok Rokan yang terjadi secara alami. Maklum saja selain lapangan dan sumur-sumur yang sudah mature, fasilitas produksi di sana juga sudah berumur uzur. Hal ini mengakibatkan pengelolaan ladang migas itu  tidak dapat sembarangan. Saat kontrak beralih, kinerja lapangan-lapangan tua di Rokan harus diakui semakin loyo yang langsung berdampak pada penurunan produksi. Tidak ada jalan lain untuk menahan laju penurunan tersebut selain dengan menggenjot  kegiatan pengeboran karena kontraktor eksisting terakhir kali mengebor pada 2018. Manajemen Pertamina bersama dengan SKK Migas dan manajemen CPI akhirnya menemui kata sepakat terkait kegiatan pada masa transisi.

Sambutan hangat kembalinya Blok Rokan ke pangkuan Ibu Pertiwi wajar saja diberikan. Sejak saat itu, Pertamina akan jadi sorotan semua pihak. Apakah perusahaan migas kebanggaan Indonesia ini akan mampu menjaga nama besar Blok Rokan sebagai kontributor produksi minyak utama di Tanah Air? Tidak sedikit pihak yang bertanya-tanya, galau  serta khawatir dengan peralihan operator ini karena produksi minyak nasional yang jadi taruhannya. Hal ini bisa dimaklumi karena publik masih mengingat kejadian pascaalihkelola Blok Mahakam beberapa tahun lalu yang produksinya kurang berjalan seperti yang diharapkan. Setelah berlih operator dari Total E&P Indonesie ke Pertamina, rata-rata produksi minyak dan gas dari Mahakam langsung terjun bebas.

Namun, kondisi alih kelola Blok Mahakam dan Rokan boleh dibilang sangat berbeda. Saat alih kelola Blok Mahakam masa transisi tidak berjalan dengan mulus. Operator eksisting juga tidak berinvestasi atau melakukan kegiatan yang signfikan untuk menahan laju penurunan produksi Blok Mahakam ketika kontraknya mau berakhir. Alhasil, Pertamina yang ketiban pulung.  Ketika penurunan produksi migas terjadi secara alami dan tidak ada tindakan sama sekali maka yang sangat sulit bagi operator baru untuk serta merta meningkatkan performa lapangan-lapangan tersebut.

Belajar dari Mahakam, saat alih kelola blok Rokan perencanaan lebih matang disiapkan oleh manajemen Pertamina. Setelah mencapai kesepakatan dengan CPI, yang ditengahi oleh SKK Migas, masa transisi akan diisi oleh investasi CPI di Blok Rokan. CPI melakukan pengeboran  di 103 sumur pengembangan di Rokan dalam kurun waktu akhir tahun 2020 hingga 8 Agustus 2021. Ini tentu berdampak positif terhadap rencana kegiatan Pertamina sebagai operator berikutnya. Pengeboran  tersebut merupakan hasil dari kesepakatan antara SKK Migas, Pertamina dan CPI dalam Head of Agreement (HoA) yang ditandatangani pada 29 September 2020 hingga 8 Agustus 2021. Selain pemboran, ada delapan isu lain yang menjadi kunci sukses alih kelola yaitu migrasi data dan operasional, pengadaan chemical untuk Enhanced Oil Recovery (EOR), manajemen kontrak-kontrak pendukung kegiatan operasi, pengadaan listrik, tenaga kerja, pengalihan teknologi informasi, perizinan dan prosedur operasi serta pengelolaan lingkungan.

Nicke Widyawati, Direktur Utama Pertamina, mengungkapkan selain kegiatan pemboran sumur pengembangan secara masif, kegiatan lain yang jadi fokus utama Pertamina di Rokan adalah penerapan produksi minyak lanjutan melalui mekanisme EOR. Dana besar sudah disiapkan perseroan untuk digelontorkan kepada PHR sebagai operator Rokan hingga 2025. Nicke berharap dengan adanya kegiatan EOR di Rokan akan jadi pemicu peningkatan produksi minyak.

“Pertamina akan melanjutkan program yang telah berjalan selama ini, termasuk EOR  yang telah menunjang produksi migas secara signifikan. Pertamina telah menetapkan anggaran investasi  sampai  2025 sebesar lebih dari US$2 miliar. Mengingat wilayah Blok Rokan juga memiliki potensi unconventional migas yang dapat menunjang peningkatan produksi migas nasional,” kata Nicke, disela peresmian alih kelola Blok Rokan, Senin (9/8).

Setelah sah menjadi operator, Pertamina berkomitmen untuk mempertahankan produksi paska alih kelola dengan melakukan pengeboran yang telah ditetapkan dalam kurun waktu Agustus – Desember 2021 sebanyak 161 sumur yang terdiri dari 84 sumur baru dan 77 sumur eks Chevron. Selanjutnya pada 2022 direncanakan penambahan  kurang lebih 500 sumur. Kegiatan pengeboran tersebut akan didukung dengan penyiapan tambahan 10 rig pengeboran  sehingga secara total tersedia 16 rig pengeboran  serta 29 rig untuk kegiatan Work Over & Well Service yang merupakan mirroring dari kontrak sebelumnya.

Sumber : SKK Migas

Dwi Soetjipto, Kepala SKK Migas, mengaku optimistis dengan rencana dan program kerja yang sudah disiapkan operator baru Blok Rokan. Menurutnya, dari sisi kapasitas teknis, kemampuan Pertamina tidak perlu dipertanyakan dalam mengelola blok migas. Apalagi didukung dengan proses alih kelola yang smooth. Satu hal yang harus dipastikan berjalan dengan baik adalah proses transisi pekerja yang cukup krusial.

