JAKARTA – Terputusnya akses energi di wilayah terdampak bencana seperti Sumatera Utara, Sumatera Barat hingga Aceh jadi salah satu masalah yang harus diselesaikan. Hingga 2 Desember 2025, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat dari 103 penyulang yang padam, 85 penyulang (83 persen) di antaranya sudah menyala normal. Dari 4.537 gardu distribusi yang padam, 2.365 (52%) sudah beroperasi kembali. Sementara itu, beban listrik yang sudah pulih mencapai 216,64 MW (82%) dan 415.097 (76%) pelanggan sudah kembali mengakses listrik.

Kemudian dari kapasitas listrik sebesar 19 Megawatt (MW) yang biasa beroperasi di Sibolga, baru 7 MW yang dapat beroperasi, karena menggunakan tekanan jaringan rendah.

Sementara untuk di Aceh dari total 263 penyulang yang padam, sebanyak 153 penyulang (58,2%) telah kembali normal. Sementara itu, 6.844 dari 9.669 gardu distribusi (70,8%) telah menyala kembali. Beban listrik yang pulih mencapai 173,05 MW (69,8%), dengan jumlah pelanggan kembali menikmati listrik sebanyak 727.735 pelanggan (69,7%).

Bahlil Lahadalia, Menteri ESDM, mengakui beberapa akses energi masih terhambat di berbagai lokasi bencana. Untuk itu pemerintah telah mendorong berbagai kebijakan jangka pendek untuk mempermudah masyarakat mendapatkan pasokan energi.

Pemadaman listrik di sebagian besar wilayah Provinsi Aceh terjadi akibat robohnya sejumlah menara transmisi yang mengalirkan listrik ke sebagian besar wilayah provinsi paling barat Indonesia itu.

“Memang banyak daerah yang kena banjir dan masih banyak daerah yang terisolir. Di samping itu beberapa infrastruktur kita, listrik, tower-tower listrik yang jatuh. Ini yang mengakibatkan kenapa terjadi pemadaman di daerah Aceh dan sekitarnya. Ini sangat memperhatikan dan kita harus melakukan secara serius,” ujar Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dalam kunjungannya ke Kabupaten Bireuen, Selasa (2/12).

Sebanyak 12 tower rusak yang menyebabkan pemadaman listrik di Bireuen, Takengon, dan sekitarnya. Bahlil pun memastikan agar normalisasi akses listrik segera dilakukan, salah satunya melaui pembangunan menara transmisi darurat (tower emergency). Ia juga menjelaskan bahwa lokasi tower emergency yang akan dibangun berada di daerah yang terisolasi, sehingga mobilisasi material dilakukan via udara. Material-material tower seberat 35 ton diangkut menggunakan helikopter.

Berdasarkan data PLN, sebanyak 12 tower transmisi pada beberapa jalur SUTT 150 kV mengalami kerusakan, mencakup jalur Bireuen-Arun, Brandan-Langsa, serta Peusangan-Bireuen. Kerusakan ini menyebabkan gangguan pasokan listrik di sejumlah wilayah, termasuk Banda Aceh, Aceh Besar, Pidie, Pidie Jaya, Bireuen, Aceh Utara, Lhokseumawe, Bener Meriah, Aceh Tengah, Aceh Timur, Langsa, Aceh Tamiang, hingga Aceh Selatan dan Aceh Singkil.

Pemerintah juga melakukan relaksasi terhadap aturan penggunaan barcode untuk pembelian BBM di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Relaksasi ini akan diterapkan hingga kondisi pascabencana dinyatakan pulih dan aktivitas warga kembali normal.

“Tadi pagi kami sudah mengeluarkan relaksasi aturan bahwa untuk orang publik, masyarakat membeli BBM di SPBU tidak perlu memakai barcode. Jadi sudah bebas, baik di Sumatera Utara, maupun di Sumatera Barat, maupun di Aceh. Ini semua dalam rangka bagaimana kita mempercepat proses pelayanan kepada masyarakat,” ujar Bahlil.

Bahlil menyatakan bahwa stok BBM dan LPG di Sumut, Sumbar, dan Aceh sebenarnya masih dapat mencukupi kebutuhan masyarakat, hanya saja terkendala pada akses jalur darat ke SPBU. Maka dari itu, Kementerian ESDM bersama PT Pertamina (Persero) mengalihkan jalur distribusi BBM dan LPG melalui laut dan udara.

“Mobilisasinya untuk ke daerah-daerah yang bisa dijangkau karena jalan putus, jembatan putus, ini yang menjadi persoalan yang kita hadapi bersama. Tapi sekarang kita pakai cara, ada beberapa yang pakai pesawat, ada beberapa juga yang pakai rakit. Kayak di Aceh, di Bireuen itu kita rakit. Untuk muat, naik,” ungkapnya.