“Secara khusus kepada Pertamina kami mengharapkan tim dari Pertamina yang memastikan proses pekerja memahami rumah barunya dan beradaptasi dengan sistem yang ada, perbedaan budaya kerja seharusnya tidak menajdi kendala sehingga Pertamina bisa menjaga amanah pemerintah untuk mengelola blok ini,” ujar Dwi.

Dengan beralihnya operatorship Blok Rokan, sebanyak 2.689 pekerja eks CPI telah resmi bergabung menjadi bagian dari Pertamina.

Budiman Parhusip, Direktur Utama PT Pertamina Hulu Energi sebagai Subholding Upstream Pertamina, berharap agar nilai-nilai dan praktik terbaik yang selama ini telah diterapkan dari wilayah semula agar dapat diteruskan bahkan ditingkatkan di Pertamina Hulu Rokan. “Saya yakin bahwa kehadiran dan dukungan dari rekan-rekan dari Wilayah Kerja Rokan yang telah bergabung, akan memperkuat Subholding Upstream untuk tetap berperan aktif dalam menunjang ketahahan energi nasional, visi dan misi Pertamina Group serta target yang telah diamanahkan kepada Subholding Usptream,” kata Budiman.

Jaffee Arizona Suardin, Direktur Utama PHR, menyatakan produksi Blok Rokan di bawah Pertamina harus dijaga dengan baik. Salah satu komponen pendukungnya adalah human capital. Kemudian manajemen juga akan membuka diri dalam mengelola Blok Rokan dengan melibatkan mitra usaha yang sudah sesuai dengan kriteria. Misalnya untuk kegitan EOR.

“Kita harus cari jalan contoh EOR kami masih terus cari jalan kimia bisa digunakan. teknologi lain kita kerja sama dng ahlinya yang tidak bisa kami akui belum bisa kita kerja sama dengan ahlinya. Fokus kembangkan secara masif dan agresif,” ungkap Jaffee.

Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menuturkan sejak Pertamina diputuskan menjadi pengelola Blok Rokan maka pemerintah sudah mengingatkan agar persiapan pengelolaan dilakukan jauh-jauh hari.  Terbukti hal itu bisa dijalankan dengan baik oleh semua pihak sehingga masa transisi bisa diisi dengan kegiatan pemboran untuk mencegah penurunan produksi secara alami lebih dalam.

“Alih kelola disiapkan jauh-jauh hari agar produksi tidak menurun. Kami mengapresiasi seluruh pihak, SKK Migas, PHR, CPI yang telah menyelesaikan masalah kritikal dan mencegah penurunan produksi,” ungkap Arifin.

Blok Rokan, kata Arifin, memegang peran kunci yang strategis bersama Pertamina untuk bisa mengejar target produksi yang telah dicanangkan pada 2030 yakni mencapai 1 juta BPH. Oleh karena itu, sebagai operator baru PHR diharapkan bisa mengerek produksi minyak Blok Rokan melebihi apa yang direalisasikan oleh operator eksisting beberapa tahun belakang.

“Tujuan ini akan terealisasi apabila PHR melakukan investasi pengeboran dengan massif, oleh karena itu diharapkan agar PHR mengajukan peningkatan produksi yang agresif untuk sisa tahun 2021 dan tahun selanjutnya,” kata Arifin.

Berdasarkan data saat ini, Pertamina Hulu Rokan mengelola wilayah kerja dengan luasan sekitar 6,453 km2 dengan 10 Lapangan utama yaitu Minas, Duri, Bangko, Bekasap, Balam South, Kotabatak, Petani, Pematang, Petapahan, Pager. Blok Rokan membentang di lima Kabupaten Provinsi Riau yakni Kebupaten Bengkalis, Siak, Kampar, Rokan Hulu dan Rokan Hilir.

Dyah Roro Esti, Anggota Komisi VII DPR RI, mengingatkan bahwa untuk meningkatkan produksi perlu di iringi dengan pengembangan secondary bahkan tertiary recovery technology karena PHR berhadapan dengan mature field. Oleh karena itu pengembangan teknologi butuh kapital dan SDM yang kuat. “Saya harap SDM setempat atau lokal juga bisa dimaksimalkan agar terciptanya multiplier effect untuk wilayah tersebut,” ujar Dyah.

Mulyanto, Anggota Komisi VII DPR RI lainnya, menuturkan dengan mengakuisisi Blok Rokan, maka praktis Pertamina menjadi BUMN hulu migas yang dominan dari seluruh lifting minyak nasional. Salah satu kunci untuk  membuat Blok Rokan tetap eksis menunjang produksi minyak nasional adalah kehandalan manajemen, tidak hanya dari sisi penggunaan teknologi maupun kemampuan investasinya. “Kami  berharap aksi korporasi ini diikuti dengan manajemen yang handal.  Di sisi lain, kita memiliki semangat untuk meningkatkan lifting minyak nasional menjadi 1 juta BPH  di tahun 2030.  Tentu ini menjadi pressure bagi manajemen PHR untuk membuktikan kinerjanya,” ungkap Mulyanto.

Harapan tinggi kepada PHR harus bisa dijawab oleh manajemen oleh realisasi kinerja produksi migas ke depan. Harapan yang dititipkan oleh segenap rakyat Indonesia kepada PHR bisa jadi cambuk agar manajemen bisa terus mendorong berbagai program dan rencana kerja yang disiapkan bisa berjalan baik. Memang tidak ada yang pasti dalam dunia industri hulu migas. Kita hanya bisa berikhtiar mencari dan terus mencari. Tapi, satu hal yang pasti adalah kini merah putih sudah berkibar di bumi Rokan. Mari jaga dan manfaatkan potensi minyak yang ada di sana demi kehidupan anak cucu bangsa yang lebih baik dan sejahtera. Merdeka! (Rio Indrawan)